Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

BEKAS ORANG GANTENG, Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menanti Momongan

20 Desember 2023   12:20 Diperbarui: 20 Desember 2023   12:27 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai putriku masuk SD, Elma tak kunjung hamil. Kerabat, sahabat atau siapa pun dari kampung yang kebetulan bertemu langsung atau berkomunikasi lewat media sosial yang kerap ditanyakan adalah "rezeki", maksudnya momongan.  Sesekali Elma merasa hidupnya hampa, tak bermakna. Elma pun sering tampak murung. Menyadari hal itu akau pun berinisiatif menawarkan kembali program kehamilan. "Semoga dalam waktu dekat dananya ada," kataku.

Informasi tentang keberadaan dokter Azril telah lama aku dengar, sehingga pada saatnya kami mendatanginya di rumah sakit Qodarullah. Program kehamilan Elma ditanganinya secara bertahap. Obat yang diberikan selalu tak tersisa. Pada kunjungan ketiga Elma dirujuk ke rumah sakit Sahabat Keluarga untuk menjalani hidrotubasi karena alat yang dibutuhkan di rumah sakit Qodarullah belum tersedia. Hal itu kami turuti.

Jarak dari kediaman kami ke rumah sakit Sahabat Keluarga belasan kilo. Setelah menanti beberapa antrean Elma masuk ke ruang pemeriksaan. Aku menunggu di luar. Sekira setengah jam pemeriksaan selesai. Elma tampak meringis. "Dibius, dimasukkan kamera," bisik Elma. Aku merinding ngeri. Elma hanya diberi obat pereda nyeri. Hasilnya pekan depan baru bisa diambil. 

Walhasil tidak terdapat sumbatan pada tuba falopi, yakni area sistem reproduksi tempat sel telur dan sperma bertemu dan tempat biasanya pembuahan terjadi. Kembalilah kami ke dokter Azril. Dia tampak bingung. Sepertinya kekhawatirannya tidak terbukti. Dia telah  mengerahkan semua kemampuannya. Belum ada titik terang penyebab Elma tak kunjung hamil. Tiba-tiba terbersit dalam pikiranku untuk mengatakan sesuatu kepada dokter Azril. "Mohon maaf dok, apa tidak sebaiknya saya juga diperiksa, harus ke bagian apa tepatnya?"

Dia telah diberi tahu bahwa tidak mandul. Dia tampak berpikir sejenak. "Baik, silakan bapak periksa ke bagian andrologi di rumah sakit lain. Di sini tidak ada dokternya." Dokter Arzil memberikan surat pengantar dan formulir untuk pemeriksaan laboratorium. Meskipun sepertinya mendapatkan jalan buntu tapi dokter Azril masih memberikan resep obat untuk Elma. Kami pun menebusnya di apotek rumah sakit. 

Kendati tidak mandul kukira ada baiknya aku pun memeriksakan diri kepada ahlinya, yakni ahli andrologi guna memeriksa struktur dan fungsi sistem reproduksiku. Aku memilih rumah sakit  Siloam yang konon fasilitasnya lengkap dan canggih. Konsekuensinya, tentu kami harus menyediakan dana yang memadai.


Karena faktor danalah kemudian upaya kami terhenti hampir setahun. Setelah tersedia dananya, aku memeriksakan diri ke laboratorium di Klinik GOR. Sesuatu telah dikeluarkan, ditampung pada sebuah tabung kecil untuk diuji di laboratorium. Hasilnya bisa diambil tiga hari kemudian.

Aku minta izin tidak masuk kerja. Pukul delapan seperempat aku tiba di Rumah Sakit Siloam untuk mendaftar berobat ke bagian andrologi. "Dengan dokter Heru ya Pak," ujar petugas pendaftaran. Ternyata jadwal praktek dokternya sore sehingga pada waktunya aku kembali bersama Elma. Beruntung biaya jasa dokter spesialis itu masih terjangkau. Hasil tes laboratorium dan surat rujukan aku serahkan kepada dokter Heru.  Dokter Heru memeriksa dengan cermat hasil tes laboratorium tersebut. "Ini salah ni, ini salah, ini juga salah." Dia mencoret bagian yang menurutnya salah.

Aku diarahkan ke ruang pemeriksaan. Gorden ditutup. Dimintanya aku membuka celana luar dan dalam selanjutnya telentang. Onderdilku dipencet-pencet. Dokternya memakai sarung tangan. Aku merasa geli dan risih. Aku khawatir susternya masuk dan melihat. Sekira lima menit kemudian pemeriksaan selesai. Kupakai kembali celanaku. Dokter kembali ke kursinya, aku kembali duduk di samping Elma.

"Begini Pak Dahlan, bapak saya yang tangani. Istri bapak saya serahkan kepada teman saya dokter Dessy di Rumah Sakit Hermina. Nanti saya buatkan pengantarnya. Bapak saya kasih obat yah."  Dokter Heru menulis resep, selanjutnya memberikannya kepadaku, menyusul surat pengantar untuk dokter Dessy.

Dua macam obat kami tebus di apotek rumah sakit seharga satu juta enam ratus lima puluh ribu rupiah, suatu harga yang menurutku tidak murah. Tertulis untuk diminum dua kali sehari, selama tiga hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun