Mohon tunggu...
uri bocah wingi
uri bocah wingi Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis media harian

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penghianatan Gerakan Pewarta Negeri Sasta (Latar Sios)

18 Februari 2023   00:28 Diperbarui: 18 Februari 2023   00:30 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perang strategi yang dimenangkan kekuatan kegelapan dan penghiantan Pewarta di Negeri Sastra (Pexels / 9143 images)

Woro-woro tersebar di seluruh penjuru dan peloksok kampung Negeri Sastra. 

Dimana saat itu pada September 2019  akan ada agenda hajat besar pewangku kebijakan yakni, pelantikan 40 Punggawa Wakil Rakyat Negeri Sastra.

Negeri Sastra sendiri merupakan negeri di bagian ujung barat pulau Jewa yang terkenal sebagai pelabuhan perlintasan pulau semenanjung Sametera.

Disana berbagai kehidupan masyarakat bergantung dengan perdagangan dan jasa. Bahkan, ada juga jenis perekonomian dimana ada banyak orang kulit putih berambut pirang, hingga orang kulit kuning bermata sipit dan berbahasa aneh mendirikan sebuah tempat penempaan besi dan juga plastic.

Singkatnya disana negeri yang sangat Makmur. Selain sisi sebagai buruh pandai besi dan penempa plastik. 


Di Negeri Sastra, juga memiliki sebuah profesi tukang mengabarkan berita atau para pewarta berita.

Untuk bisa memberikan kabar baik pelantikan 40 Punggawa Wakil Rakyat itu, akhirnya disebarkan undangan ke berbagai penjuru kampung, khusus untuk para tokoh dan priai diminta datang dengan pakain yang bagus.

Termasuk juga pewarta atau buruh tinta untuk sebagian besar diberikan undangan untuk mengisahkannya dalam bentuk cerita bertajuk kegagahan punggawa Sastra.

Tapi dasarnya ada kelalaian, undangan yang dibuat ternyata sengaja dibatasi pihak keamanan. Maklum dalam rangka kondusifitas pelantikan. Sialnya lagi dengan sengaja petugas keamanan yang merupakan pangkat balok berseloroh jika para Pewarta juga harus dibatasi hanya 40 orang saja.

Ini menjadi takdir pemantik awal sebuah gerakan awal para pewarta yang merasa dihinakan.

Sialnya lagi sebagian buruh tinta negeri Sastra juga tidak dapat. Bahkan, wakil pewarta dari dalam kerajaan Negeri Sastra sendiri juga sama.

Pengawalan ketat dilakukan, petugas keamanan. Singkat cerita, salah satu pewarta istana Sastra malah tidak boleh masuk dan di stop petugas.

Merengek bak orang kehilangan hak asasi sebagai pewarta akhirnya disampaikan kepada para kolega.

Bodoh atau tolol sebenarnya yah, masa orang dalam sebagai pewarta istana Sastra malah tidak dapat undangan dan masuk.

Mungkin saja wartawan negeri Sastra itu memang sedang sedeng dikit kali yah.

Sebab, tidak ingin bergegas untuk meminta kunci masuk dan mengelabui petugas negeri Sastra.

Selang beberapa hari perihal penolakan wartawan penyiar di negeri Sastra itu menjadi perhatian semua pewarta. Bahkan, pada akhirnya melakukan aksi menyerbu meminta pertanggungjawaban para kepala punggawa wakil rakyat negeri Sastra.

"Kok bisa kamu ditolak seh. Padahal penyiar istana negeri Sastra," kata Surut nama salah satu petua para pewarta kala itu sambil menyalakan korek gejres yang beberapa menit lalu masih ditimang-timangnya.

"Ah saya enggak tahu saya sudah ditolak sama petugas pengamanan dan staf dari Lembaga punggawa itu mang. Gebrang dijaga ketat. Padahal saya sudah pakai seragam pewarta penyiar Istana ini bang" ucap Adi Luhung sambil memonyongkan mulutnya yang masih kesal karena tidak boleh masuk.

"Ini nggak bener neh, panggil semua anak-anak kita bahas," tegas Surut kepada penyiar istana negeri Sastra.

Beberapa hari berlalu, akhirnya para petua pewarta dan para junior sepakat mengeruduk dan melakukan aksi di kantor pusat keamanan dan juga padepokan tempat 40 para punggawa wakil rakyat bekerja.

Ditentukanlah waktu paling keramat kala itu untuk melancarkan aksi oceh mengoceh para pewarta negeri Sastra.

Malam sebelum hari keramat itu tiba, maka berbagai langkah pencegahan dan penggagalan dilakukan. Bahkan, beberapa utusan pengamanan dan punggawa datang melakukan lobi.

Negosiasi demi negosiasi terus dilakukan keduanya kepada para pewarta.

"Ayolah tolong jangan sampai kantor kami di demo," kata salah satu petugas keamanan bernama Gembul yang datang menawarkan barang berharga sebagai penukar kebutuhan.

"Enggak bang harus demo. Karena institusi abang yang membatasinya, salah teman-teman abang yang sok jago berseloroh membatasi anak-anak untuk mewarta didalam," cegat Prima salah satu pewarta bernada keras. Maklum, kecil-kecil rupanya Prima adalah ketuanya.

"Tolong ini mah," pintanya lagi.

"Enggak bisa bang," tegas Prima mengulang.

Kesal dengan permintaan lobi-lobi manis tapi berbau busuk, Prima memilih minggat meninggalkan pertemuan yang digagas Gembul.

Prima kesal lantaran dibujuk untuk menghianati komitmen awal untuk tetap mendemo dua institusi super kuat di Negeri Sastra.

Kendati Pria sudah minggat. Rupaya Gembul tidak patah arang. Ia terus ngotot untuk membujuk semuanya, hingga pada akhirnya para petua mengiyakan untuk tidak mendemo kantor pusat keamanan disana.

Penghianatan awal dilakukan para pewarta. Sebab, sebagian sudah masuk angin untuk menghilangkan kantor pusat keamanan sebagai target gempuran bacot para pewarta.

Bahkan itu juga dilakukan Adi Luhung yang melobi Prima untuk tidak melakukan aksinya di Gedung pusat keamanan.

Dasar penghianat tetap penghianat, siapa yang diperjuangkan malah dia yang harus kerokan duluan. Alasannya karena pusing terus-terusan dibujuk si Gembul.

Sialnya lagi dia menjadi cepu buat si Gembul sampai sekarang itu dilakukan dia. Karena mentalitas sudah mengakar sebagai telik sandi tukang bocor rahasia.

Disisi lain, Pria sudah hafal dengan para kelakuan senior dan teman-temannya. Mana yang penjilat, penipu, tukang cepu, hingga si tukang masuk angin.

Menyiasatinya, Pria melakukan sabotase terhadap poster yang akan ditunjukan saat aksi yang dilakukan keesokan harinya.

Pria menuliskan beberapa poster dengan dengan kata 'Copot Kepala Markas Pusat Keamanan Negeri Sastra".

"Lho kok bang ditulis kayak gitu," kata Jarik junior Prima.

"Ini sabotase karena banyak kawan-kawan yang sudah berhianat. Sudah tulis saja kata 'Copot Kepala Markas Pusat Keamanan Negeri Sastra' sekarang," jelas Prima memelankan nadanya.

"Nanti poster ini masukkan tas dulu, jangan hanya satu bikin 3 poster dengan kata yang sama," pinta agar Jabrik bergegas.

Selesai membuat perangkat aksi ditempat berbeda dengan orang-orang yang dipercayainya. Prima bergegas pulang.

"Sampai besok yah. Awas jangan sampai bocor. Ini strategi utama. Saya meyakini para senior sudah masuk angin, apalagi si Adi Luhung. Rupanya saja awal menangis minta tolong, sekarang malah mengiyakan permintaan Gembul curut," pintanya.

Itu sudah terjadi dua penghianatan gerakan pewarta dinegeri Sastra.

Esok hari, puluhan pewarta hadir di tempat yang ditentukan di depan tugu Negeri Sastra, aksi mulai dilancarkan para pewarta dengan poster-poster keberatan dan kritik terhadap Pimpinan Punggawa Wakil Rakyat.

Termasuk poster 'Copot Kepala Markas Pusat Keamanan Negeri Sastra' juga rupany ditongolkan Jarik sesuai dengan perintah dari Prima sang ketua aksi.

Melihat poster itu sejumlah senior sempat terperanga dan saling berbincang pelan.

"Kok bisa ada poster itu, siapa yang buat yah," kata Sulut berbisik kepad asalah satu senuir juga Jambrong.

"Saya nggal tahu Lut. Bahaya ini kalua sampai besok jadi judul besar. Habis kita dimarahi," jawabnya merespon kekagetan Sulut.

Kerut muka bingung juga ditampakkan Adi Luhung yang kaget karena ada poster lepas dari penatauannya.

Bersambung...(Latar Kalih)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun