Mohon tunggu...
ULFIANA
ULFIANA Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Gizi Universitas Hasanuddin

Saya seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di program studi Ilmu Gizi Fakultas Keesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Inovasi Produk Pangan Fungsional Berbasis Biofortifikasi Eucheuma Cottonii Menggunakan Model Pentahelix untuk Penanganan Stunting di Kabupaten Pangkep

25 September 2025   18:49 Diperbarui: 25 September 2025   18:49 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Permasalahan ketahanan pangan dan gizi telah menjadi isu global dalam satu dekade terakhir. Meskipun, produksi pangan terus meningkat secara global, kelaparan masih menjadi masalah berkepanjangan. Pada tahun 2023, lebih dari 700 juta orang mengalami kekurangan gizi, mayoritas di antaranya tinggal di Asia (FAO, 2024). Di Indonesia, permasalahan gizi, khususnya stunting, masih menjadi perhatian serius. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan prevalensi stunting menurun menjadi 19,8% dari tahun-tahun sebelumnya (Kemenkes, 2025). Namun, angka ini masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 pada tahun 2029, yaitu sebesar 14,2%. Sementara itu, prevalensi stunting di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan mencapai 22,7% (SSGI, 2024). Angka ini melebihi prevalensi nasional, mengindikasikan bahwa stunting merupakan masalah signifikan di Kabupaten Pangkep.

Berbagai program intervensi telah dilakukan di Kabupaten Pangkep, seperti Laras Hati (edukasi lintas OPD dan pemberian PMT pada balita stunting), Mega Macca (pemenuhan gizi 1000 HPK), serta Perahu Sehat Pulau Bahagia (Pelayanan puskesmas secara mobile di wilayah kepulauan). Namun, menurut penelitian Idrus et al. (2025), intervensi ini masih belum optimal karena komunikasi lintas sektor yang kurang efektif dan distribusi PMT yang belum tepat sasaran. Hal ini mengindikasikan perlunya sinergitas lintas sektor dan pemanfaatan kearifan lokal dalam penanganan masalah stunting.

Salah satu potensi lokal yang dapat dimanfaatkan adalah rumput laut Eucheuma cottonii, komoditas unggulan Sulawesi Selatan yang produksinya mencapai 202.552 ton per tahun di Kabupaten Pangkep (DKP Sulsel, 2016). Meskipun, Eucheuma cottonii kaya serat pangan dan berpotensi sebagai sumber protein, serta zat gizi mikro esensial, kandungan zat gizi spesifik, seperti protein, zat besi, seng, dan beta-karoten di dalamnya masih relatif rendah untuk mencegah stunting. Selain itu, pemanfaatan hasil budidaya Eucheuma cottonii masih belum optimal karena hasil panen umumnya dijual mentah atau kering tanpa pengolahan lebih lanjut sebagai bahan pangan.

Menyikapi hal tersebut, biofortifikasi sangat diperlukan untuk meningkatkan kandungan protein, zat besi, seng, dan beta-karoten pada Eucheuma cottonii. Biofortifikasi merupakan pendekatan inovatif untuk meningkatkan kandungan nutrien melalui teknik agronomis dan suplementasi mikroelemen. Pendekatan biofortifikasi diintegrasikan dengan konsep diversifikasi pangan berbasis Eucheuma cottonii yang difortifikasi untuk meningkatkan gizi kelompok rentan. Implementasinya adalah produk yang mudah diterima, seperti MP-ASI untuk mencegah stunting, jeli bergizi tinggi untuk ibu hamil, serta kerupuk rumput laut untuk remaja putri.

Inovasi produk hilir ini akan diekselerasi melalui pendekatan model pentahelix yang melibatkan pemerintah, masyarakat, sektor swasta, akademisi, dan media. Pendekatan ini menekankan pada sinergitas berbagai lintas sektor dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya penanganan stunting. Pendekatan ini diyakini mampu mengatasi kelemahan intervensi yang telah dijalankan dengan menciptakan solusi berbasis kearifan lokal, mendorong kemandirian ekonomi, dan memastikan program dapat diterima serta dijalankan secara berkelanjutan oleh masyarakat. Dengan adanya inovasi ini, diharapkan angka stunting di Kabupaten Pangkep dapat menurun secara signifikan sekaligus meningkatkan ketahanan pangan, nilai tambah ekonomi, dan kualitas hidup masyarakat pesisir secara berkelanjutan.

ISI

Biofortifikasi merupakan pendekatan inovatif untuk meningkatkan kandungan zat gizi Eucheuma cottonii yang tergolong rendah. Salah satu pilar ketahanan pangan, yaitu pemanfataan pangan.  Eucheuma cottonii merupakan sumber serat pangan yang tinggi dan berpotensi sebagai sumber protein, tetapi selama ini pemanfataannya terbatas pada penjualan mentah atau kering tanpa pengolahan lebih lanjut sebagai bahan pangan (Thahirah, 2024). Kandungan zat gizi dalam rumput laut Eucheuma cottonii dapat bervariasi tergantung pada varietas, metode penanganan, umur panen, dan kondisi lingkungan perairan tempat budidaya dilakukan (Safia et al., 2020). Eucheuma cottonii mengandung seng sebesar 0,106 mg per 100 gram, zat besi dalam cookies menggunakan olahan tepung terigu rumput laut Eucheuma cottonii sebesar 42 ppm, beta-karoten sebesar 0,09 ppm, dan kandungan protein sebesar 1,90 gram per 100 gram bahan. Dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi, kandungan zat gizi spesifik dalam Eucheuma cottonii relatif rendah. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan biofortifikasi untuk meningkatkan nilai gizinya. Upaya ini dapat dilakukan dengan pendekatan agronomi ditingkat hulu yang diintegrasikan dengan pengembangan produk olahan berbasis Eucheuma cottonii yang dibiofortifikasi ditingkat hilir untuk pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, terutama kelompok rentan. Inovasi ini didukung oleh pendekatan pentahelix guna memastikan keberlanjutan program dan meingkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam penanganan stunting.

Strategi Optimalisasi Budidaya Eucheuma cottonii Melalui Biofortifikasi

Strategi biofortifikasi agronomi untuk meningkatkan kandungan zat besi (Fe) dan seng (Zn) yang masih jauh dari AKG (Laili, et.al. 2023) akan diterapkan menggunakan nano-pupuk berbasis hydrogel biodegradable. Penelitian oleh Bhardwaj et al., (2024) menunjukkan bahwa hidrogel ini mampu melepaskan sekitar 50% ion Zn dan Cu dalam 10 hari pertama, diikuti oleh fase pelepasan lanjutan yang menjamin ketersediaan nutrien secara berkelanjutan sepanjang siklus pertumbuhan tanaman. Teknik ini memanfaatkan alginate hydrogel sebagai media pembawa (carrier) bagi nanopartikel ZnO dan γFe₂O₃. Penggunaan γFe₂O₃ (maghemite) NPs pada tanaman mampu meningkatkan bioavailabilitas besi secara signifikan.

Alginat merupakan biopolimer alami yang dapat mengenkapsulasi nutrien. Proses ini menghasilkan butiran kecil (1–5 mm) yang menyimpan ion Zn dan Fe dan mampu melepasnya secara bertahap di lingkungan perairan. Pendekatan ini diintegrasikan melalui metode budidaya long-line di Kabupaten Pangkep. Pupuk diformulasikan dengan mencampurkan larutan sodium alginate dengan larutan ZnSO₄ dan FeSO₄, kemudian diteteskan ke dalam larutan kalsium klorida (CaCl₂)untuk membentuk butiran gel. Butiran ini kemudian dimasukkan dalam kantong biodegradable yang diikat pada tali budidaya atau disisipkan di antara bibit. Hydrogel akan menyerap air laut dan secara perlahan melepaskan ion Fe dan Zn yang akan diserap oleh talus rumput laut. Proses ini didukung oleh kondisi perairan Pangkep (suhu 28–30°C, salinitas 30–35 ppt, arus ringan) dan tidak meninggalkan limbah sintetis.

Adapun, inovasi untuk meningkatkan kandungan beta-karoten pada Eucheuma cottonii yang juga tergolong rendah dapat dilakukan melaui inovasi manipulasi intensitas cahaya. Secara biologis, cahaya tinggi memicu biosintesis karotenoid sebagai respons adaptif. Dalam implementasinya, rumput laut dibudidayakan pada kedalaman ±60 cm, kemudian lima hingga tujuh hari sebelum panen, tali dinaikkan ke kedalaman ±30 cm. Paparan cahaya lebih tinggi pada fase akhir ini bertujuan untuk menginduksi sintesis beta-karoten secara maksimal. Kondisi ini juga diintegrasikan dengan kualitas air yang optimal (Marsaude et al., 2023). Selanjutnya, untuk meningkatkan kandungan protein, akan diterapkan Sistem Akuakultur Multi-Trofik Terintegrasi (IMTA). Dalam sistem ini, Eucheuma cottonii akan dibudidayakan bersama spesies lain seperti ikan atau udang. Rumput laut akan secara efisien menyerap kelebihan nitrogen dan fosfor dari limbah budidaya spesies tersebut, yang tidak hanya meningkatkan kualitas air tetapi juga secara signifikan meningkatkan kandungan protein pada rumput laut itu sendiri.

Pengembangan Produk Pangan Fungsional berbasis Eucheuma cottonii untuk Kelompok Rentan

Diversifikasi produk pangan dilakukan melalui pengembangan produk pangan fungsional berbasis Eucheuma cottonii yang telah dibiofortfifikasi untuk mengatasi masalah gizi spesifik pada kelompom rentan. Adapun, strategi diversifikasi produk pangan pada tiga kelompok sasaran kelompok rentan, yakni model diversifikasi dirancang berdasarkan prinsip inovasi, adaptabilitas (penerimaan), dan efektivitas zat gizi.

Model diversifikasi produk menargetkan tiga kelompok rentan, yakni balita, ibu hamil, dan remaja putri. Untuk balita, dikembangkan produk Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) berupa biskuit. Biskuit dipilih karena umumnya disukai oleh balita dan dapat berfungsi sebagai finger food untuk melatih motorik. Substitusi tepung Eucheuma cottonii terbukti dapat meningkatkan kandungan serat dan mineral pada biskuit (Hidayat et al., 2019). Dengan upaya biofortifikasi dalam meningkatkan kandungan zat besi dan seng, biskuit balita ini dapat menjadi sumber zat besi dan seng yang sangat krusial untuk mencegah stunting. Selain itu, beta karoten yang ditingkatan, menjadi pro-vitamin A yang akan diubah menjadi vitamin A sehingga dapat menjadi sumber vitamin A untuk memenuhi kebutuhan asupan vitamin A pada balita.

Adapun, untuk ibu hamil berupa minumam jeli bergizi tinggi. Minuman jeli siap minum yang menyegarkan menggunakan karagenan Eucheuma cottonii sebagai agen pembentuk jeli alami. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi, minuman ini dikombinasikan dengan pure buah lokal yang kaya akan vitamin C. Produk ini kaya akan serat pangan dan zat gizi esensial lain, seperti kalsium, yodium, kalium, dan zat bioaktif lainnya yang dapat mendukung kesehatan secara keseluruhan (Nurjanah et al., 2016). Serat pangan juga berperan dalam menjaga kesehatan usus, yang merupakan kunci penyerapan gizi yang optimal.

Selanjutnya, produk kerupuk rumput laut panggang ditergetkan kepada remaja putri. Kerupuk ini menggunakan tepung rumput laut Eucheuma cottoni yang ditingkatkan zat gizinya. Kandungan zat gizi di dalamnya, terutama zat besi sangat penting untuk mencegah anemia pada remaja. Dalam pengolahan tepung rumput laut, perlu diperhatikan suhu pengeringan agar tidak merusak senyawa bioaktif, seperti antioksidan (Lim et al., 2018). Selain itu, dilakukan perubahan proses dari penggorengan menjadi pemanggangangan sehingga secara signifikan mengurangi kalori dan lemak jenuh.

Model Pentahelix sebagai Strategi Implementasi

Keberhasilan inovasi pangan fungsional berbasis biofortifikasi Eucheuma cottoni untuk menurunkan prevalensi stunting memerlukan sinergitas berbagai lintas sektor untuk memastikan inovasi ini dapat diimplemetasikan. Model pentahelix menjadi kerangka kolaborasi yang tepat untuk memastikan inovasi ini dapat diimplementasikan di Kabupaten Pangkep secara berkelanjutan.

Pemerintah

Pemerintah pusat dan daerah sebagai pembuat kebijakan dan akselerator menjadi penggerak utama untuk keberhasilan inovasi ini. Di tingkat pusat, pemerintah membuat regulasi tentang produk pangan sebagai upaya penurunan stunting,  menyediakan anggaran nasional dan mendorong integrasi program ini ke dalam agenda strategis nasional penurunan stunting. Sementara itu, pemerintah daerah berperan sebagai eksekutor dengan langkah konkrit yang dilakukan, meliputi integrasi produk pangan fungsional berbasis biofortifikasi Eucheuma cottonii, yakni biskuit balita sebagai MP-ASI, minuman jeli untuk ibu hamil, dan kerupuk panggang untuk remaja putri ke dalam program pemberian makanan tambahan (PMT) di posyandu dan sekolah sehinga menciptakan permintaan sealigus menjamin akses bagi kelompok rentan. Untuk memastikan program tepat sasaran, pemerintah juga perlu menyediakan monitoring dan evaluasi secara berkala melalui sistem digitalisasi yang dilaporkan oleh posyandu dan sekolah, yang dapat diakses oleh masyarakat untuk memastikan transparansi.

Selain itu, pemerintah berperan untuk memfasilitasi penyediaan peralatan dan bahan biofortifikasi agronomi, serta memberikan pelatian kepada petani rumput laut dan kelompok pembudidaya. Pendekatan ini memastikan para petani rumput laut mampu menghasilkan bahan baku berkualitas tinggi secara mandiri, sehingga rantai pasok tetap stabil dan berkelanjutan. 

Akademisi

Akademisi dan lembaga riset berperan sebagai pusat inovasi dan penjamin kualitas ilmiah dalam inoasi pengembangan produk pangan fungsional berbasis biofortifikasi Eucheuma cottonii. Peran akademisi dimulai dari riset mendalam mengenai biofortifikasi pada Eucheuma cottoni melalui teknologi nano-partikel untuk meningkatkan kandungan zat besi dan seng, manipulasi intensitas cahaya untuk meningkatkan sintesis beta karoten, dan sistem IMTA untuk meningkatkan kandungan protein. Hasil penelitian kemduian diimpelentasikan menjadi produk pangan fungsional untuk kelompok rentan, yakni biskuit balita, minuman jeli, dan kerupuk rumput laut panggang. 

Selain itu, akademsi dan lembaga riset bertanggung jawab untuk melakukan uji organoleptik, uji penerimaan (acceptability test), serta analisis mutu gizi untuk memastikan produk aman, bergizi, dan dapat diterima oleh target konsumen. Dalam hal ini akademisi dapat menjalin kerja sama dengan BPOM untuk melakukan uji keamanan pangan, registrasi produk, dan penerbitan izin edar sehingga produk yang diproduksi memnuhi standar nasional, aman untuk dikonsumsi, dna meningkatkan kepercayaan konsumen. Akademisi juga berperan sebagai edukator dan pendampingan teknologi kepada petani rumput laut, UMKM, kelompok masyarakat, dan pemerintah daerah untuk memastikan produksi dapat dilakukan secara mandiri, terstandardisasi, dan berkelanjutan. 

Sektor Swasta

Menjalin kerja sama dengan sektor swasta menjadi langkah krusial dalam mendukung keberhasilan penanganan stunting dengan inovasi produk pangan fungsional berbasis biofortifikasi. Program Corporate Social Responsibility (CSR) dapat diarahkan secara lebih terarah, tidak hanya sebatas bantuan dana, tetapi sebagai mitra jangka panjang yang mendorong kemandirian lokal. Perusahaan swasta dapat berkontribusi dalam pendanaan riset biofortifikasi, pengadaan bahan dan peralatan biofortifikasi sampai penyediaan modal awal bagi UMKM yang memproduksi biskuit balita, jeli ibu hamil, dan kerupuk panggang untuk remaja putri. Kolaborasi dapat dilakukan dengan perusahaan swasta, khususnya industri pangan, perusahaan distribusi dan retail, serta starup teknolgi pangan.

Selain itu, perusahaan dapat memanfaatkan jaringan distribusi mereka untuk memastikan produk pangan fungsional biofortifikasi menjangkau seluruh wilayah secara nasional sehingga akses pangan bergizi semakin merata. Dukungan sektor swasta juga dapat diperluas ke ranah edukasi dengan membiayai kampanye kreatif di media sosial atau media massa, yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya konsumsi pangan bergizi. Agar kolaborasi ini berkelanjutan, pemerintah dapat memberikan insentif seperti pengurangan pajak atau kemudahan perizinan bagi perusahaan yang berkontribusi aktif. Dengan demikian, CSR bertransformasi dari sekadar kegiatan filantropi menjadi motor penggerak ekosistem pangan fungsional yang mampu menurunkan angka stunting secara nyata dan berkelanjutan.

Komunitas

Dalam model pentahelix, komunitas menjadi subjek utama dan agen perubahan yang paling menentukan keberhasilan di tingkat hulu. Sinergitas dari berbagai elemen masyarakat adalah kunci agar inovasi ini diadopsi menjadi kebiasaan dan budaya baru yang berkelanjutan. Peran ini dijalankan secara sinergis oleh beberapa pilar utama di Kabupaten Pangkep, yaitu sebagai berikut.

Petani Rumput Laut

Para petani rumput laut merupakan penggerak awal dari seluruh proses. Melalui pendampingan dari akademisi dan fasilitasi dari pemerintah dan swasta, petani rumput laut dapat mengadopsi teknologi biofortifikasi untuk menghasilkan bahan baku yang unggul. Keterlibatan petani rumput laut tidak hanya memastikan ketersediaan bahan baku berkualitas, tetapi juga meningkatkan nilai jual hasil panen, yang secara langsung berdampak pada peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga masyarakat pesisir. 

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)

Kelompok perempuan yang tergabung dalam PKK menjadi penggerak utama dalam proses pengolahan. Kelompom PKK yang akan dilatih untuk mengubah rumput laut biofortifikasi menjadi produk pangan fungsional, seperti biskuit, minuman jeli, dan kerupuk rumput laut panggang yang sesuai standar mutu dan gizi. Inovasi ini dirancang untuk dapat berkembang menjadi Unit Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) baru yang dikelola secara profesional, sehingga menciptakan sumber pendapatan berkelanjutan dan memberdayakan perempuan secara ekonomi. 

Posyandu

Posyandu memiliki peran krusial sebagai distributor produk ke sasaran utama, yakni balita dan ibu hamil. Para kader Posyandu tidak hanya memberikan biskuit dan minuman jeli saat hari penimbangan, tetapi juga menjadi edukator gizi yang paling dekat dengan masyarakat. Kader posyandu dapat memberikan penyuluhan tentang pentingnya pangan fungsional ini dalam mencegah stunting, memastikan produk dikonsumsi dengan benar, dan memantau perkembangannya. 

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (DPPA) Pangkep

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA) Kabupaten Pangkep berperan sebagai koordinator penggerak inovasi ini di tingkat komunitas. DPPA memfasilitasi pelatihan bagi kelompok PKK, memastikan sinergitas secara aktif antara petani rumput laut, unit produksi (UMKM), dan Posyandu, serta membantu dalam monitoring dan evaluasi program di lapangan. DPPA berperan untuk memastikan bahwa seluruh elemen komunitas bergerak secara harmonis menuju tujuan yang sama. 

Media

Media konvensional dan digital berperan untuk menggandakan dampak program. Fungsi utama media adalah menyebarkan pesan positif melalui kampanye yang terencana, seperti kampanye bebas stunting. Dengan membuat konten edukasi yang mudah dipahami, seperti video pendek, infografis,poster, carousel atau podcast sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi. Selain itu, media juga memperkenalkan produk pangan fungsional ini secara luas. Langkah ini bertujuan untuk mendorong perubahan perilaku kesehatan di masyarakat dan membangun dukungan publik yang kuat. 

Kesimpulan

Optimalisasi penanganan stunting di Kabupaten Pangkep memerlukan pendekatan yang lebih inovatif, terintegrasi, dan berbasis kearifan lokal. Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii yang dibiofortifikasi menjadi sumber pangan fungsional merupakan solusi strategis untuk meningkatkan asupan gizi pada kelompok rentan, yakni balita, ibu hamil, dan remaja putri. Inovasi produk seperti biskuit balita, minuman jeli bergizi, dan kerupuk rumput laut panggang menjadi penghubung antara hasil riset dan kebutuhan gizi masyarakat.

Keberlanjutan program ini dijamin melalui penerapan model pentahelix, yang melibatkan peran aktif pemerintah, akademisi, sektor swasta, komunitas, dan media. Sinergi lintas sektor ini memastikan ketersediaan bahan baku, transfer teknologi, hilirisasi produk, pemberdayaan UMKM lokal, serta sosialisasi yang efektif kepada masyarakat. Dengan adanya inovasi ini, diharapkan Kabupaten Pangkep tidak hanya mampu menurunkan prevalensi stunting, tetapi juga menciptakan ekosistem pangan fungsional yang berkelanjutan, memberdayakan ekonomi lokal, dan menjadi model percontohan nasional dalam penanganan stunting berbasis potensi daerah.

Referensi

  • Bappenas. 2025. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029. Kementerian PPN. Jakarta.
  • Bhardwaj, A. K., Arya, G., Kumar, R., et al. 2022. Switching To Nanonutrients for Sustaining Agroecosystems and Environment: The Challenges and Benefits in Moving Up from Ionic to Particle Feeding. Journal of Nanobiotechnology. 20 (1):19.
  • Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 2024. Hunger Numbers Stubbornly High for Three Consecutive Years As Global Crises Deepen: UN Report. URL: https://www.fao.org/americas/news/news- detail/sofi-2024/en. Diakses tanggal 12 Juli 2025.
  • Hidayat, T. dan Pratama, Y. 2019. Formulasi Biskuit dengan Substitusi Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) sebagai Makanan Tambahan untuk Balita Gizi Kurang. Jurnal Gizi dan Pangan. 14 (1):29-36.
  • Idrus, S.A.G., Patimah, S., Batara, A.S., et al. 2025. Strategi Implementasi Kebijakan Program Percepatan Penurunan Prevalensi Stunting di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Journal of Aafiyah Health Research (JAHR). 6 (2):118-130.
  • Kementerian Kesehatan RI. 2025. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 Dalam Angka. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
  • Kementerian Kesehatan RI. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
  • Lim, C., Yusoff, F.M., Shariff, M. dan Kamarudin, M.S. 2018. Nutritional composition and antioxidant properties of Kappaphycus alvarezii and Eucheuma denticulatum. Journal of Applied Phycology. 30 (4):2415-2425.
  • Provinsi Sulawesi Selatan. 2016. Data Komoditi Unggulan Provinsi Sulawesi Selatan 2014-2016. URL: https://sulselprov.go.id/pages/komoditas-unggulan-rumput-laut. Diakses tanggal 25 September 2025.
  • Laili, R.D., Ethasari, R.K., dan Saidah, Q.I. 2023. Analisis Kandungan Zat Besi dan Kalsium Pada Biskuit dengan Penambahan Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Agritekno: Jurnal Teknologi Pertanian. 12 (2):98-105.
  • Thahirah, K. 2024. Nasib Petani Rumput Laut yang Terombang-ambing. URL: https://mongabay.co.id/2024/09/04/nasib-petani-rumput-laut-yang-terombang- ambing/. Diakses tanggal 21 Juli 2025.
  • Toana, A. A., & Rowa, H. (2024). Model Partisipasi Penta Helix dalam Penanganan Stunting di Kota Depok: Hambatan, Strategi, dan Tantangan Penguatan Kesejahteraan Sosial. Indonesian Journal of Humanities and Social Sciences, 5(4), 2145-2158.
  • Marsaude, A., Sukainah, A., dan Patang. 2023. Kajian Kualitas Perairan Pada Lahan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma Cottoni) di Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep. Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran. 6 (4): 1325- 1332.
  • Nurjanah, Abdullah, A. dan Suwandi, R. 2016. Nilai Gizi dan Sifat Fungsional Rumput Laut Segar dan Kering dari Pesisir Pantai Banten. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 19 (3):230-240.
  • Safia, W., Budiyanti, dan Musrif. 2020. Kandungan Nutrisi dan Senyawa Bioaktif Rumput Laut (Eucheuma cottonii) yang Dibudidayakan dengan Teknik Rakit Gantung pada Kedalaman Berbeda. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 23 (2): 261-271.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun