Hari Pertama Masuk Sekolah : Momen Spesial yang Tak Sekadar Antar Anak
Hari Pertama Sekolah, Selalu Membekas di Hati
Sejak Menteri Pendidikan kala itu, Anies Baswedan, mencanangkan Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah, Â aku langsung jatuh hati pada ide ini. Setelah anakku memasuki usia sekolah rasanya aku tak pernah melewatkan momen hari pertama masuk sekolah. Apalagi khususnya anak yang benar-benar secara literally baru memulai usia sekolah maka keberadaan orang tua tentu saja bisa membuat anak lebih nyaman ketika dia berada di lingkungan baru.
Makanya aku juga dengan rela akan cuti kerja untuk menikmati momen hari pertama anak sekolah. Ada aroma berbeda setiap kali kalender menandai hari pertama masuk sekolah. Rasanya seperti lembaran baru---bukan hanya bagi anak-anak, tapi juga bagi orangtua.Â
Bukan semata-mata soal formalitas, tapi tentang kehadiran orangtua sebagai bagian dari proses adaptasi anak. Aku ingat betul momen ketika anakku yang pertama masuk sekolah dasar---tatapan matanya penuh rasa ingin tahu, tangannya menggenggam erat jemariku. Lalu, saat dia mulai melambaikan tangan dan berlari ke barisan teman-temannya, aku tahu ini momen yang akan terus aku kenang.
Panggung Budaya dan Senyum Ceria
Sekolah anakku punya tradisi menyenangkan di hari pertama masuk sekolah. Ada penyambutan hangat, dengan berbagai pertunjukan budaya : tarian daerah, lagu-lagu nusantara, bahkan pertunjukan alat musik tradisional. Suasana ini membuat anak-anak merasa disambut, dan para kakak kelas juga menikmati suasana hari pertama masuk sekolah selain melihat adik kelas nan imut juga merasa penasaran siapakah teman sekelasnya di kelas yang baru.
Tak jarang aku melihat anak-anak yang awalnya menempel erat ke orangtuanya, tiba-tiba ikut tersenyum dan menari kecil ketika pertunjukan dimulai. Budaya bukan sekadar tontonan, tapi jembatan untuk mencairkan suasana serta menambah wawasan anak-anak secara tak langsung
Tantangan Baru : Dua Anak, Dua Sekolah, Dua Waktu
Tahun ini, anakku yang sulung masuk SMP, sementara adiknya naik ke kelas 5 SD. Kalau dulu mereka berada dalam satu lingkungan sekolah dan kini berebda. Aku mulai pusing memikirkan logistik : siapa dulu yang diantar? Jam masuknya sama. Jarak sekolahnya tak searah. Dan tentu saja, aku ingin keduanya merasa didampingi.
Aku sadar, ini bukan hanya soal mengantar fisik, tapi tentang menanamkan pesan bahwa aku selalu dapat diandalkan di momen penting anak-anak.