Mohon tunggu...
Uky Yudatama
Uky Yudatama Mohon Tunggu... Dosen Teknik Informatika UNIMMA

Bidang kepakaran pada Tata Kelola dan Infrastuktur TI serta Manajemen Informasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mahasiswa Teknik Informatika UNIMMA Hasilkan Karya Bermanfaat: Inovasi Forcasting Untuk Optimasi Stock Suku Cadang

7 Agustus 2025   15:32 Diperbarui: 7 Agustus 2025   15:32 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah geliat industri otomotif, satu pertanyaan klasik sering muncul di benak para pelaku usaha: bagaimana memastikan ketersediaan stok suku cadang yang selalu tepat, tanpa kelebihan atau kekurangan? Pertanyaan ini rupanya juga menjadi 'PR' besar bagi salah satu perusahaan otomotif ternama di wilayah Kedu, khususnya di Outlet.

"Teknologi bukan hanya milik perusahaan besar. Mahasiswa pun bisa memberi solusi konkret lewat riset dan inovasi."

Mengapa Stok Suku Cadang Selalu Jadi Masalah?

Jika Anda pernah berkunjung ke bengkel resmi, pasti akrab dengan aktivitas bongkar pasang suku cadang. Namun, di balik itu, ada tim yang bekerja keras memastikan setiap komponen tersedia. Di wilayah Kedu, tantangan utama mereka adalah tingginya permintaan, ditambah jarak yang jauh dari pusat distribusi dan absennya aplikasi stok yang bisa dipantau secara real-time.

Sampai beberapa tahun lalu, prediksi kebutuhan suku cadang masih mengandalkan 'feeling' dan pengalaman staf lama, dengan kata lain, kira-kira saja. Hasilnya, tak jarang stok menumpuk atau justru kosong di saat paling dibutuhkan.

"Seringkali, masalah klasik justru menuntut jawaban yang sederhana namun tepat sasaran."

Dari 'Feeling' ke Data: Saatnya Mengandalkan Forecasting

Permasalahan klasik inilah yang coba dijawab melalui riset yang dilakukan oleh mahasiswa Teknik Informatika UNIMMA dengan Bimbimngan Dr. Uky Yudatama, S.Si., M.Kom., M.M. Intinya, solusi modern adalah dengan memanfaatkan data penjualan dan metode forecasting alias peramalan. Salah satu teknik yang kami pakai adalah Single Moving Average (SMA), atau rata-rata bergerak sederhana. Metode ini menghitung rata-rata penjualan dalam beberapa bulan terakhir untuk memperkirakan kebutuhan bulan berikutnya. Praktis, mudah diterapkan, dan ternyata cukup akurat!

Bagaimana Prosesnya?

Langkah pertama, data penjualan 30 suku cadang terlaris di Outlet dikumpulkan dari laporan penjualan selama dua tahun. Setelah itu, kami bandingkan dua metode peramalan: metode konvensional (berbasis pengalaman) vs. metode SMA.

Hasilnya? Menggunakan parameter Mean Absolute Deviation (MAD) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) untuk mengukur akurasi, SMA terbukti lebih presisi. Pada beberapa kasus, tingkat error metode konvensional bisa mencapai 83%, sementara dengan SMA error terkecil bahkan bisa 0%! Data visualisasi dalam aplikasi juga memperjelas perbandingan antara prediksi dan realisasi.

"Data bukan sekadar angka. Ia adalah peta yang menuntun pengambil keputusan menuju langkah yang lebih tepat."

Praktik di Lapangan: Aplikasi Inventori Berbasis Web

Tak sekadar teori, implementasi dilakukan lewat aplikasi inventori yang bisa diakses secara online. Di dalamnya, staf dapat memantau grafik penjualan aktual dan hasil peramalan, sekaligus mendapatkan analisis error secara otomatis. Praktis, efisien, dan semua data bisa dipantau langsung, bahkan dari luar kantor.

Apa Makna Inovasi Ini?

Perubahan pola pikir dari 'berdasarkan pengalaman' ke 'berbasis data' ternyata membawa dampak besar. Bukan cuma soal efisiensi stok dan menekan biaya, tapi juga menciptakan budaya kerja baru: menghargai data dan terus berinovasi.

"Inovasi itu sederhana: cukup berani mengubah kebiasaan lama dengan solusi baru berbasis data."

Di era digital seperti sekarang, masalah klasik ternyata butuh jawaban modern. Siapa sangka, Single Moving Average yang sederhana bisa menjadi kunci mengatasi problem menahun dalam manajemen suku cadang otomotif.

Refleksi: Kapan Kita Pindah dari 'Feeling' ke Data?

Studi kecil di wilayah Kedu ini menjadi bukti bahwa teknologi, berapapun sederhananya, akan memberikan dampak jika diterapkan dengan tepat. Barangkali, inilah saatnya bagi banyak bisnis lain untuk bertanya, "Sudahkah kita mengambil keputusan berbasis data, bukan lagi sekadar naluri?"

"Keputusan besar sering lahir dari keberanian membaca data secara jujur."

Karena, seperti kata pepatah lama yang kini makin relevan: data never lies.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun