Mohon tunggu...
Valina Khiarin Nisa
Valina Khiarin Nisa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Seorang Pembelajar yang Menekuni Bidang Psikologi, Kesehatan Mental Keluarga

Melangitkan asa, menggenggam tawakkal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengelola Ekspektasi: Penerimaan dan Lika-Liku Pejuang Long Distance Marriage

21 Oktober 2020   21:02 Diperbarui: 21 Oktober 2020   21:16 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Iya, barangkali berbagi kemesraan di media sosial adalah nilai-nilai yang dianut pasangan tersebut (misal, love language mereka), atau salah satu bentuk strategi koping, atau penanggulangan stres karena menghadapi kondisi LDM.

Selain dimensi network, ada dua dimensi lain dalam Relationship Maintenance Behaviors (RMB) yang tidak kalah penting, yaitu dimensi intrapersonal dan dyadic. Dimensi intrapersonal ini lebih bersifat self-reflective yang dilakukan masing-masing individu, baik sebelum melakukan LDM maupun saat sedang menjalani LDM.

Misalnya, seseorang yang membayangkan bagaimana ia berusaha menjaga komunikasi ketika sedang jarak jauh (LDM) sebagai upaya untuk mengelola ekspektasi sekaligus mempersiapkan kondisi psikologis. Selain itu, membayangkan segala kebaikan pasangan kita saat sedang menjalani LDM juga merupakan hal yang dianjurkan, dengan begitu kita akan selalu teringat akan komitmen yang sudah dirangkai.

Refleksi diri ini akan semakin baik apabila diikuti dengan dimensi dyadic (Merolla, 2010). Pada dimensi dyadic, hasil refleksi individu didiskusikan bersama pasangan, sehingga mereka memahami, apa yang kita ekspektasikan ketika sedang berjauhan, termasuk mengatur waktu untuk berkomunikasi melalui video call maupun telepon.

Begitu juga ketika pasangan LDM mendapatkan kesempatan untuk bertatap muka, momen ini sangat tepat untuk melakukan refleksi bersama, sekaligus merencanakan hal-hal baik yang bisa dilakukan ke depan.

Perjuangan Long Distance Marriage tiap pasangan tentu tidaklah sama, namun ada benang merah yang bisa kita terapkan bersama, yaitu memegang teguh komitmen pernikahan, karena pernikahan bukan hanya janji kepada pasangan, melainkan janji kepada Tuhan, Sang Maha Cinta. Kedua, saling menjaga kepercayaan dengan meyakini bahwa jarak tidak akan melunturkan perasaan, karena ada amanah yang harus diselesaikan, untuk masa depan yang lebih baik. Ketiga, saling menjaga komunikasi dan saling mendukung impian masing-masing untuk dirangkai menjadi impian bersama. Percayalah, pasangan kita adalah support system terbaik dalam langkah-langkah kita. Keempat, menjaga perasaan pasangan dengan cara membatasi pergaulan sewajarnya dengan lawan jenis. Nilai yang dianut tiap keluarga tentu tidak sama, sehingga hal ini juga perlu disepakati bersama, batasan seperti apa yang ingin diterapkan. Kelima, kita belajar untuk lebih mandiri dalam berbagai urusan, dan itu akan menjadi bekal yang baik ketika sudah tidak menjalani masa LDM. Keenam, semoga kita selalu bisa mengendapkan hati dan menjernihkan pikiran kita, agar emosi selalu stabil. Memang bukan hal yang mudah, tapi emosi yang labil tak pernah memberikan jalan cerah untuk menyelesaikan konflik. Semoga konflik membawa kita pada pemahaman bahwa kita menikah bukan mengejar kesempurnaan, melainkan saling melengkapi dan selalu belajar memaafkan.

Terakhir, bagi saya, bahasa cinta termanis kepada pasangan adalah dengan mendoakannya diam-diam, pada tiap sujud, pada tiap airmata yang mengalir, pada tiap rindu yang ditanam hingga nanti dipanen bersama. Semoga jauh menjadi momen untuk saling menyatukan impian, semakin siap untuk menerima pasangan, sepaket antara kelebihan dan kekurangannya.

Semoga jauh menjadi ruang bagi saya (atau mungkin kita) untuk saling introspeksi, sehingga nanti ketika berjumpa kembali dengan pasangan, kita semua bisa menjadi versi yang lebih baik lagi. Selamat berjuang, para LDM-ers, selamat memanen rindu dan melipat jarak di waktu yang tepat. Semoga Tuhan selalu menautkan hati kita dengan pasangan, karena jarak hanyalah ilusi bagi orang-orang yang saling mencinta.

REFERENSI
Chapman, Garry. (2005). The five love languages. United States: Northfield Publishing Chicago

Merolla, A. J. (2010). Relational maintenance and noncopresence reconsidered: Conceptualizing geographic separation in close relationships. Communication Theory, 20(2), 169--193. doi:10.1111/j.1468-2885.2010.01359.x

Olson, D. H., & DeFrain, J. D. (2011). Marriages and families: Intimacy, strengths, and diversity. McGraw-Hill.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun