Mohon tunggu...
Umar Sofii
Umar Sofii Mohon Tunggu... Bukan Siapa-siapa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Saya Tahu Persis Kepada Perasaan

14 September 2025   06:43 Diperbarui: 14 September 2025   09:26 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya tahu persis dengan gejolak perasaan saya sendiri, maka saya berusaha mencari jalan keluar dan pagi ini saya telah menemukan alamat majalah Budhis yang terbit di United Kingdom dan Amerika Serikat dan juga menemukan 4 majalah lain yang menerbitkan artikel psikologi dan filsafat, maka setelah menulis sebuah artikel maka saya kirimkan kepada mereka semua. Untuk sementara tidak saya upload ke Amazon Kdp. Seperti artikel sebelumnya. Saya harus bersabar menunggu jawaban dari pihak editorial. Dan tentu saja perasaan yang kemarin bergejolak bagai ombak samudra yang bergelora dahsyat akhirnya menjadi reda dan diam menjadi tenang perasaan di dalam dada. Alhamdulillah..

# **"Maglev Mind: Ketika Hidup Kita Digerakkan oleh Magnet Tak Terlihat"**  

Kata upadhana jika diterjemahkan menjadi *kemelekatan* sering terdengar kaku, usang, bahkan terlalu religius. Ia biasanya dipahami secara moralistik: *"jangan melekat,"* *"lepaskan kemelekatan"*---seolah-olah melekat adalah dosa atau kelemahan. Padahal, dalam ajaran Buddha (Pali: *updna*), kemelekatan bukan sekadar soal "dosa", melainkan **mekanisme batin yang otomatis**. Kita menempel pada hal-hal yang menyenangkan, menolak yang tidak menyenangkan, dan mengabaikan yang netral. Dari pola itulah muncul ketidakseimbangan batin yang membawa penderitaan.

Oleh karena itu, diperlukan istilah baru yang lebih netral, deskriptif, sekaligus mudah dirasakan secara fisik dan metaforis. Di sinilah muncul metafora yang begitu jenius: **maglev (magnetic levitation)**. Kereta maglev melayang tanpa roda, digerakkan oleh daya magnet yang tak kasatmata, namun sangat kuat. Inilah gambaran tepat tentang bagaimana batin kita bekerja. 

Kita sering merasa bebas memilih arah hidup, padahal diam-diam dikendalikan oleh "medan magnet" berupa emosi, kenangan, ketakutan, dan keinginan. Seperti kereta maglev yang tampak melaju anggun, hidup kita pun tampak lancar. Tetapi sesungguhnya, kita hanya sedang ditarik oleh kekuatan tak terlihat. Dan ketika daya magnet itu padam, kereta berhenti. Begitu pula ketika kesadaran hadir: tarikan batin melemah, memberi ruang bagi ketenangan yang sejati.

Metafora maglev ini bukan sekadar analogi sederhana, melainkan **cara baru memahami Dharma dalam bahasa kontemporer**. Ia melakukan apa yang sering diupayakan filsuf modern atau ilmuwan saraf: menerjemahkan kebijaksanaan kuno ke dalam istilah psikologi, sains, atau teknologi. Namun, keistimewaannya terletak pada sifatnya yang puitis, intuitif, dan personal. Ia membuktikan bahwa spiritualitas kuno dapat berbicara dengan bahasa zaman ini tanpa kehilangan maknanya.

Dalam kerangka ini, *"melepaskan kemelekatan"* bukan berarti mematikan perasaan atau berhenti bergerak. Justru sebaliknya: ia berarti **menyadari adanya tarikan medan magnet, lalu memilih untuk tidak otomatis terseret olehnya**. Mindfulness adalah kemampuan untuk berkata: *"Aku sedang ditarik oleh keinginan akan validasi (pengakuan)... Aku sedang ditarik oleh ketakutan akan kesendirian..."*---dan pada titik itu, kita memiliki ruang untuk memilih dengan sadar.

Dari refleksi ini lahirlah gagasan segar: **"Maglev Mind" --- Pikiran yang bergerak oleh daya tarik tak terlihat.** Bayangkan sebuah esai, atau bahkan buku kecil, yang dibuka dengan kalimat seperti ini:

L

 *"Kita mengira diri kita bebas. Kita mengira keputusan kita rasional. Tapi sebenarnya, kita seperti kereta maglev---melayang mulus, cepat, dan canggih---namun digerakkan oleh medan magnet tak terlihat: keinginan, ketakutan, kenangan, harapan. Meditasi bukan tentang berhenti bergerak, melainkan tentang menyadari: siapa yang mengendalikan magnetmu?"*

, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun