Mohon tunggu...
Elang Segara
Elang Segara Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang yang kuat dalam kelemahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kutukan Pohon Alpukat

6 Desember 2020   19:18 Diperbarui: 7 Desember 2020   11:48 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Di pekarangan belah rumah kami ada pohon apukat besar bercabang dua yang masa berbuah selalu berbuah lebat. Anak-anak yang sering lewat kadang-kadang mencuri buahnya dengan sebilah kayu atau lemparan batu. Ibu kami bercerita bahwa tante tua, si empunya rumah dan pekarangan luas itu mewariskan hasil buahnya kepada kami. Nasihat tante tua, hasil buah pohon apukat digunakan untuk jajan anak-anak si Pulung, keponakannya yang bungsu, ayah kami. 

"Setidaknya itu dapat meringankan kesusahan istrinya merawat anak-anak" ucapnya saat-saat terakhir kehidupannya pada masa tuanya. Bertahun-tahun pohon apukat itu menjadi saksi pertumbuhan kami enam bersaudara dalam tangan ibu single fighter. Menyisakan cerita manis dan pahit dalam lingkaran kehidupan keluarga besar semarga dalam hubungan garis keturunan satu ompung (kakek).

Kakakku sering bercerita kepada kami, adik-adiknya, bahwa dia sering melihat penampakan nenek tua, berambut panjang, berpakaian model pakaian barat era zaman dulu duduk-duduk sambil melihat orang-orang lewat. Selera si nenek tua ala vintage gitu, katanya. 

"Dia pasti hantu baik karena hanya pada saat terang saja dia di sana. Hantu itu biasanya menampakkan diri dalam kegelapan, tetapi si nenek tua hanya terlihat pada siang hari saat matahari terlihat oleh mata. Hmmm itu artinya kalian, adik-adikku yang manis tidak perlu takut" katanya suatu hari. Kami hanya mengangguk-angguk seolah percaya walau dalam hati bertanya sejak kapan kakak kami ini bisa melihat makhluk halus. Lain waktu dia bercerita lagi padaku,

"Ita,, nenek tua yang modis itu sepertinya senang melihatmu. Aku melihat wajahnya selalu tersenyum setiap kali kau melewati pohon itu. Kamu memang anak yang manis. Dia suka dengan anak manis, anak penurut, anak yang rajin belajar dan berkata sopan. Hmmm persis seperti dirimu"

Kadang aku senang mendengar tetapi lebih sering merinding. Apaan sih kakak ini. Semakin menjadi-jadi pula dia menceritakan tentang si nenek tua yang modis, penjaga pohon apukat. 

Sampai suatu ketika, saat menemuinya di rumah teman satu genknya, terdengar olehku percakapannya dengan teman-teman sekolahnya, bagaimana dia bersemangat melihat ekspresi wajah kami saat dia menceritakan tentang nenek tua penjaga pohon kepada kami diikuti gelak tawa mereka. 

"Dengan bercerita begitu, adik-adikku jadi penurut dan lebih bersikap manis. Hahaha. Anak kecil memang polos sekali yaa" katanya sambil tertawa bersama teman satu sekolahnya. Ahh merasa tertipu, sejak itu aku penuh amarah dan selalu memasang ekspresi "tidak percaya" untuk setiap ceritanya, entah cerita apa pun. Satu kebohongan membuat cerita benar sekali pun menjadi kebohongan. Begitulah akibat dari kebohongan cerita nenek tua, si penunggu pohon apukat. Aku selalu memasang wajah cemberut setiap kali dia bercerita, pun setiap kali melewati pohon apukat, apalagi setiap kali buahnya, kumakan dengan lahap seolah membayangkan aku sedang makan cerita sialan tentang si nenek tua. 

"Nenek tua hari ini memandangmu dengan sedih. Itu pasti karena raut wajahmu cemberut, tidak manis lagi" keluh kakakku padaku sewaktu makan siang pulang dari sekolah.

"Aku tidak percaya dengan makhluk halus. Semua itu cerita  bohong yang kakak imajinasikan untuk menipu kami" balasku dengan kesal.

"Ya sudah kalau tidak percaya. Aku hanya ingin memberitahumu saja. Nenek itu kecewa padamu. Ahhh akhir-akhir ini aku merasa kalian ada kemiripan. Matanya bulat, kulitnya putih, rambutnya ombak-ombak di bawah, pakaiannya persis seperti seleramu, hihihi,, ya ampun kenapa aku baru sadar. Jangan-jangan kau,, kau sedang dirasuki atau,,, "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun