Publikasi ilmiah adalah salah satu tolok ukur penting bagi dosen dan peneliti. Ia menjadi bukti kontribusi akademisi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Namun, di balik tuntutan itu, muncul dua ancaman yang bisa merusak integritas akademik: joki publikasi dan jurnal predator.
Prof. Muji Setiyo, Dosen Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA), membagikan pandangannya tentang cara menghindari jebakan tersebut. Menurutnya, ada tiga kunci utama yang harus dipegang: niat, proses, dan integritas.
Pandangan ini ia sampaikan dalam sebuah rekaman diskusi yang dibagikan di media sosial, dengan Adhan Efendy sebagai moderator. Dalam percakapan yang hangat tersebut, Prof Muji menuturkan pengalaman dan pemikirannya, lengkap dengan analogi-analogi yang membumi sehingga mudah dipahami, bahkan oleh pembaca yang baru mengenal dunia publikasi ilmiah.
1. Awali dengan Niat yang Benar
Prof Muji menekankan bahwa publikasi ilmiah, layaknya amal ibadah, dinilai pertama dari niatnya.
"Kalau niatnya benar, kita akan ditunjukkan jalan yang benar. Saya memandang publikasi sebagai amal akademik---berbagi gagasan untuk memberi pencerahan, walaupun kecil," ujarnya.
Niat yang lurus membuat penulis lebih sabar menjalani proses, tanpa tergoda jalan pintas.
2. Pahami Karakter Jurnal
Bagi Prof Muji, memahami karakter jurnal adalah langkah penting sebelum mengirim naskah. Ia mengibaratkan publikasi seperti mendaki gunung. Jika ingin mencapai puncak Rinjani atau Semeru, pendaki harus mempelajari jalur, medan, dan persiapannya. Begitu juga dengan publikasi: baca artikel yang sudah terbit di jurnal tersebut, pahami topik dan fokusnya, ikuti format yang diminta, serta siapkan mental untuk menerima revisi atau penolakan.
3. Waspadai Godaan Jalan Pintas
Joki publikasi dan jurnal predator sering menawarkan kemudahan layaknya "naik helikopter" ke puncak gunung. Cepat, tanpa lelah, dan tampak menguntungkan. Namun, cara ini menghilangkan kesempatan belajar, merusak reputasi, dan bahkan bisa memicu sanksi etik.
4. Ketahui Kerugian Terjebak
Menurut Prof Muji, tidak ada keuntungan sehat dari praktik ini. Kerugiannya meliputi:
Hilangnya integritas akademik.
Potensi sanksi dari kampus atau lembaga.
Tidak berkembangnya kemampuan menulis dan meneliti.
Karya ilmiah tidak bermanfaat bagi pengembangan ilmu.
5. Pegang Teguh Integritas
Menghindari joki publikasi dan jurnal predator bukan hanya soal mematuhi aturan, tapi menjaga martabat sebagai akademisi. Dengan niat yang benar dan proses yang sahih, seorang peneliti tidak hanya sampai pada tujuan, tetapi juga membawa pulang pengalaman, kemampuan, dan kebanggaan yang sejati.
"Dalam dunia akademik, perjalanan sering kali sama berharganya dengan tujuan itu sendiri," tutup Prof Muji.
Pesan Prof Muji menjadi pengingat bahwa publikasi ilmiah bukanlah sekadar kewajiban administratif, melainkan perjalanan intelektual yang membentuk karakter, keterampilan, dan reputasi seorang akademisi. Menghindari joki publikasi dan jurnal predator berarti menjaga kemurnian niat, menghormati proses, dan menegakkan integritas. Dengan begitu, setiap karya yang lahir bukan hanya memenuhi target, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat. (Ening Widi)
muji.blog.unimma.ac.id
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI