Mohon tunggu...
Lyfe

Catatan Peserta "Young Eagle Leadership Training" (Banyuwangi)

16 Februari 2018   14:10 Diperbarui: 16 Februari 2018   14:59 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mendapat kesempatan berbincang dengan pemilik warung yang ternyata adalah istri dari mantan koster gereja GKI Banyuwangi, suaminya sudah mengabdi selama 30tahun lebih sebelum dia memutuskan untuk rehat masa kerja karena kondisi fisik yang mulai menua. Usianya sekarang sudah berkisar 70 tahun. 

Beliau bercerita bahwa suaminya merawat gereja dan tanaman mulai dari awal sebelum sebesar sekarang dan beliau juga mengucap syukur karena suaminya diberi kepercayaan yang besar oleh gereja sehingga mampu menyekolahkan kedua anaknya sampai lulus SMA. Mengucap syukur bahwa gereja saat ini terus menjadi berkat buat orang sekitar. 

Kami semua mengisi waktu luang dengan bercanda dan bernyanyi di teras pastori sedangkan para mentor asik berbincang dengan Ibu Pdt. Diah. hingga pukul 21.00 kami harus kembali melanjutkan perjalan menuju pegunungan ijen yang tidak terlalu jauh dari pusat kota, perjalan menempuh waktu sekitar 2 jam lamanya. Kami berpamitan dengan Ibu Diah saling bertukar kontak dan meninggalkan pastori, sepanjang perjalanan saya tidak ingat banyak karena tertidur dalam kondisi yang sudah lelah, satu-satunya yang saya ingat adalah jalan yang kami lewati berkelok. 

Setelah sampai kami dihampiri beberapa orang dengan pakaian khas penduduk kaki gunung, sepatu boot, celana training, jaket tebal serta kupluk bertuliskan "Kawah Ijen" atau "Kawah Putih", penjual perlengkapan hangat seperti sarung tangan, masker dan kaos kaki. Setelah bersiap dengan perlengkapan kami harus menunggu sambil minum kopi dan beberapa makanan ringan, kami tidak bisa langsung tracking naik keatas gunung karena pos pendakian akan baru dibuka pukul 00.30 tepat sedangkan saat itu masih pukul 23.00. 

Pada pukul 00.30 kami mulai pendakian bersama beberapa rombongan yang lain mulai dari anak-anak sampai ibu-ibu lanjut usia, ada pemandangan menarik disini, dimana disediakan semacam jasa ojek dengan kendaraan berbentuk gerobak sedikit lebih panjang dilengkapi dengan rem di handle pengemudi dimana orang bisa merebahkan tubuh dikendaraan tersebut, disediakan untuk orang yang tidak terbiasa tracking dan kelelahan ditengan perjalanan, biaya berkisar 150 ribu jika sampai puncak. 

Pemandangan sepanjang tracking tidak terlalu dapat dinikmati dalam keadaan gelap selain hawa dingin dari luar bercampur suhu panas dari dalam tubuh dan juga cahaya dari senter pendaki-pendaki lainnya. Namun ketika menoleh keatas pemandangan langit hitam bertabur gemerlap dari cayaha bintang sangat indah dan sesekali mata berusaha menemukan gugusan rasi bintang yang ada di buku-buku pengetahuan alam dan tayangan televisi ilmiah, meskipun tak kunjung menemukannya selain menemukan kekaguman atas ciptaanNya yang tak berujung ini. 

Pemandangan ini tidak dapat saya nikmati dikota karena mungkin polusi cahaya yang ada dari gedung-gedung dan lampu jalan menghalangi pandangan saya jauh ke langit lepas. Sekitar 2-3 jam berjalan melewati kilometer ketinggian akhirnya kami sampai di puncak dengan penuh kelegaan dan nafas yang masih tak beraturan serta keringat yang entah bagaimana caranya mampu keluar dari pori-pori di suhu dingin puncak pegunugan dan dari puncak mulai tercium bau belerang yang menusuk penciuman sehingga kami harus benar-benar memanfaatkan masker dengan benar. 

Kondisi diatas masih gelap dan kami belum bisa melihat dengan jelas kawah yang berwarna putih, sambil menunggu matahari menampakan dirinya, saya dan hanya dengan beberapa teman tertarik untuk turun ke kawah melihat api abadi yang sangat terkenal itu dan hanya ada di kawah ijen. Namun kami tidak dapat turun dengan menggunakan masker seadanya yang kami bawa dari bawah melainkan ada beberapa penjaga yang menyediakan masker dengan tabung untuk disewakan seharga 25 ribu. 

Mereka berusaha menarik calon peyewa dengan berkabar bahwa sebelumnya ada beberapa pendaki yang meninggal sesak nafas kehabisan oksigen karena asap belerang. Karena itu setiap pendaki yang ingin turun ke kawah diwajibkan untuk menggunakan masker tabung. 

Dengan menggunakan masker tabung kami melangkah turun dengan sangat hati-hati, jalanan setapak berupa batu-batu licin dan sedikit lancip dengan ukuran yang berbeda-beda namun beberapa sisi dimudahkan dengan anak tangga buatan yang juga dari batu-batu besar tersebut. Tak sekali kami juga berpapasan dengan para penambang menggunakan alat pikul terbuat dari batang bambu dengan keranjang bambu di setiap ujungnya dengan berisi bongkahan besar belerang seberat puluhan kilogram. 

Kekaguman kembali datang ketika melihat para penambang memikul puluhan kilogram belerang setiap harinya dengan jarak yang cukup jauh dengan harapan bongkahan itu dapat dibentuk menjadi cindera mata untuk para wisatawan yang datang. Butuh waktu sekitar 1 jam untuk dapat sampai di dasar kawah dimana terdapat pemandangan yang tidak dapat saya temukan ditempat lain, kepulan asap putih pekat berhamburan keluar dari dalam batu di dasar dan sesekali menutupi api abadi berwarna biru yang jadi ikon di kawah ijen ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun