Mohon tunggu...
Vannecia Nextlim
Vannecia Nextlim Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya suka menonton, berenang, dan bermain game. Saya juga suka belajar hal baru, namun saat mengerjakan tugas, saya membutuhkan waktu yang agak lama karena saya larut akan tugas tersebut.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Suicide As Blind Will

6 Desember 2022   18:58 Diperbarui: 6 Desember 2022   19:24 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bunuh Diri Sebagai Opsi

Semakin berkembangnya zaman semakin tinggi pula tingkat kasus bunuh diri di seluruh dunia. Mirisnya, bunuh diri menjadi penyebab kematian tertinggi nomor tiga.Tindakan bunuh diri kebanyakan ditemukan pada manusia dengan usia produktif yaitu 15-19 tahun. Namun, perilaku bunuh diri tidak hanya dilakukan oleh remaja atau pun orang muda saja, perilaku ini dapat dilakukan oleh semua golongan usia.

Menurut data WHO (World Health Organization), kasus bunuh diri di dunia mencapai angka 800 ribu, angka ini bahkan belum termasuk kejadian yang tidak dilaporkan oleh pihak yang terkait. Di Indonesia sendiri terdapat 671 kasus kematian akibat bunuh diri yang dilaporkan oleh Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2020. Sementara data Potensi Desa (Podes), Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 melaporkan terdapat 5.787 korban bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri.

Tidak semua manusia memiliki mental yang cukup kuat untuk hidup dibawa tekanan yang mereka hadapi. Umumnya, percobaan bunuh diri yang dilakukan seseorang merupakan bentuk ketidakmampuan mereka dalam menghadapi permasalahan tertentu. Dengan beranggapan bunuh diri merupakan opsi terbaik untuk keluar dari situasi yang menyulitkan mereka.

Depresi menjadi penyebab tertinggi seseorang melakukan bunuh diri. Depresi sendiri dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti pekerjaan, pendidikan, percintaan, pergaulan, keungan, dan keluarga. Depresi dan stres membuat seseorang menyesali hidupnya, mereka merasa tidak berguna dan tidak dipedulikan di dunia. Mereka memiliki pikiran bahwa dunia ini terlalu jahat pada mereka, dunia akan berjalan sebagaimana mestinya meski tanpa adanya mereka.

Depresi merupakan sebuah gangguan mental yang dapat dialami oleh semua orang, mulai dari anak muda hingga orang tua. Depresi bisa diartikan sebagai sebuah peristiwa mental yang memberikan dampak negative terhadap cara berpikir dan bertindak seseorang. Depresi bisa dibagi menjadi lima tingkatan.

Denial (Menolak mengakui bahwa dia memiliki masalah mental), Anger (Merasa marah, kenapa harus "saya" yang mengalami masalah ini, kenapa bukan yang lain), Bargaining (Mereka mulai mengharapkan agar gangguan tersebut hilang), Depression (Merasakan Emotional Numb), Acceptance (Menerima keadaan mereka sepenuhnya). Depresi menunjukkan bahwa semua bagian dari generasi bisa dilahap oleh masalah ini.

Orang yang mengalami gangguan depresi cenderung menganggap bahwa hidup mereka hanyalah sebuah penderitaan jangka panjang yang dibebankan kepada mereka, serta mereka juga menganggap bahwa segala sesuatu dapat berjalan lebih baik dari semestinya ketika mereka menghilang dari kehidupan.

Kehendak Buta Menurut Schopenhauer

Kehendak buta itu menunjukkan sikap pesimistis. Sikap ini dibongkar dari pemikiran filsuf asal Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang juga ternyata tipikal orang pesimistis.

Menurut pandangan Schopenhauer, semua hal yang dilakukan manusia merupakan dorongan dari dalam diri atau bisa disebut sebagai kehendak manusia. Makna kehendak itu sendiri adalah kemauan atau keinginan, jadi dapat diartikan bahwa kehendak manusia adalah sebuah kemauan atau keinginan dari manusia itu sendiri. Hakikat manusia itu bukan terdapat dalam kesadaran dan akal budinya, namun justru kehendak buta yang irasional lah yang mendorong hakikat manusia.

Secara gamblang Schopenhauer menyatakan bahwa kehendak manusia itu seperti seseorang yang kuat tetapi buta sedang menggendong orang lumpuh yang bisa melihat, sehingga bisa dikatakan bahwa "sesuatu" yang irrational (buta menggambarkan irrational) mengendalikan diri kita. Kehendak adalah satu-satunya unsur yang permanen dan tidak berubah di dalam jiwa manusia. Kehendak merupakan pemersatu kesadaran, ide-ide, dan pemikiran-pemikiran, lalu mengikatnya dalam satu kesatuan harmonis. Kehendak adalah pusat organ pikiran.

Schopenhauer juga memiliki pandangan bahwa hidup merupakan sebuah penderitaan. Kehendak buta itu tidak ada ujungnya sehingga membuat seseorang tidak pernah puas. Hidup manusia dikuasai oleh kehendak yang tiada habisnya, sedangkan pemenuhan terbatas. Kehendak yang tidak mampu dipuaskan tersebut membuat frustasi. Pada akhirnya kehendak membuat kehidupan manusia penuh penderitaan.

Ia memandang hidup sebagai rasa sakit, jika ada rasa senang, maka itu hanyalah "tempat pemberhentian sementara" dari penderitaan. Kebahagiaan dipandang sebagai sesuatu yang negatif karena kepalsuannya. Kesinambungan dari kebahagiaan adalah kematian. Pada akhirnya, hakiki dari kebahagian adalah sebuah kematian.

      

Bunuh Diri Sebagai Bentuk Kehendak Buta Manusia

Hidup memang tidak bisa terus berjalan dengan mulus, kadang kala kita dihadapkan dengan berbagai tantangan dan kegagalan. Pada masa sulit tersebut kerap kali manusia berpikir secara irrational. Teori Schopenhauer menjelaskan tentang ke-irrational-an manusia, teori tersebut menyatakan bahwa "Manusia merupakan makhluk yang dikuasai oleh kehendaknya yaitu kehendak alam bawah sadar atau kehendak tidak sadar."

Bagi Schopenhauer kehendak tersebut bisa mendorong manusia hingga titik tertentu sehingga dia bisa melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh kehendak tersebut (baik itu dalam konotasi negative maupun positive), serta Will as a crime and desire full of suffering.

Dari kedua hal tersebut, kita bisa menarik sebuah benang merah, yaitu bahwa manusia cenderung akan melakukan hal-hal yang bersifat irrational, terlebih lagi ketika manusia sedang mengalami hal-hal yang menekannya. Seperti seseorang yang mengalami gangguan depresi, akan cenderung mengikuti hal-hal irrational dari dalam pikirannya, sehingga menyebabkan banyaknya kasus bunuh diri.

Bagi Schopenhauer bunuh diri juga suatu bentuk pengafirmasian kehendak. Karena pada dasarnya, ketika seseorang melakukan bunuh diri, ia sebenarnya mendapat bisikan dari kehendak, sampai akhirnya ia merasa penasaran dengan apa yang akan terjadi sesudah mati, lalu pada akhirnya ia melakukan apa yang dibisikkan oleh 'kehendak'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun