Mohon tunggu...
Unu Nurahman
Unu Nurahman Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Prodi Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Sebelas April Sumedang

Guru Penggerak Angkatan 2 Pengajar Praktik PGP Angkatan 6 dan 9 Sie, Humas Komunitas Guru Penggerak Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Jenderal Kopassus Memimpin TNI (Sebuah Tinjauan Diakronik)

17 Desember 2021   15:26 Diperbarui: 8 April 2024   11:47 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jenderal Andika Perkasa merupakan Jenderal dari Korps Infanteri Kopassus ke-4 yang menjadi Panglima TNI. Sebelumnya ada tiga nama yaitu Jenderal LB Moerdani, Jenderal Edi Sudrajat dan Jenderal Feisal Edno Tanjung.

Oleh UNU NURAHMAN, S,S,,M.Pd.

Guru SMAN 1 Leuwimunding  Kab. Majalengka

Dosen FIB Unsap

Pada tanggal 17 November 2021, Presiden Jokowi melantik Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI yang ke-2l meskipun pencalonannya sempat menimbulkan kontroversi dan mendapat penolakan dari empat belas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) termasuk Lembaga Amnesti Internasional yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. 


Mereka mengaitkan Andika dengan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, menyoroti harta kekayaannya yang fantastis dan mendukung pencalonan Laksamana Yudo Margono (KSAL) menjadi Panglima TNI.

Suksesi panglima TNI ini tentu saja tidak hanya merupakan kebanggaan pribadi  dan keluarga akan tetapi juga kebanggaan institusi TNI AD terutama Kopassus. 

Sejarah mencatat, Jenderal Andika Perkasa merupakan Jenderal dari Kopassus ke-4 yang menduduki jabatan Panglima TNI. Sebelumnya ada tiga nama yaitu Jenderal LB Moerdani, Jenderal Edi Sudrajat, dan Jenderal Feisal Edno Tanjung. 

Sebagai kesatuan tempur utama TNI AD, Kopassus terdiri dari personel yang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Tidak mengherankan jika gaya kepemimpinan jenderal dari kesatuan ini menarik untuk disimak.

Reorganisasi TNI versi Jenderal Moerdani

Leonardus Benyamin Moerdani atau lebih dikenal dengan Benny Moerdani merintis karir militernya pada tahun 1954 sebagai pelatih Korps Komando Angkatan Darat (KKAD). Dua tahun kemudian KKAD berubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). 

Pengangkatan Jenderal Moerdani menjadi Panglima ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)  oleh Presiden Soeharto pada tanggal 28 Maret 1983 menimbulkan kontroversi mengingat dia belum pernah menjadi Panglima Teritorial. 

Hampir sebagai besar karir Moerdani di bidang intelijen. Jabatan komandan pasukan yang berhasil diraihnya yaitu sebagai Danyon I RPKAD yang diinfiltrasikan ke Papua semasa Trikora.

Seperti yang disampaikan oleh Julius Pour dalam Tragedi Seorang Loyalis (2007:17), pada tahun 1985, Jenderal LB Moerdani melakukan perampingan TNI dengan menghapus Kowilhan (Komando Wilayah Pertahanan) yang dibentuk tahun 1969 sebagai suatu komando teritorial untuk pembinaan dan operasional pertahanan dan keamanan yang pada prinsipnya membawahi beberapa Kodam, Kodaeral, Kodau dan juga Komdak/Kodak, yakni pada saat Polri masih berada di dalam ABRI. Jenderal Moerdani mengubah sistem komando daerah untuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. 

Komando Daerah Militer (Kodam) dikurangi dari enam belas menjadi sepuluh, delapan Komando Daerah Angkatan Laut (Kodaeral) dirampingkan menjadi dua Komando Armada, dan delapan Komando Daerah Angkatan Udara (Kodau) sama-sama dirampingkan menjadi dua Komando Operasi. Di tubuh Kopassus sendiri, Brigif 3 Linud berubah status menjadi Brigif 3 Linud /Kostrad.

Back to Basic versi Jenderal Edi Sudrajat

Edi Sudrajat menyelesaikan pendidikan militernya di Akademi Militer pada 1960 sebagai lulusan terbaik dan kemudian diangkat sebagai komandan peleton dalam Batalyon 515 di Jember. 

Setelah itu, dia bergabung dengan RPKAD sebagai Danki Batalyon 1 yang dipimpin oleh Mayor LB Moerdani. Pada 2 februari 1988, Jenderal Edi Sudrajat diangkat sebagai KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) ke-16 mengantikan Jenderal Try Sutrisno yang diangkat menjadi Panglima ABRI.

Hal terpenting di masa kepemimpinan Jenderal Edi Sudrajat adalah diserukannya  gerakan Back to Basic atau "kembali ke barak" bagi tentara. Ini bermakna tentara harus mulai meninggalkan bisnis militernya dan benar-benar berkonsentrasi pada tugas-tugasnya sebagai garda bangsa yang profesional.

Menurut Budi Susanto & Made Tony Supriatma dalam ABRI: Siasat Kebudayaan 1945-1995 (1995:40) Jenderal Edi Sudrajat sendiri mengatakan Back to Basic (yang disingkat "betebe") adalah meningkatkan dan memelihara kemampuan profesional perorangan prajurit sekaligus meningkatkan mutu dan sikap kejuangan. 

Ketika menjadi KSAD, Jenderal Edi Sudrajat diangkat menjadi Panglima ABRI pada 19 Februari 1993 dan Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) pada 17 Maret 1993. Pertama kali dalam sejarah Indonesia, seorang jenderal merangkap 3 jabatan pada saat yang bersamaan.

Jenderal Besar di masa Jenderal Tanjung

Feisal Tanjung menyelesaikan pendidikan di Akademi Militer Nasional pada tahun 1961 dan menjadi Danton 1 Kompi 2 Yonif 152 Kodam XV/Pattimura. Setelah itu, menjadi Danki di Yon 2 RPKAD. Jenderal Feisal Tanjung diangkat sebagai panglima ABRI pada 21 Mei 1993 mengantikan Jenderal Edi Sudrajat. Jabatan ini diembannya sampai tanggal 12 Februari 1998.

Menurut Kivlan Zen dalam Konflik dan Integrasi TNI-AD (2004: 76), Feisal Tanjung tergolong dalam kubu ABRI Hijau. ABRI Hijau adalah golongan yang merasa diri terpinggirkan di zaman kepanglimaan Benny Moerdani. Benny dan pengikutnya dianggap sebagai ABRI Merah-Putih. 

Salah satu pengikutnya yang terkenal adalah Edi Sudradjat. Lebih janjut, Kivlan Zen mengatakan bahwa Jenderal Benny Moerdani mendengungkan isu suksesi untuk menjatuhkan Presiden Soeharto di Hotel Ambarukmo Yogyakarta pada 1989 bersamaan dengan rencana pembentukan Yayasan Panglima Sudirman.

Atas gagasan Salim Said, Jenderal Tanjung mengusulkan kepada Presiden Soeharto untuk memberikan pangkat kehormatan Jenderal Besar (bintang 5) sebagai bentuk apresiasi kepada 3 Jenderal yang sangat berjasa kepada TNI yaitu Jenderal Sudirman, Jenderal AH Nasution dan Jenderal Soeharto. Presiden kemudian mengeluarkan Keppres No46/ABRI 1997 dan penganugerahan pangkatnya diterima pada tanggal 30 September 1997. Hal ini juga melalui Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1997.

TNI adalah Kita versi Jenderal Andika 

Andika Perkasa menyelesaikan pendidikannya di Akademi Militer tahun 1987 dan memulai karirnya sebagai Komandan Peleton Grup 2/Para Komando, Kopassus. Sebelum diangkat menjadi Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa menjabat KSAD pada tanggal 22 November 2018 menggantikan Jenderal Mulyono.

Selama menjadi KSAD, ada beberapa hal penting yang dilakukan yaitu menghapus tes keperawanan dalam seleksi KOWAD, tidak mewajibkan tes kesehatan badi calon mempelai di satuan TNI AD, pengadaan kendaraan dinas terbesar dalam sejarah bagi prajurit TNI AD, penerapan rekrutmen Kopasuss secara daring dan program 1000 prajurit Otsus Papua.

Pada saat fit and proper test bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen Senayan pada Sabtu, 6 November 2021, Jenderal Andika menyampaikan visinya yang singkat yaitu TNI adalah kita. Jenderal Andika ingin masyarakat Indonesia, masyarakat internasional untuk melihat TNI sebagai kita atau bagian dari mereka, Adapun misi yang akan dilaksanakan yaitu menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa Indonesia. 

Misi tersebut oleh dijabarkan dalam beberapa fokus, yang terdiri dari operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang yaitu mengembalikan tugas-tugas TNI sesuai dengan peraturan perundangan yang ada, meningkatkan operasi pengamanan perbatasan, peningkatan kesiapsiagaan satuan TNI, peningkatan kemampuan siber, terutama untuk intelijen, khususnya di daerah-daerah yang saat ini ada gangguan keamanan maupun konflik, peningkatan interoperabilitas di antara angkatan darat, laut dan udara serta penguatan integrasi penataan organisasi. Ketujuh, penguatan diplomasi militer yang sesuai dengan kebijakan politik luar negeri.

Demikian kepemimpinan para Jenderal Kopassus yang tentunya masing masing memiliki karakteristik yang khas. Semua pada prinsipnya berusaha untuk menjadikan TNI sebagai Institusi professional dan modern yang dapat dapat menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun