Di era digital yang serba cepat ini, hampir setiap organisasi berlomba-lomba mengadopsi Teknologi Informasi (TI) demi meningkatkan kinerja dan efisiensi. Namun, tahukah Anda, meskipun sudah banyak teori dan pelatihan soal Tata Kelola TI (IT Governance), realisasinya di lapangan kerap jauh dari harapan?
Sebuah riset yang dilakukan oleh tim dari Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) yang diketuai oleh Dr. Uky Yudatama, S.Si., M.Kom., M.M. dosen Teknik Informatika telah mengupas tuntas mengapa gap alias “jurang” antara teori dan praktik IT Governance masih saja terjadi di banyak organisasi. Artikel ilmiah ini mencoba merangkai benang kusut tersebut dengan pendekatan yang lebih mendalam dan hasilnya sungguh menarik untuk kita renungkan bersama.
Mengapa Implementasi IT Governance Sering Gagal?
Para peneliti mengidentifikasi tujuh faktor utama yang menjadi penghambat keberhasilan implementasi tata kelola TI. Bukan hanya sekadar soal teknis, namun lebih pada faktor-faktor manusia dan budaya organisasi. Berikut ini beberapa temuan kunci mereka:
- Kurangnya komunikasi yang efektif antara semua pihak terkait implementasi IT Governance. Padahal komunikasi adalah jantung dari perubahan di organisasi mana pun.
- Tidak jelasnya tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang berkaitan dengan tata kelola TI. Seringkali, staf merasa gamang dan bingung soal peran mereka dalam proses transformasi digital.
- Minimnya kepercayaan pimpinan terhadap bawahan. Ini ibarat tim sepakbola yang kaptennya tak percaya pada para pemainnya sendiri.
- Ego eksekutif yang tinggi, sehingga mereka lebih sering menggunakan cara sendiri ketimbang mengikuti panduan yang sudah disusun bersama.
- Asumsi bisnis yang kaku dan usang, membuat organisasi gagal beradaptasi dengan dinamika teknologi.
- Keraguan pimpinan terhadap nilai tambah TI. Kalau para pengambil keputusan saja masih setengah hati, bagaimana bawahan akan sepenuh hati menjalankan?
- Ketidakkonsistenan stakeholder dalam menegakkan kebijakan dan strategi TI yang sudah ditetapkan.
“Komunikasi yang buruk dan ego yang tinggi adalah dua penghambat utama implementasi tata kelola TI. Seringkali, teknologi bukan masalah utama, tetapi pola pikir dan relasi antar manusia.”
Antara Driver dan Dependen
Hasil riset menarik lainnya, dua faktor utama yaitu komunikasi (IG1) dan ego eksekutif (IG4), ternyata menjadi “driver” alias faktor yang sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor lainnya. Sementara faktor seperti kepercayaan pimpinan (IG3), keraguan pimpinan (IG6), dan konsistensi stakeholder (IG7) lebih bersifat dependen, alias sangat bergantung pada faktor lain.
Artinya, bila dua hal tadi komunikasi dan ego eksekutif bisa diatasi, kemungkinan besar faktor penghambat lain juga bisa diminimalisir. Simpelnya: transformasi digital bukan soal tools atau software canggih, tapi lebih pada manusia dan pola pikirnya.
“Transformasi digital pada akhirnya adalah transformasi manusia bukan sekadar teknologi.”
Belajar dari Hasil Penelitian