Mohon tunggu...
Ummi Arfah
Ummi Arfah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis dan membaca adalah caraku merawat akal dan perasaan. Pecinta budaya, pembelajar sepanjang hayat, dan pengagum keindahan dalam hal-hal sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Medan

Perjumpaan islam dan budaya lokal: Akulturasi islam dalam tradisi minang dan batak mandailing

26 Juni 2025   17:31 Diperbarui: 27 Juni 2025   18:35 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/jrwfayf1fo9RcPYD6

Batimbang tando adalah budaya asli etnis minang kabau yang di adopsi oleh masyarakat mandailing.proses ini merupakan salah satu akulturasi budaya antara masyarakat mandailing dan minang kabau nagari di taruang-taruang.Masyarakat mandailing di nagari taruang- taruang melakukan prosesi ini sebelum melaksanakan acara pernikahan.Dalam acara ini pihak keluarga calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita dengan membawa barang berupa keris, senapan, cincin, dan gelang.Timbang tando ini sebagai suatu jaminan atau janji sampai ke jenjang pernikahan nanti. Kebanyakan tando yang sering di tukar adalah keris dan cincin.

Marpokat sakahanggi(mufakat semarga)

Tradisi ini biasanya disebut dengan marpege-pege dalam adat tapanuli selatan.Marpege-pege dilakukan dengan megumpulkan para tetua di kampung tesebut untuk memberikan sejumlah uang dengan tujuan membantu biaya pernikahan. Apabila keluarga tersebut telah diberikan sejumlah uang maka nantinya keluarga itu harus memberikan lebih dari yang diberikan orang tersebut.Akan tetapi di jorong pacuan tampang nagari taruang taruang tidak melakukan itu.Masyarakat setempat menyebutnya marpokat sakahanggi.

Tradisi ini hanya mengumpulkan keluarga terdekat maupun semarga untuk mengadakan mufakat dan memberikan partisipasinya dengan memberikan uang seikhlashnya demi kelancaran upacara pernikahan sang anak.Tradisi ini dilakukan dengan menggilirkan sebuah kardus.Jika selagi tidak bisa memberikan tidak masalah karna ini memang bantuan seikhlashnya.Masyarakat minang kabau juga melakukan ini yang disebut dengan babako-babaki, yang mana tradisi tersebut saudara dari ayahnya akan ikut memikul biaya pernikahan sesuai kemampuannya.Akulturasi terdapat pada tradisi yang tidak seperti sebelumnya.

Malam bainai

Malam bainai dilakukan oleh etnis minang kabau.Namun setelah etnis minang kabau dan mandailing berinteraksi, maka etnis mandailing melaksanakan malam bainai dalam prosesi pernikahan.Hal ini juga termasuk salah satu bentuk akulturasi yang ada di jorong pacuan tampang nagari taruang-taruang di kabupaten  pasaman.Malam bainai dilakukan pada malam hari sebelum pernikahan dilangsungkan.Pada malam ini kuku, telapak tangan, dan jari sang mempelai perempuan akan di hiasi dengan inai.Hal ini dilakukan dengan adik perempuan dan anak gadis dari keluarganya serta teman teman dekatnya.Acara ini merupakan acara yang berasal dari minang kabau, melayu, atau bahkan india.jadi, akulturasi tidak hanya dari unsur minang kabau tapi juga dari unsur yang lain.

Bersanding dipelaminan

Prosesi bersanding di pelaminan dilakukan setelah akad nikah.Acara ini merupakan acara yang diakukan oleh masyarakat minang kabau. Masyarakat Mandailing di Nagari Taruang-Taruang menggunakan dekorasi dan adat Minangkabau dalam acara resepsi pernikahan. Pakaian adat yang digunakan masyarakat Mandailing saat prosesi resepsi pernikahan ialah pakaian adat Minangkabau (suntiang). Namun ada juga yang menggunakan pakaian adat Mandailing (bulang). Hal ini memang sudah lama terjadi sejak berbaurnya kedua etnis tersebut. Dalam prosesi ini pengantin biasanya memakai dua sampai tiga stel baju, saat pagi dan siang hari. Pagi hari pengantin memakai pakaian adat Sunting warna merah, kemudian di siang hari pengantin memakai baju Minangkabau dengan motif dan warna lain, dan saat kepergian mempelai ke rumah laki-laki memakai pakaian adat Mandailing (bulang) atau pakaian kebaya. Dekorasi dalam pernikahan yaitu dekorasi modern dengan memasukkan beberapa unsur budaya Minangkabau.

Akulturasi dalam hal pakaian

Pakaian yang digunakan saat acara pernikahan adalah pakaian adat pengantin Minangkabau. Saat pagi hari, mempelai akan memakai pakaian adat Minangkabau. Pakaian adat mempelai perempuan biasa disebut dengan pakaian suntiang, sedangkan mempelai lakilaki dinamakan deta atau saluak. Tetapi itu merupakan nama dari riasan kepala kedua mempelai, sedangkan bajunya ialah baju kurung bagi mempelai perempuan yang terbuat dari kain saten atau beledru merah. Motif dari hiasan ini berupa bunga-bungaan yang dilingkari dengan benang emas. Kemudian mempelai perempuan memakai rok berupa kain songket tenunan. Kain songket merupakan pasangan baju kurung tradisional Minangkabau pada upacara adat. Pakaian mempelai laki-laki dinamakan roki yang terbuat dari bahan beledru dari benang emas begitu juga dengan pinggiran kainnya. Pada bagian kepalanya dinamakan saluak yang terbuat dari kain tenun. Pada siang hari mempelai akan memakai pakaian adat lain dari Minangkabau dengan motif dan warna lain. Ada juga yang memakai pakaian selayar disiang harinya. Saat akan berangkat ke rumah mempelai laki-laki, pengantin akan memakai pakaian kebaya warna merah. Namun ada juga sebagian yang memakai pakaian adat Mandailing (bulang) saat keberangkatannya ke rumah suaminya.

Akulturasi dalam hal makanan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Medan Selengkapnya
Lihat Medan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun