Mohon tunggu...
Veronika Mayangsari
Veronika Mayangsari Mohon Tunggu... Guru - guru,dosen,ibu,istri, nara sumber yang fokus pada anak dan perempuan

menyukai hal yang positif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Psychological Well-being bagi Guru di Masa Pandemi

3 Oktober 2022   19:38 Diperbarui: 3 Oktober 2022   20:44 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                          Berbicara mengenai Pendidikan di masa pandemi saat ini, maka kita seringkali berfokus pada tingkat pelayanan untuk siswa dan orang tua. Bagaimana mengemas layanan pendidikan yang memuaskan siswa dan orang tua sehingga meminimalkan respon negatif dan protes berkepanjangan dari pengguna jasa pendidikan, terutama untuk sekolah-sekolah swasta yang mau tidak mau berpacu dalam memberikan layanan terbaik. Akibatnya karena tekanan pada guru semakin meningkat banyak institusi pendidikan terlupa bahwa faktor penting keberhasilan pembelajaran jarak jauh dimasa pandemi ini adalah guru. 

Tidaklah mengherankan apabila tingkat stress guru semakin tinggi akibat tuntutan dari instistusi dimana guru bekerja, pimpinan sekolah dan tuntutan dari orang tua siswa, hal ini kelak akan mempengaruhi respon dan cara guru menyelesaikan permasalahan. banyaknya tuntutan dan permasalahan yang harus ditangani guru, berhubungan dengan psycological well-being mereka, dimana hubungan ini saling timbal balik. 

                       Malek, Mearns and Flin (2010) menyatakan sumber stress kerja memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan psychological well-being. Menurut Ryff (1989) psychological well-being adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

Seorang guru diharapkan memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi karena akan berdampak positif pada performa kerjanya. Guru yang memiliki psychological well-being yang tinggi tentunya akan dapat mengatasi hal-hal yang membuat mereka stres yang berakibat pada performa kerja mereka. Performa kerja guru tentu saja berdampak pada hasil pengajaran, layanan pada siswa dan orang tua serta pencapaian performa siswa. 

                      Stress yang semakin menumpuk dan tidak teratasi akan mengakibatkan timpangnya keberhasilan Pendidikan dimasa Pembelajaran Jarak Jauh ini. Sehingga sudah seharusnyalah institusi Pendidikan berimbang dalam memfokuskan perhatian, tidak hanya pada peningkatan layanan ke siswa dan orang tua, namun juga bagaimana mendampingi dan membekali para guru dalam melakukan tugas serta tanggung jawabnya, sehingga kualitas kinerja dan kesehatan mental para guru tetap terjaga, demi suksesnya pembelajaran jarak jauh. 

Selain pembekalan dan pendampingan yang diberikan pada guru berupa materi, kemampuan dasar pedagogik PJJ dan ketrampilan Tehnologi Informatika, maka pendampingan psikologis secara klasikal maupun individual perlu dipertimbangkan.

(Dokpri)
(Dokpri)

 

Dimensi psychological well-being

Terdapat Enam dimensi psychological well-being yang merupakan intisari dari teori-teori positive functioning psychology yang dirumuskan oleh Ryff dan Keyes, 1995, yaitu:

1. Dimensi penerimaan diri (self-acceptance)

Dalam teori psikologi yang membahas perkembangan manusia, self-acceptance berkaitan dengan penerimaan diri individu pada masa kini dan masa lalunya. Hurlock (1974) mendefinisikan self acceptance sebagai "the degree to which an individual having considered his personal characteristics, is able and willing to live with them"

Seorang guru diharapkan memiliki pandangan dan sikap positif terhadap dirinya, dimana hal tersebut akan terlihat dari kehidupan sehari-hari,  sehingga tentu saja hal ini dapat dijadikan contoh dan teladan bagi siswanya. Ketika mengajar di kelas guru dengan penerimaan diri yang tinggi akan selalu menyampaikan sesuatu dan memiliki pandangan yang positif terhadap segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran maupun tidak. 

Di masa pandemi seperti ini, guru dengan penerimaan diri yang tinggi akan mudah menguasai kelas dan membangun situasi yang positif meskipun secara daring. Misalnya, dalam setiap pertemuan atau penyampaian pesan di WAG kelas, apa yang disampaikan selalu bermakna positif dan membangun. 

Guru yang memiliki penerimaan diri yang baik, maka akan mendorong siswa berperilaku yang sama. Namun sebaliknya, apabila seorang guru memiliki nilai yang rendah dalam dimensi penerimaan diri apalagi jika ia merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupannya dimasa lalu, memiliki masalah dengan kualitas tertentu dari dirinya, maka hal ini menjadi lebih berat ketika masa pandemi seperti ini. 

Guru akan menjadi mudah frustasi, ketika mengajarpun guru tersebut akan selalu kurang puas dengan hasil anak didiknya, negative self-talk, kurang dalam memberikan apresiasi terhadap keberhasilan siswa, cenderung tidak mau memperbaiki kekurangan diri, dan tidak optimal dalam menggunakan kelebihan yang dimiliki. 

2. Dimensi hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

Membina hubungan yang hangat dengan orang lain merupakan salah satu dari criterion of maturity yang dikemukakan oleh Allport (dalam Ryff, 1989). 

Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru yang memiliki dimensi tersebut akan dengan mudah diterima oleh orang tua siswa dan siswa.  Orang tua siswa akan merasa nyaman dan percaya terhdap keberhasilan Pendidikan anak-anak mereka, terutama dimasa pandemi seperti ini, layanan kepada orang tua dituntut prima.

Sebaliknya, guru yang kurang baik dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain ditandai dengan tingkah laku yang tertutup dalam berhubungan dengan pimpinan, rekan kerja, bahkan orang tua siswa. Saat mengajar di kelas guru tersebut sulit untuk bersikap hangat, peduli, dan terbuka dengan siswa. Akibat yang timbul bisa mengarah ke dalam rasa frustasi dan mengisolasi diri karena tidak dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain.

3. Dimensi otonomi (autonomy)

Teori perkembangan menyatakan bahwa otonomi sebagai rasa kebebasan yang dimiliki seseorang untuk terlepas dari norma-norma yang mengatur kehidupan sehari-hari. Jika dalam iman Kristen, seseorang memiliki kehendak bebas yang bertanggung jawab tanpa meninggalkan ajaran Firman Tuhan. 

Memiliki kemampuan dalam manajemen dan pengelolaan kelas secara mandiri, sehingga guru akan mampu bereksplorasi terhadap kegiatan belajar mengajar di kelas dan memiliki kreativitas yang baik.

Guru harus mampu mengambil keputusan terhadap kejadian yang terjadi di kelas, baik yang berhubungan dengan KBM, siswa dan orang tua siswa, tanpa adanya intervensi dari pihak lain. 

Tidak dipungkiri seorang guru dengan otonomi yang bagus akan tahan dan mampu mengatasi tekanan yang ada di sekitarnya.

Guru dapat mengatur tingkah laku dari dalam diri, terlebih sebagai seorang guru yang akan menjadi panutan bagi siswa dan masyarakat.

4. Dimensi penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Allport (1961) menyebutkan bahwa individu yang matang akan mampu berpartisipasi dalam aktivitas di luar dirinya (Ryff, 1989).

5. Dimensi tujuan hidup (purpose in life)

Kondisi mental yang sehat memungkinkan individu untuk menyadari bahwa ia memiliki tujuan tertentu dalam hidup yang ia jalani serta mampu memberikan makna pada hidup yang ia jalani. Allport (1961) menjelaskan bahwa salah satu ciri kematangan individu adalah memiliki tujuan hidup, yakni memiliki rasa keterarahan (sense of directedness) dan rasa bertujuan (intentionality) (Ryff, 1989). 

Guru mampu merasakan arti dari masa lalu dan masa kini, hal ini bersinggungan dengan apa yang dinamakan Self Love yang artinya, guru dapat menerima dirinya sendiri, menerima kejadian dimasa lalu dan dimasa kini baik itu yang menyenangkan, menyakitkan bahkan trauma yang dimiliki. Dengan memaafkan diri sendiri dan menerima diri sendiri maka guru dapat memaksimalkan kemampuannya.

6. Dimensi pertumbuhan pribadi (personal growth)

Guru dapat mengembangkan potensi dan kepribadiannya secara terus menerus, menumbuhkan dan memperluas diri sebagai manusia, memiliki kekuatan untuk terus berjuang dan melewati rintangan eksternal, sehingga akhirnya dapat berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan dari sekedar memenuhi aturan moral, dapat terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu, berubah menjadi pribadi yang efektif dan memiliki nilai tambah untuk menunjang dalam pekerjaannya. 

Faktor yang mempengaruhi psychological well-being

a. Dukungan sosial

  • Hal ini bisa diterima oleh guru dari, keluarga dan tentu saja lingkungan sekolah. Program-program yang terarah secara teoritis yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengajar dimasa pandemi sangat membantu mengurangi beban kerja guru. Namun hal lain yang tidak kalah diperlukan adalah Yayasan merancang program yang mendukung secara psikologis untuk membantu me-release stress kerja dan stress emosional  yang dialami oleh guru selama masa pandemi. 
  • Hal ini dapat berupa pelatihan atau Focus Grup Discussion yang dibagi dalam beberapa kelompok dengan tema tema yang disesuaikan kebutuhan. Pimpinan unit juga secara berkala mengevaluasi serta melakukan konseling pribadi terhadap masing-masing guru untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi dimasa pandemi. Kesulitan tersebut tidak hanya berkisar bagaimana guru mengajar, namun juga dapat lebih pada masalah personal.

b. Stress

  • Stres dapat diartikan sebagai suatu pengalaman yang dihasilkan dari adanya transaksi individu dengan lingkungannya yang menimbulkan tekanan fisiologis dan psikologis.  Stres juga merujuk pada suatu efek dari segala sesuatu yang mengancam keseimbangan individu. Stres melibatkan respon terhadap sumber stres tersebut. 
  • Saat masa pandemi seperti sekarang ini, maka tingkat stress fluktuasinya akan bisa tidak terkendali, oleh karena itu dibutuhkan kemampuan Coping Stress yang efektif. Hal dasar yang dibutuhkan dalam coping adalah kemampuan problem solving dan express emotion. Hal ini dapat dimiliki dengan berbagai latihan, oleh karena itu dibutuhkan pelatihan coping secara kontinyu.

c. Spiritualitas

  • Spiritualitas yang baik jelas sangat membantu seseorang memiliki Psychological Well-Being yang baik. Dengan adanya kegiatan keagamaan yang rutin dimasa pandemi ini, maka akan mengurangi kegalauan dan kekhawatiran guru dalam menghadapi keadaan disekitarnya.

(Dokpri)
(Dokpri)

  

                            Setelah melihat beberapa dimensi dan faktor diatas, maka dapat disimpulkan bahwa guru sangat membutuhkan tuntunan, arahan dan pendampingan yang efisien serta terstruktur tidak hanya dalam rangka meningkatkan kinerja dan layanan saja namun juga perlu melihat kebutuhan pskilogisnya. Justru hal yang penting adalah guru mendapatkan dukungan psikologis dan emosional yang baik, sehingga jika kebutuhan ini terpenuhi, maka otomatis kepatuhan, pola hidup dan kinerja guru akan meningkat. Sehingga keberhasilan pembelajaran di masa pandemi ini akan tercapai.

  • Daftar Pustaka 
  • Desiningrum, D.R. 2010, Vol. 26, No.1, 61-68. Family's Social Support and Psychological Well-Being of the Elderly in Tembalang. Anima, Indonesian Psychological Journal. Faculty of Psychology, Universitas Diponegoro
  • Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga
  • Malek, M. D. A., Mearns, K., & Flin, R.(2010). Stress and psychological well-being in UK and Malaysian fire fighters. An International Journal.
  • Ryff, C. D. 1995. Psychological well-being in adult life. Current Directions in. Psychological Science.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun