Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Arimbi: Playlist

14 Desember 2021   20:59 Diperbarui: 14 Desember 2021   22:00 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, foto: assets-global.website-files.com

Walaupun sudah tiga tahun bekerja bareng, Arimbi sering lupa siapa Iko sebenarnya. Tahun pertama, mereka saling kenal sebagai pesaing di perusahaan agensi ini, sama-sama bersaing diterima jadi pegawai tetap karena hanya satu yang diambil.

Ketika tidak terduga keduanya diterima, tahun kedua diramaikan dengan rebutan divisi terbaik. Saking sama-sama hebat kualifikasinya, keduanya dimasukkan ke divisi yang sama.

Tahun ketiga agak reda, hanya kadang mereka bergantian menjadi ketua tim. Daniel sang boss sudah mencium kualitas teratas yang dimiliki mereka berdua. Arimbi dan Iko tidak terpisahkan.

Waktu itu, setelah tahun pertama berlalu, Arimbi tidak sengaja berada di rumah makan yang sama dengan Iko. Hanya saja waktu itu Arimbi akan bertemu salah satu klien. Dia sudah datang duluan. Iko datang setelahnya di balik mejanya tapi tidak melihatnya.

"Iko, Papa sudah berkali-kali bilang, kamu langsung ambil alih perusahaan saja, nggak usah kerja sama orang lain," Arimbi mendengar suara berat di meja Iko.

"Pa, bukannya harusnya Papa bangga aku mau coba bekerja sendiri dulu?" suara familiar Iko yang suka protes masuk ke telinga Arimbi dengan jelas. Dia gelisah, kliennya belum juga datang. 

"Yang penting kamu harus segera punya jodoh, Iko," suara wanita lembut keibuan pasti itu ibunya, Arimbi menebak.

"Untuk apa? Nanti jodoh akan datang sendirinya, Ma."

"Iko, kamu lupa pesan Kakek? Kamu bisa menjadi pemimpin perusahaan kalau sudah menikah!"

"Aku belum punya cewek."

"Serahkan itu pada Mama."

Tiba-tiba klien Arimbi datang tergopoh-gopoh.

"Arimbi?" tanya seorang pria muda dengan sedikit berteriak. Saking kagetnya Arimbi terlonjak berdiri menyambutnya.

"Maaf, saya tadi bolak-balik, berkasnya ketinggalan, juga macet," kliennya ribut meminta maaf.

Arimbi tak sadar menoleh ke samping. Matanya bertatapan dengan Iko yang kaget membelalak.

Sejam kemudian ...

Orang tua Iko sudah pergi lebih awal daripada klien Arimbi.

"Jadi kamu mendengar semuanya?" tanya Iko yang bergabung di meja Arimbi, duduk di bekas kursi klien tadi.

"Iya, jangan khawatir, semua rahasiamu tidak aku pakai untuk menjatuhkan kamu, aku mainnya fair."

"Bukan itu, menurutmu bagaimana? Tentang orang tuaku?"

Agak kaget juga Arimbi mendengar Iko ingin tahu pendapatnya. Selama ini mereka bersaing, tanpa bertukar pendapat.

"Sorry, aku tidak pernah punya masalah dengan orang tuaku, tidak pernah bicara jodoh, aku nggak bisa kasih masukan."

"Menurutmu," Iko memandang Arimbi dengan tajam. "Aku sebaiknya mengikuti kata Mamaku?"

"Kalau tentang itu, aku selalu menghormati kata orang tua, kalau tidak merugikan aku. Kamu bisa menebak sendiri apa yang baik buat kamu."

Tiba-tiba di rumah makan itu mengalun lagu yang membuat keduanya terdiam.

"Aku suka lagu ini," kata Arimbi sambil bersenandung 'Stand by Me'.

"Aku juga."

Lalu berdua melupakan permusuhan dan persaingan selama setahun terakhir. Arimbi juga sudah lupa status Iko yang anak konglomerat. Mereka sibuk mencari lagu-lagu kesukaan mereka yang ternyata banyak yang sama.

"Aku mau request lagu," Iko beranjak ke meja kasir. "Aku tebak kamu suka ini juga."

"Wah, benar!" Arimbi tertawa ketika intro tajam 'Dancing in the Moonlight' masuk ke telinganya.

"Mbaknya ternyata punya koleksi bagus," kata Iko sambil berjalan kembali ke meja Arimbi. Dia sudah pesan minum dan snack untuk mereka berdua. Sampai rumah makan tutup, mereka baru pulang.

---

Pagi ini Iko dengan muka kusut masuk ke kantor dan langsung duduk di depan meja kerja Arimbi.

"Semalam ke mana? Kan nggak ada lembur?" Arimbi heran.

"Ada makan malam dengan cewek anak teman ibuku."

Satu kalimat itu melemparkan Arimbi ke peristiwa dua tahun lalu di rumah makan. Status Iko yang akan mewarisi perusahaann keluarga terngiang lagi di telinganya. Jodoh, itu yang paling penting.

"Lalu?"

"Cantik sih, tapi membosankan. Dia minta pamit duluan."

Arimbi tertawa. "Itu artinya kamu yang membosankan, Ko."

"Iya, aku bikin dia bosan sama aku," Iko masih menunduk dan kesal. "Siang ini aku akan ketemu dengan mama cewek tadi. Mamaku juga ikutan."

Tiba-tiba HP Iko berbunyi. "Ini mamaku, aku ijin setengah hari ya karena harus jemput ke sana kemari segala."

Iko buru-buru keluar mengangkat telpon dan tidak ada tanda-tanda akan kembali masuk ke kantor. Biasanya dia hanya menerima telpon di balik pintu kaca. Ini langsung keluar lobi kantor.

Di meja kerja Arimbi ada ipod lawas Iko yang tadi diputar-putar karena cowok itu gelisah. Ketinggalan ketika dia buru-buru menerima telpon.

Penasaran, Arimbi mengambil earphonenya sendiri untuk mendengarkan isi ipod.

Dia pencet My Forever Playlist. Lalu mengalunlah lagu 'Dancing in the Moonlight' yang membawanya ke dua tahun lalu. Penasaran, dia pencet next, petikan bass lagi 'Stand by Me' membuatnya sesak napas.

Arimbi pusing dengan memori yang dibawa oleh playlist itu.

+++

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun