Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Akal dan hubungan paralel dengan alam

12 Oktober 2025   08:41 Diperbarui: 12 Oktober 2025   08:41 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : Arrahim.ID

HUBUNGAN AKAL DENGAN ALAM

Mengapa akal bisa berpikir sistematik, Apa hubungannya dengan alam ?
Bisakah karakter akal yg sistematik tsb muncul andai alam berjalan secara chaos-tak beraturan-tanpa hukum ?

Analisa soal ini akan membuat kita faham hubungan eksistensial antara akal dengan alam

Jadi Tuhan menciptakan akal bukan untuk melawan atau bertentangan dengan alam tapi untuk menciptakan harmoni antara alam dengan penterjemahnya yaitu akal.Maka akal disebut "juru tafsir alam"

......

1.Tentang akal dan sistem alamiah

Akal adalah sistem berpikir-karakter tsb alamiah-bukan muncul karena didesain misal oleh konsep yang dibuat manusia. Bila dlm dunia filsafat muncul ilmu logika sebagai ilmu akali-panduan cara berpikir sistematik maka itu bukan pencipta system berpikir akal tapi lebih merupakan respon atas karakter alami yang telah melekat dalam akal itu sendiri.Andai tanpa ada ilmu logika sekalipun maka cara berpikir akal yang sistematik tetep akan muncul

Maka bila ingin faham apa itu akal- bagaimana karakternya kita bisa bercermin pada adanya system di alam yang kita kenal sebagai hukum alam dan turunannya; hukum fisika

Dan ingat,setiap sistem yang sifatnya  alami tidak mungkin muncul tanpa ditopang oleh mekanisme alami yang terstruktur. Adanya hukum alam yang deterministik-yang tunduk pada prinsip sebab-akibat dan dapat diprediksi,menjadi dasar bagi munculnya cara berpikir akal yang sistematik.

Coba bayangkan jika realitas alam ini tanpa hukum, tanpa pola, tanpa keteraturan alias chaos maka karakter akal yang sistematik pun mustahil muncul, sebab tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan acuan bagi proses berpikir rasional.

Artinya, Tuhan tidak perlu "turun tangan" secara langsung untuk membuat manusia berpikir sistematis; cukup dengan menciptakan sistem alamiah yang tersusun rapi, maka akal yang sistematik akan lahir dengan sendirinya sebagai konsekuensi logis dari tatanan itu.

Dengan demikian, tidak ada alasan untuk membenturkan yang alami dengan yang ilahi. Alam dan hukum-hukumnya bukan lawan dari Tuhan, melainkan ekspresi dari kebijaksanaan dan keteraturan ciptaan-Nya. Di balik sistem yang tertib (semisal teknologi) selalu ada pikiran manusia yang menata-dan di balik hukum alam, ada Sang Pencipta yang menegakkannya.

.....

2.Akal, alam, dan sistem Tuhan

Akal adalah sistem berpikir. Dan seperti semua sistem, ia tidak mungkin muncul dari kekacauan. Di balik setiap mekanisme berpikir yang teratur dibaliknya ada hal alami yang menopang yaitu realitas yang juga teratur-ada hukum-hukum alam yang bekerja dengan presisi, dengan keteraturan yang dapat dipahami dan diprediksi.

Prinsip sebab-akibat yang menjadi dasar sains modern sejatinya juga fondasi bagi cara kerja akal. Kita berpikir sistematik karena alam sendiri bersifat sistematik. Jika dunia ini chaos, tanpa hukum, tanpa pola, maka cara berpikir rasional pun tidak akan pernah lahir. Pikiran hanya bisa meniru, memantulkan, atau menyusun ulang pola yang memang sudah ada dalam realitas alami

Leibniz pernah berkata bahwa "dunia ini adalah sistem terbaik yang mungkin," menegaskan keyakinannya bahwa keteraturan alam adalah cermin dari rasionalitas Tuhan. Begitu pula Descartes yang mencari "tatanan yang pasti" dalam pikiran manusia, sebab ia yakin bahwa tatanan itu bersumber dari tatanan yang lebih besar yaitu Tuhan sebagai sumber munculnya keteraturan.Dan konsep "kebenaran Ilahiah" maupun turunannya; "kebenaran akali", adalah suatu yang lahir dari system yang telah didesain

Maka,dengan pandangan semacam ini, kita tak perlu membenturkan yang alami dengan yang ilahi. Alam bukanlah entitas yang berdiri berseberangan dengan Tuhan, melainkan wujud dari kehendak dan kebijaksanaan-Nya yang termanifestasi sebagai hukum-hukum kosmik.

Tuhan tidak perlu menciptakan pikiran manusia yg terstruktur secara langsung dari setiap momen-peristiwa, sebab Ia telah meletakkan dasar bagi kemunculan akal melalui sistem alam yang teratur. Seperti seorang arsitek yang mendesain struktur bangunan hingga mampu berdiri tegak sendiri, Tuhan menciptakan sistem alam yang cukup sempurna untuk melahirkan kesadaran yang berpikir secara sistematik.

Kita bisa berpikir terstruktur-sistematis karena alam ini berpola. Alam berpola karena ada pikiran agung Ilahi di baliknya. Maka, di balik keteraturan akal manusia, kita sebenarnya sedang menyentuh pantulan dari keteraturan yg telah diciptakan Ilahi.

.....

3.Akal, hukum, dan kebebasan

Jika alam tunduk pada hukum sebab-akibat, apakah akal manusia juga terikat sepenuhnya oleh hukum itu?
Pertanyaan ini telah lama menghantui para filsuf. Bila segala sesuatu di alam ini ditentukan oleh kondisi sebelumnya, maka apakah keputusan kita; berpikir, memilih, mencipta-juga hanyalah hasil dari rantai sebab-akibat yang tak bisa dihindari ? Apa makna "kebebasan" bagi manusia bila dibalik semua tindakan bebasnya ada rantai mekanisme sebab akibat alami yang telah ditentukan ?

Di sinilah letak keajaiban akal: ia lahir dari sistem alam yang deterministik, tetapi mampu melampauinya. Akal memang berpijak pada keteraturan, tetapi ia bukan sekadar cermin dari hukum-hukum alam; ia mampu memahami, menafsir, bahkan mengelola hukum itu menjadi ilmu pengetahuan semisal teknologi

Spinoza, misalnya, menyebut kebebasan bukan sebagai ketiadaan hukum, melainkan sebagai pemahaman atas hukum. Semakin kita memahami tatanan alam, semakin kita bertindak dengan sadar, bukan secara membabi buta. Maka, kebebasan sejati justru muncul dari kedalaman pengetahuan terhadap keteraturan yang mendasari dunia.

Dalam terang ini, akal manusia bisa dipahami sebagai jembatan antara determinisme dan kebebasan. Ia bekerja dengan hukum sebab-akibat, namun mampu membaca makna di baliknya. Ia lahir dari alam yang tunduk pada hukum, tetapi dapat menatap melampaui hukum itu untuk mencari sumbernya-yakni Tuhan sebagai Akal Tertinggi (Nous kata Aristoteles).

Maka, manusia bukan makhluk yang sepenuhnya bebas dari hukum, tetapi juga bukan budak dari hukum. Ia adalah makhluk yang dapat memahami hukum dan melalui pemahaman itu, ikut berpartisipasi mengikuti kebijaksanaan ilahi yang menata semesta-Maka di dunia manusia muncul "ilmu pengetahuan".Ilmu pengetahuan bukanlah sepenuhnya ciptaan manusia tapi lebih merupakan partisipasi manusia mengikuti apa yang telah Tuhan desain-Ilmu pengetahuan bukan berdiri atau muncul dari ruang kosong tapi dari system alamiah yang telah ada sebelumnya

Akal, dengan demikian, adalah karunia yang memungkinkan manusia mengenali pola ciptaan, memahami maknanya, dan bahkan menambah keindahan sistem itu lewat tindakan sadar.
Kita tidak melawan hukum alam; kita berdialog dengannya.Dan dalam dialog itulah, kebebasan yang sejati ditemukan.Maka hukum alam tidak menciptakan ketidak bebasan tapi melahirkan kebebasan yang tetap terkendali karena se bebas apapun manusia ia tak bisa keluar dari system Ilahi
...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun