Perpustakaan bukan lagi sekadar tempat menyimpan buku. Dalam ekosistem akademik modern, pustakawan memiliki peran strategis sebagai mitra riset.Â
Lihat juga: Perpustakaan Umsida Raih Excellent Award di SILASMA 2025, Apresiasi Bidang Literasi dan Riset
Hal tersebut menjadi benang merah pemaparan Kepala Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Tanzil Multazam SH MH dalam agenda nasional Silaturahmi Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (SILASMA) 2025, yang digelar pada Selasa, (17/6/2025) di Aula Mas Mansyur Umsida.
Dengan tema "The Academic Librarian as Research Partner," Tanzil membawakan materi bertajuk Dari Bayt al-Hikmah ke Royal Society, yang menyoroti transformasi peran pustakawan dari masa ke masa serta urgensi membangun kolaborasi aktif dengan civitas akademika.
Bayt al-Hikmah, Pustakawan sebagai Verifikator Ilmu
Dalam paparannya, dosen Prodi Hukum ini mengawali dengan mengulas sejarah keilmuan Islam melalui Bayt al-Hikmah di Baghdad.
Pada saat itu pustakawan tidak sekadar menjadi penjaga naskah, melainkan juga verifikator kebenaran ilmiah.Â
Lantas ia mencontohkan kolaborasi produktif antara Al-Khawarizmi dengan Hunayn bin Ishaq, pustakawan Kristen Arab yang memiliki peran penting dalam mencari, mengkaji, dan menyumbang terhadap pengembangan teori ilmiah.
"Hunayn tidak hanya menerjemahkan literatur, tetapi juga menganalisis dan menghasilkan pemikiran baru. Ia menjadi rekan sejati dalam membangun pengetahuan," ungkap Tanzil di hadapan peserta SILASMA.
Dari sejarah tersebut, Tanzil menegaskan pentingnya pustakawan untuk kembali mengambil peran aktif dalam proses akademik, tidak hanya sebagai penyedia informasi, melainkan sebagai penata pengetahuan dan penghubung antara literasi dan riset.
The Royal Society dan Lahirnya Pilar Publikasi Akademik
Tanzil kemudian menarik benang merah ke era Renaissance, khususnya pada kelahiran The Royal Society di Inggris yang turut mencetuskan jurnalisme akademik pertama Philosophical Transactions.