Hasil apresiasi Hamdy Salad dalam Pengantar Memerangi Teluk dan Benua, amatlah tepat sasaran analogi tadi. Manusia harus bergerak, tergambar jelas pada Larik ke-4 bait ke empat:/Ia menuju cinta untuk cinta/memerangi teluk hingga benua/Menenun matahari tiada putus baginya//.Simpulan Hamdy Salad pun mengena,terkait perjalanan hidup manusia, hingga dia menulis: “Manusia akhirnya mampu memilah dan menemukan hakikat cinta yang bersifat Ilahiyah, sebentuk cinta yang memancarkan sinar dan cahayanya untuk memerangi teluk hingga benua”.
Demikianlah kiranya, kata Hamdy Salad, makna tersirat dari puisi Penenun Matahari (halaman 26) yang dijadikan judul buku ini. Sebagaimana kutipan bait ke-4 terutama 3 larik itu, tidak ada alasan bagi manusia untuk berpangku tangan, berdiam diri dalam sunyi, tanpa ikhtiar dan usaha untuk menenun cahaya kebenaran, kebajikan dan keindahan yang dipancarkan oleh Yang Maha Pencipta melalui symbol matahari.
S.Samada yang lahir di Bima, 15 Maret 1975 ini, memang sudah terbiasa bergelut dengan hal-hal yang apa didengar, dilihat, dan diciumnya serta dirabarasakannya, kemudian diproses-baitkan dalam sebuah puisi yang tidak saja memberi makna tapi hadirkan ide nan puitis. Dan, karena sering menerjemahkan bahasa kehidupan , akhirnya denyut- denyut yang terbungkus dalam pikiran dan hati terkuak lewat mesin bahasa, terwujudlah pengalaman-pengalaman yang terkristalisasi dalam bentuk puisi yang tidak saja bermakna tapi juga puitis. Hal ini terjadi, berangkat dari proses kreatif penyairnya untuk senantiasa bertugas sebagai penggelandang imajinasi, mengolah detail penunjang puisinya mengacu pada fakta, meskipun faktanya fiktif. Artinya, fakta yang dihadirkan adalah hasil penggelandangan imajinasi penyairnya.
Melalui Penenun Matahari, penyairnya mengajak penikmat untuk menjelajahi denyut-denyut puisinya yang mencerminkan seonggok kehidupan ghaib, menceritakan rahasia di sekitar kehidupan manusia sebagai khalifa bumi dalam sisi gelap dan terang, bahkan yang dibenci. Itu pula sebabnya, penyairnya berharap semoga Antalogi Penenun Matahari ini menjadi bagian penting bagi perkembangan sastra di Bima, khususnya.
Terlepas dari kekurangannya seperti terkait penulisan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) juga pemanfaatan tanda titik-titik, buktu Antalogi Puisi bertajuk “Penenun Matahari telah mengubah mindset penikmat, agar manusia tidak hanya bergerak dari satu teluk menuju ke sebuah benua, tetapi selama menjalani hidup dan kehidupan, teruslah memancarkan energy cahaya untuk menerangi sekaligus mencerahkan sesame umat manusia. ***}
Usman D.Ganggang *) kelahiran Bambor -Manggarai Barat-NTT, kini berdomisili di Kota Kesultanan Bima-NTB.