Faktor pendorong berkembangnya sektor pertanian lainnya juga disebabkan karena kesuburan tanah dan dukungan para petinggi kerajaan dengan adanya sistem pengairan dan pengembangan teknologi modern pertanian.
Bahan makanan dari hasil pertanian kerajaan Majapahit  umumnya tidak jauh berbeda dengan masa sekarang, contohnya seperti beras, umbi, buah, dan palem. Namun yang menjadi produksi utamanya adalah padi. Dengan memanfaatkan budaya makanan pokok masyarakat Jawa kuno mereka memprioritaskan pengolahan padi menjadi beras.
Pertanian juga merupakan sumber pendapatan karena adanya pajak yang dikenakan pada petani. Pajak pertanian tersebut menjadi pemasukan yang sangat besar bagi pihak kerajaan.
Kehidupan pertanian di masa Majapahit juga mengembangkan sistem pertanian basah atau pertanian sawah. Pertanian sawah ini memerlukan air dalam jumlah yang banyak.Â
Oleh karena itu, pada masa Majapahit ini pula sistem irigasi atau pengairan mendapat perhatian dari pihak penguasa untuk strategi pereekonomian dengan meningkatkan jumlah hasil pertanian.Â
Pertanian sawah ini menjadi penopang perekonomian di Majapahit karena selain untuk konsumsi masyarakat Jawa, hasil pertanian sawah ini juga menjadi komoditas ekspor dan menjadi sumber pemasukan kerajaan karena pajak yang diterimanya.
Menurut prasasti Kembangarung, teknologi pertanian yang digunakan yaitu cangkul, bajak, dan garu. Selain itu ada alat juga yang digunakan untuk upacara penetapan sima seperti wadung, kapak, petel, alat penusuk, linggis, cangkul, trisula, dan pisau.
Para petani pada masa Majapahit memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan pengaturan musim tanam berdasarkan perhitungan tahun Surya yang terbagi menjadi 12 musim.
6.SEKTOR PERDAGANGAN
Jawa dan Nusantara pada umumnya terletak di jalur pelayaran dan perdagangan yang strategis. Nusantara tidak menjadi bagian tak terpisahkan dari jalur perdagangan yang dikenal dengan jalur sutera. Jadi, tidak heran bila wilayah-wilayah Nusantara sudah memiliki hubungan dengan daerah luar Nusantara terutama India dan Cina.
Berdasarkan data temuan, hubungan dagang antara Nusantara dengan Cina baru berlangsung sejak abad 9-10 Masehi. Hal itu dibuktikan dengan adanya temuan keramik Cina yang berasal dari dinasti Tang yang tersebar di daerah Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Pelabuhan Hujung Galuh menjadi pelabuhan perniagaan antar pulau.Â