Mohon tunggu...
Muh Ferdhiyadi N
Muh Ferdhiyadi N Mohon Tunggu... -

Melawan lupa. Merawat dendam. Menolak patuh.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerakan Literasi untuk Apa dan Siapa?

8 September 2017   13:17 Diperbarui: 8 September 2017   14:26 5575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun terakhir virus literasi menjamur di kota senja Mecazzar dan merebak mulai dari ujung selatan hingga utara Provinsi Celebes. Adalah anak muda, yang kebanyakan menjadi inisiator atau penggagas dari gerakan literasi tersebut  suatu penanda yang baik, mengingat masa lampau bahwa tanah bugis-makassar kaya akan dunia ke-literasian, seperti contoh sastra Epik La Galigo dan pustaka lontara yang tidak hanya berisi tentang aktivitas raja tetapi isi lontara juga banyak memuat pengetahuan  tentang ilmu pertanian, kemaritiman sampai  pada cara menyembuhkan penyakit. 

Gerakan literasi pun juga mendapat apresiasi dari Presiden Jokowi dengan mengundang beberapa orang di berbagai wilayah Indonesia yang dianggap berkontribusi dalam meningkatkan minat baca tulis masyarakat pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2017 yang lalu dan juga Presiden Jokowi membuat kebijakan dengan menggratiskan biaya pengiriman buku pada tanggal 17 dalam setiap bulannya. Pertanyaan kritisnya kemudian adalah gerakan literasi yang berkembang hari ini adalah untuk apa dan untuk siapa?

Suatu waktu, saya pernah membaca salah satu status di media sosial yang ditulis oleh salah seorang yang saya kenal sebagai aktivis pergerakan. Isi kalimat tulisannya kurang lebih seperti ini "Gerakan Literasi nampak seperti gerakan yang mulia tetapi tidak memiliki masa depan yang cerah". Sekilas setelah membaca tulisan tersebut saya agak sedikit emosional dan menimbulkan tanya, apakah aktivis ini paham dengan apa yang ditulis sendiri? Atau sederhananya pahamkah dia dengan makna dan kata "literasi"? Seolah memang ketika membaca tulisan tersebut terkesan meremehkan para penggiat literasi terkhusus yang berada di daerah-daerah terisolasi di Indonesia dengan keterbatasan yang ada tetap bersemangat membangun budaya literasi di lingkungannya masing-masing. 

Tetapi tulisan status tersebut juga bisa menjadi ruang intropeksi bagi para pegiat-pegiat literasi bahwa apakah gerakan literasi yang mereka bangun hanya identik dengan meningkatkan minat baca tulis? Bagi saya ini, hal ini menarik untuk kita refleksikan bersama.

Sebelum terlalu jauh tulisan ini membahas tentang gerakan literasi, terlebih dahulu hal yang paling penting kita ketahui bersama adalah mengetahui dan memaknai pengertian literasi itu sendiri. Secara umum, banyak orang yang menganggap bahwa literasi itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis karena disatu sisi fenomena gerakan literasi saat ini memang berupaya untuk meningkatkan budaya membaca dan menulis masyarakat dengan berbagai macam program.

Richard Kern dalam karyanya "Literacy and Language Teaching" mendefinisikan literasi sebagai sesuatu yang kompleks dan bersifat dinamis atau sesuatu yang lebih dari kemampuan membaca dan menulis dengan penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Sejak lampau literasi pun  telah menjadi bagian dari  kehidupan dan perkembangan manusia. 

Zaman pra sejarah atau biasa disebut dengan zaman manusia purba, cara berpikir manusia sangat ditentukan dengan kondisi alam dimana mereka berada. Kemampuan membaca tanda-tanda alam, berburu dan menulis simbol-simbol buruan pada dinding gua adalah kebiasaan yang menjadi pengetahuan dan kelak menjadi sistem budaya. Wells (1987), salah satu ahli dalam dunia literasi menyebutkan bahwa terdapat empat tingkatan literasi, yaitu: performative, functional, informational, dan epistemic. 

Orang yang tingkat literasinya berada pada tingkat performatif, ia mampu membaca dan menulis, serta berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan (bahasa). Pada tingkat functionalorang diharapkan dapat menggunakan bahasa untuk memenuhi kehidupan sehari-hari seperti membaca buku manual. 

Pada tingkat informational orang diharapkan dapat mengakses pengetahuan dengan bahasa. Sementara pada tingkat epistemicorang dapat mentransformasikan pengetahuan dalam bahasa. Empat tingkatan literasi menurut Wells, menempatkan kemampuan membaca dan menulis pada tingkatan pertama sebagai dasar untuk lanjut pada tahapan tingkat selanjutnya yang lebih mencoba untuk menghadirkan manfaat berliterasi dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat.

Berliterasi untuk bumi manusia

Dari sejarah, definisi dan jenis tingkatannya yang sudah dijelaskan diatas, maka kita bisa mencoba untuk menganalisa dengan konteks perkembangan gerakan literasi saat ini. Gerakan literasi di Indonesia hadir sebagai respon atas keprihatinan rendahnya budaya literasi di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun