Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[6 Sekawan] #1 Berkumpul

21 Juli 2021   22:55 Diperbarui: 22 Juli 2021   21:19 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Chang Duong - unsplash.com

Sudah dua bulan lebih Nika menyibukkan diri dengan mencari klien-klien baru supaya target tahun ini tercapai lebih cepat. Pekerjaannya di real estate membuatnya harus mengenali calon-calon penyewa atau pembeli dan di mana mereka biasa berkumpul. Pengalaman selama dua puluh tahun ternyata tidak semakin cukup, klien selalu berubah selera di setiap generasinya.

"Weekend OK?" satu pesan singkat diterimanya di penghujung sore. Dia tidak akan segera pulang karena satu grup klien mahasiswa memintanya bertemu di sebuah cafe sore ini untuk melihat brosur apartemen yang ditawarkannya.

"OK," jawaban lebih singkat langsung dikirimnya supaya si penanya tidak menderanya lagi dengan pesan-pesan lain. Pikiran Nika kembali ke persiapan bertemu klien yang masih muda dan punya hobi musik. Dia harus mempersiapkan presentasi yang unik karena bertemu dengan orang-orang kreatif.

Di lain tempat, Niel tersenyum melihat layar HPnya yang terpampang dua huruf OK dari Nika. Dia sudah sempat khawatir pertemuan weekend ini akan gagal diikuti cewek itu karena ambisinya untuk mencapai target. Sebelumnya Niel sudah membantu mencari klien di sekitar networkingnya namun belum membuahkan hasil.

"Kok tersenyum sendiri, dapat pesan dari pacar kamu?" seorang cewek cantik yang duduk di depannya bertanya. Senyum Niel semakin lebar yang dia lemparkan ke arah cewek itu.

"Kamu cemburu?" tanya Niel, masih memasang senyum mempesonanya. Cewek itu memerah mukanya.

"Cemburu apa? Kamu kan bukan apa-apaku?" cewek itu memancingnya dengan kalimat merajuk. Niel paham tapi dia tidak membiarkannya dengan mudah. Lalu dia memilih membuka menu dan segera pesan. Cewek itu kecewa dan Niel tahu.

Di saat yang sama, di benua yang lain, Noam sedang mencari-cari boarding passnya yang baru saja dilihatnya tapi sekejap saja lenyap. Call a friend, selalu itu yang dilakukannya bila sudah putus asa.

"Sudah mau boarding?" satu sapaan aneh dia terima ketika menelpon Nash. Noam langsung pucat pasi walaupun orang di ujung telpon tidak bisa melihatnya.

"Boarding passku," kata Noam lirih. Nash langsung paham dan menanyakan apa saja yang sudah dilakukan temannya tadi sebelumnya.

"Tadi aku ke toko buku dan ingat banget harus menyimpan boarding pass," sahut Noam dengan panik. Dia mengikuti petunjuk yang dia dengar di telinganya sampai dia ingat satu hal.

"Oh ya, tadi boarding passnya panjang banget, lalu aku lipat dan taruh di dalam pasporku," Noam hampir saja berteriak karena ketika mengatakannya dia juga sekalian membuka paspornya dan melihat lipatan boarding pass di lapisan plastik sampul paspor hijau itu. 

"Jangan sampai kamu gagal datang tepat waktu, Noh," ancam Nash. "Boss bisa marah besar dan kamu akan menanggung akibatnya sendiri. Aku tidak mau terlibat, sekali salah sudah cukup."

Nash memasukkan HPnya dan menunggu Ken yang tertawa terbahak di sampingnya untuk menyelesaikan tertawanya. Segelas air putih sudah dia siapkan untuk temannya yang selalu haus setelah tertawa. Satu hal yang tabu buat Ken adalah minum di depan Nash yang sedang bicara dengan Noam. Dia pasti tersedak yang membahayakan hidupnya.

"Aku selalu panik kalau mendapat telpon dari Noam menjelang pertemuan kita," kata Kari yang ada di sebelahnya. "Anak itu selalu bermasalah di saat-saat seperti ini. Dia masih saja takut dengan Boss, bikin dia tidak bisa fokus. Masalahnya dia yang selalu ada di luar negeri. Bikin beban semakin berat."

"Jangan khawatir, selalu Nash yang ditelpon Noam," Ken masih menyisakan sedikit tawanya. "Hanya tebakanku kali ini salah, aku pikir dia salah flight. Bisa hancur dunia kalau itu benar terjadi."

"Aneh pilihan lokasi pertemuan Boss kali ini, kenapa di gunung?" tanya Nash kepada siapapun yang mendengarnya. "Niel yang biasanya tahu, saat ini tidak ada petunjuk apapun. Kita tidak ada pengalaman satu kalipun naik gunung. Ini di Bali lagi."

"Noam langsung ke Bali kalau begitu?" tanya Ken. "Atau transit dulu di Jogja? Langsung bertemu Boss pasti. Mau baik-baik supaya Boss tidak marah sama dia."

Kari membenarkan, dia cerita kalau mendengar rencana Niel berangkat bertiga dari Jogja dengan Nika dan Noam. Kebetulan dia ada proyek sebulan di Pontianak, jadi bisa bertemu dengan Ken dan Nash yang memang bekerja di kota ini. 

Semua sudah disiapkan oleh Niel, termasuk hotel dan perlengkapan naik gunung. Mereka bawa satu ransel kecil saja yang berisi barang-barang personal. Nika, Boss mereka, tidak mau tahu kalau ada yang ketinggalan. Mereka sudah melakukan pertemuan ini puluhan tahun. Satu kesalahan kecil tidak akan mendapat ampun dari Nika.

Nika tidak perfeksionis, hanya saja Noam selalu saja membuat kesalahan yang sangat sederhana. Noam termuda dari mereka dan yang paling lembut hatinya.

Enam sekawan segera bertemu beberapa hari lagi di hotel dekat Gunung Agung.

[Bersambung ke Episode 2]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun