"Tapi kenapa? Aku dan Mas Kendar tidak ada masalah. Dia semalam mengantarku ke stasiun dan tidak berkata apa -apa, " ada rasa yang campur aduk di dadaku.Â
Membayangkan terpisah dari laki-laki yang sangat kucintai Mengerikan! Akan sanggupkah aku melanjutkan hidup tanpa dirinya?Â
"Ibunya yang bermasalah. Calon mertuamu itu merasa  tahu diri. Menyadari anaknya yang bukan sarjana dan bukan PNS tidak pantas bersanding denganmu. Dan dia yang hanya pedagang kecil di pasar tak sebanding berbesan dengan ibumu ibu guru yang terhormat, terpandang, disegani masyakat hingga pejabat di kota ini, "astaga ibuku.Â
"Benarkah itu,Buk ?" tanpa sadar aku bersuara sedikit keras. Lalu kubekap mukaku dengan kedua belah tanganku. Ya Tuhan.Â
"Benar! Itu yang dikatakannya kemarin. Nenekmu ikut mendengarkan!" wah wah. .
"Pasti ada sebabnya mengapa ibunya Mas Ken berkata begitu  Sulit kupercaya, Buk! " mataku mulai terasa panas. Jantungku berdetak kencang.Â
"Kenyataannya begitu. Berani -beraninya dia mempermainkan anak gadisku, memutuskan sepihak, mempermalukan keluarga besar kita . Ini penghinaan! Â Memangya siapa mereka? Ibuk malu, Vinaaa...!"suara ibuk bergetar, dadanya naik turun. Sebelah tangannya mengusap pipinya yang basah air mata.Â
Astagaa....sudah lama aku tidak melihat ibu muntah amarah.Â
Wajah ibuku yang biasanya lembut, sekilas tadi kulihat  mengeras.
Tutur kata ibuku yang biasanya halus, tadi sempat  terdengar kasar. Aku tidak mengenali ibuku yang ini. Seperti induk singa yang terluka sedang  mendekap bayinya.Â
Aku takut penyakit darah tnggi ibuku kumat. Bisa gawat.Â