Mohon tunggu...
Ummi Arfah
Ummi Arfah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis dan membaca adalah caraku merawat akal dan perasaan. Pecinta budaya, pembelajar sepanjang hayat, dan pengagum keindahan dalam hal-hal sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Medan

Perjumpaan islam dan budaya lokal: Akulturasi islam dalam tradisi minang dan batak mandailing

26 Juni 2025   17:31 Diperbarui: 27 Juni 2025   18:35 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/jrwfayf1fo9RcPYD6

Inti ajaran Dalihan Na Tolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati (masipasangapon) dengan dukungan kaidah moral: saling menghargai dan menolong.Dalihan Na Tolu menjadi media yang memuat asas hukum yang objektif.

Kesimpulan

Akulturasi antara islam dan budaya mandailing merupakan sebuah proses sejarah yang berlangsung secara damai dan bertahap , bukan melalui paksaan.Islam hadir di wilayah mandailing melalui jalur perdagangan, dakwah persuasif para ulama, serta hubungan kultural dari etnis minang kabau dan sekitarnya.Proses ini tidak menyingkirkan budaya lokal tapi justru memperkaya dan menyesuaikannya dengan nilai nilai islam sehingga melahirkan bentuk bentuk budaya baru yang khas dan harmonis.

Tradisi tradisi lokal seperrti patobang hata, batimbang tando, marpokat sakahanggi, hingga malam bainai serta prosesi bersanding di pelaminan menjadi bukti konkret dari akulturasi tersebut.Dalam mandailing islam bukan hanya sekedar agama, tetapi sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan sosial masyarakat,sebagaimana tercermin dalam ungkapan lokal “Adat dohot ugamo sapangadongan”(Adat dan agama seiring sejalan).Hasil dari proses ini adalah terbentuknya msyarakat mandailing yang menjungjung tinggi nilai agama sekaligus mempertahankan kearifan lokal.

Akulturasi antara budaya Mandailing dan Minangkabau dalam tradisi pernikahan terlihat jelas dalam berbagai aspek, seperti pakaian, makanan, dan artefak. Pakaian pengantin mencerminkan perpaduan dua budaya, dengan pengantin mengenakan busana adat Minangkabau dan terkadang juga adat Mandailing. Hidangan resepsi juga mengalami perubahan, dari makanan khas Mandailing yang sederhana menjadi lebih beragam dengan tambahan masakan Minangkabau seperti rendang dan gulai. Dalam artefak, keris dan suntiang menjadi simbol perpaduan nilai budaya yang kaya akan makna dan filosofi. Hal ini menunjukkan bahwa dua budaya dapat hidup berdampingan dan saling memperkaya satu sama lain dalam satu peristiwa adat.

Referensi

  • Asmaniar, A. (2018). Perkawinan Adat Minangkabau. Binamulia Hukum, 7(2), 131–140. https://doi.org/10.37893/jbh.v7i2.23
  • THE HISTORY OF THE DEVELOPMENT OF ISLAM BY MALIM SALAWET IN MANDAILING NATAL IN 1810-1870 A.D.
  • Ilhamudin dan J. Suyuthi Pulungan, Islamisasi Mandailing: Jejak, Strategi, dan Dinamika.Lubis, M. S. (2007). Islam dan Budaya Lokal: Studi tentang Akulturasi dalam Masyarakat Mandailing. Islamika, Vol. 14(2)   
  •  Azra, A. (2002). Islam Nusantara: Jaringan Glo

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Medan Selengkapnya
Lihat Medan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun