Mohon tunggu...
Valina Khiarin Nisa
Valina Khiarin Nisa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Seorang Pembelajar yang Menekuni Bidang Psikologi, Kesehatan Mental Keluarga

Melangitkan asa, menggenggam tawakkal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengelola Ekspektasi: Penerimaan dan Lika-Liku Pejuang Long Distance Marriage

21 Oktober 2020   21:02 Diperbarui: 21 Oktober 2020   21:16 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akhirnya kami sepakat untuk video call jam 3 WIB, dimana suami saya hendak shalat tahajjud sekaligus menunggu subuh, sedangkan saya bersiap untuk tidur, atau barangkali sedang beristirahat sebelum beralih ke materi kuliah lainnya yang harus saya pelajari.

Awalnya terasa sangat berat, tapi lama-lama terbiasa dan menikmati komunikasi dengan ritme seperti ini. Biasanya memang saya yang menelepon suami saya duluan, sekalian membangunkannya, tetapi suami saya yang selalu mengajak saya untuk bercerita apapun hal sederhana yang saya lakukan, seperti misalnya: hari ini telah bertemu dengan siapa saja, makan apa, berapa suhu disini, apa yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan hari ini.

Saya merasa sangat terbantu untuk merefleksikan apa yang telah terjadi selama dua puluh empat jam terakhir. Begitu juga suami saya, yang syukurlah tanpa diminta, ia begitu terbuka kepada saya, dan kadang menceritakan apa yang menjadi kegelisahannya.

Secara tidak sadar, ternyata pelan-pelan kami mulai mengimplementasikan prinsip-prinsip menjaga kualitas hubungan, terutama belajar untuk terbuka, menerima kondisi masing-masing dan saling memberi nasehat.

Barangkali, ini adalah hikmah dari konflik beberapa waktu terakhir, ketika sempat enggan menghubungi dan justru berujung pada salah paham. Syukurlah, semua dapat diatasi dengan menenggelamkan ego dan mengendapkan hati masing-masing.

Komunikasi semakin mudah ketika suami saya sudah menginjakkan kaki di bumi Inggris, karena perbedaan waktu yang hanya satu jam, sehingga jam video call kami jauh lebih fleksibel daripada ketika salah satu dari kami masih di Indonesia.

Kenyataannya, ketika kami sama-sama kuliah dan ditumpuk dengan berbagai macam tugas dan reading list, barulah saya sadar, ternyata seperti ini rasanya, berusaha saling memahami agenda masing-masing dan betapa sulitnya menemukan jam yang pas untuk berbagi cerita seperti hari-hari sebelum suami saya sekolah.

Meskipun kami bisa dengan mudah memberikan pesan suara, namun tetap saja ada masa-masa dimana saya merasa kurang. Barangkali, di sini peran pengalihan bekerja, pengalihan yang positif tentunya. Saya belajar untuk berpikir positif dan self-talk, barangkali 'jauh' dengan orang yang kita sayangi mengajarkan kita untuk berdamai dengan diri sendiri, berproses lebih optimal untuk mengembangkan diri (self-development), apalagi saya juga sedang belajar.

Kadangkala, self-talk ini dapat berjalan dengan baik, bahkan sangat baik. Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan kampus berkutat dengan artikel tentang sense of self, yang menjadi topik thesis saya.

Tapi, ada kalanya saya jenuh dan gagal bersembunyi dari rasa kangen. Meski sudah kembali melihat foto pernikahan dan momen bersama lainnya. Karena saya tahu saat itu suami saya sedang padat-padatnya kuliah, saya membuka laptop dan menuliskan apa yang saya rasakan saat itu, semua hal yang mengganjal, dan juga hal-hal yang ingin diperbaiki bersama.

Sepertinya menulis merupakan salah satu media yang efektif untuk saya melepaskan stress, sekaligus media komunikasi yang fleksibel, tapi bisa komprehensif. Saya bisa menceritakan banyak hal tanpa harus mengganggu suami saya saat itu juga. Saya kirim tulisan itu melalui e-mail. Paling tidak, setelah menulis dan menekan tombol send, saya merasa lega.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun