Mohon tunggu...
Ulfie Hasanie
Ulfie Hasanie Mohon Tunggu... Guru

Guru SD

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teaching at the Right Level: Tantangan Kurikulum Merdeka dan Keselarasan Hasil Belajar

8 Oktober 2024   11:08 Diperbarui: 8 Oktober 2024   11:17 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurikulum Merdeka merupakan sebuah terobosan dalam sistem pendidikan Indonesia yang menekankan pada fleksibilitas dan pembelajaran yang relevan dengan kemampuan siswa. Salah satu pendekatan yang diterapkan adalah Teaching at the Right Level (TaRL), sebuah metode yang pertama kali diadopsi dari India. Namun, jika ditinjau lebih dalam, filosofi ini sejatinya sudah lama tercermin dalam gagasan pendidikan Indonesia, khususnya dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan nasional. Penerapan TaRL dan filosofi Dewantara dalam Kurikulum Merdeka menjadi upaya penting untuk menciptakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan setiap siswa. Pendidikan yang sesuai dengan kodrat anak dan kodrat zaman akan menghasilkan individu yang mampu berkontribusi secara optimal.

Filosofi TaRL dan Keterkaitannya dengan Ki Hajar Dewantara

Teaching at the Right Level pertama kali diperkenalkan oleh Pratham Foundation di India pada awal 2000-an untuk mengatasi kesenjangan dalam keterampilan literasi dan numerasi. Pendekatan ini menekankan pentingnya mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan belajar mereka, bukan hanya berdasarkan usia atau kelas. Melalui metode ini, guru dapat memberikan instruksi yang lebih tepat sasaran, sehingga setiap siswa memiliki kesempatan untuk belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Di sisi lain, pemikiran Ki Hajar Dewantara juga sangat relevan dalam konteks ini. Beliau mengedepankan prinsip pendidikan yang menghormati kodrat alam anak dan menyesuaikan dengan perkembangan mereka. Semboyan "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani" menekankan bahwa peran guru adalah memfasilitasi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Filosofi ini sejalan dengan prinsip TaRL, di mana guru berperan sebagai pendamping yang menyesuaikan pengajaran dengan tingkat kemampuan setiap individu.

Tantangan Penilaian Hasil Belajar dalam Konteks TaRL

Salah satu tantangan utama dalam penerapan TaRL di Kurikulum Merdeka adalah keselarasan antara metode pengajaran dan sistem penilaian formal seperti rapor dan ijazah. Di Indonesia, penilaian hasil belajar siswa sering kali bersifat standar, di mana nilai-nilai disajikan dalam bentuk angka yang seragam untuk semua siswa. Sistem ini tidak sepenuhnya mencerminkan proses pembelajaran yang terjadi di kelas melalui metode TaRL.

Dalam pendekatan TaRL, siswa mungkin belajar pada level yang berbeda meskipun mereka berada di kelas yang sama. Namun, ketika hasil pembelajaran dituangkan dalam bentuk rapor atau ijazah, tantangan muncul. Penilaian formal yang hanya mengandalkan angka sering kali tidak memperlihatkan kemajuan individual yang dicapai melalui pembelajaran yang disesuaikan. Hal ini dapat memicu kebingungan, terutama saat siswa berpindah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, di mana nilai rapor menjadi tolak ukur utama penerimaan.

Solusi Menuju Penilaian yang Lebih Komprehensif

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan reformasi dalam sistem penilaian. Jika Kurikulum Merdeka benar-benar ingin mengadopsi filosofi TaRL dan gagasan Ki Hajar Dewantara, maka sistem penilaian juga harus mencerminkan pendekatan yang lebih komprehensif dan individual. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah mengembangkan rapor deskriptif yang tidak hanya mencatat nilai angka, tetapi juga mencakup deskripsi kemajuan belajar siswa. Pendekatan ini memungkinkan guru dan orang tua untuk melihat perkembangan siswa secara holistik.

Selain itu, proses transisi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi perlu mempertimbangkan portofolio pembelajaran siswa, bukan hanya nilai akhir. Dengan demikian, siswa yang telah berkembang melalui pembelajaran yang terdiferensiasi tidak akan terhambat oleh standar penilaian yang seragam.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun