"Syukurlah! Semoga Niken cepat sehat kembali, "harapku.Â
 " Semoga saja. Ah,entahlah! " desahnya seperti orang yang  pupus harapan.Â
"Trimakasih kami sekeluarga kepada Mbsk Novin yang sudah bersusah payah menjaga dan mengantar Niken pulang, " matanya sendu menatapku.Â
"Sudah menjadi kewajiban kita srsama untuk saling membantu,Pak,"
"Entah apa jadinya anak ini nanti. Ya Tuhaan." suaranya bergetar. Kedua belah tangannya yang agak berkeriput menangkup wajahnya.Â
Hatiku tersentuh melihatnya. Trenyuh. Kubayangkan bapakku juga akan seperti Pak Made bila anak gadisnya mengalami hal yang sama. .
Dengan nada suara rendah  Pak Made bercerita secara gamblang, apa dan bagaimana awalnya Niken depresi serta lepas kendali.Â
Sejak ibunya meninggal setahun yang lalu, Niken berubah menjadi sangat pendiam tetapi cenderung liar pergaulannya di luar. Kuliahnya pun asal-asalan.
Yang terjadi belakangan Niken pacaran dengan laki-laki yang tak  jelas asal usulnya. Yang membawa pengaruh sangat buruk. Mengkonsumsi obat-obatan terlarang.Â
Pembicaraan kami mendadak terpotong oleh getaran HP Pak Made. Lalu ia terdiam mendengarkan bicara si penelpon. Â "Ya, Mir, aku segera ke sana. Pesanlah tiket untuk besok pagi, " kata Pak Made singkat lalu mengakhiri pembicaraan.Â
"Mohon maaf, Mbak. Saya harus ke Denpasar. Untuk semua kebutuhan Mbak Vina di sini sudah saya suruh si Luh Sari mengurus," tergesa Pak Made berdiri lalu memanggil gadis manis yang menjemput ke kamarku tadi.Â