Sehingga dengan mudahnya mengarang cerita sebagaimana didongengkan Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di atas.
Divisi Humas Polri secara terang-terangan telah memberikan keterangan tidak benar sejak kasus kematian Brigadir J.
Selama ini penyebaran berita bohong itu biasanya masyarakat, dan diancam (ditakut-takuti?) dengan sebagai penyebar hoaks dan akan dikenakan UU ITE. Nah, sekarang kalau kepolisian yang menyebarkan berita bohong (hoaks) bagaimana?
Langkah evaluasi Kapolri terhadap 25 anggota yang terindikasi terlibat pidana lantaran berupaya menghalangi penyidikan sebaiknya dilanjutkan dengan mengevaluasi tim Humas Polri, karena telah menggunakan narasi-narasi dusta.
Padahal bohong adalah perbuatan yang sangat tercela. Saya kira semua agama sepakat, bohong adalah perbuatan dosa. Apalagi ini dilakukan oleh institusi yang diharapkan masyarakat mencegah kebohongan (hoaks) beredar.
Apalagi kalau mengingat efek dari penjelasan Karopenmas Divhumas telah menimbulkan kehebohan di masyarakat, membuat masyarakat tidak tenang, khususnya terhadap keluarga Bharada E yang telah dikambing hitamkan.
Selain bohong, Kepolisian juga telah melakukan fitnah kepada Bharada E, yang dituduh membunuh Brigadir J. Karena menurut pengakuan Bharada E, bukan dia yang menembak.
Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Itu firman Allah Swt dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 191.
Bohong. Fitnah.
Aib benar kalau Kepolisian melakukan 2 hal itu.
Masyarakat mau percaya bagaimana kepada Anda, wahai Kepolisian!
Sepertinya Kapolri harus bekerja keras, dan itu yang saya harapkan, untuk membongkar misteri munculnya (pembuat?) skenario pertama tertembaknya Brigadir J, dengan berbohong dan memfitnah.
Mungkinkah ada institusi di dalam institusi?
Entahlah!