Mohon tunggu...
Sylvania Hutagalung
Sylvania Hutagalung Mohon Tunggu...

Saya orang yang berfikir sederhana. Tertarik dengan arsitektur, sejarah, cerpen, dan puisi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Moonlight Sonata

12 Februari 2011   14:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:40 2827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

God forbids, aku ingin bertemu dengannya lagi!

***

Aku mengusap mataku yang terasa perih. Semalaman aku tak bisa tidur. Pertemuan dengan pemilik rumah nomor enam itu membuatku merasakan sesuatu yang beda, sesuatu yang mencegahku tidur atau mengerjakan yang lainnnya. Alam bawah sadarku seakan tak rela membiarkanku melupakannya.

Aku melirik jam meja disebelah tempat tidurku, baru pukul setengah lima pagi. Terlalu pagi untuk bangun, namun terlalu terlambat untuk tidur. “Argh,” teriakku gusar, entah kepada siapa. Lalu aku bangkit untuk bersiap-siap.

Pukul enam limabelas, begitulah yang terbaca pada jam dindingku sesaat sebelum aku meninggalkan rumah. Pagi ini aku sengaja berangkat lebih awal. Aku ingin melihat wajah sipemilik rumah nomor enam dengan lebih jelas. Aku berharap dia sudah bangun dan sedang beraktifitas di sekitar perkarangannya. Dari permainan pianonya semalam aku yakin kalau dia seorang musisi, atau mungkin seorang guru piano. Aku berharap dia bukan pekerja kantoran yang selalu sibuk dipagi hari. Aku benar-benar ingin bertemu dengannya lagi. Atau kalau ada kesempatan baik, aku ingin sekali berkenalan dengan cara yang lebih menyenangkan.

Aku sengaja berjalan lebih pelan pagi ini. Dan begitu sampai di depan rumah nomor enam itu aku berhenti dan menunggu keberanian menghampiriku sekali lagi. Aku mematung cukup lama sampai tiba-tiba ada suara yang menyapaku dari samping. Seorang bapak dengan anjing Spaniel coklatnya ternyata sudah dari tadi berdiri disampingku.

“Cari siapa, dik,” tanyanya.

“Oh, maaf pak, sebenarnya saya…. Uhm, anu, itu, maksud saya, saya juga bingung ngejelasinnya pak, hehe,” aku tertawa aneh untuk menutupi keterkejutanku.

“Adik saudaranya Pak Bejo, ya?”

“Pak Bejo? Maksudnya?”

“Iya, yang punya rumah ini.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun