Mohon tunggu...
Chaca Nugraha Zaid
Chaca Nugraha Zaid Mohon Tunggu... Freelancer - Lifelong Learner

Penikmat Sains, Teknologi, Filsafat, dan Pemikiran Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Fenomena "Post Literasi" pada Tingkat Kesopanan Netizen Indonesia

28 Februari 2021   15:00 Diperbarui: 28 Februari 2021   15:05 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi netizen indonesia (sumber: medcom.id)

Informasi yang ada melebur bersama berbagai aspek (ekspresi, intonasi, dll) ketika terucap. Pengetahuan pun bersifat personal, subyektif, dan kontekstual. Jika seseorang berbicara maka kita akan ingat informasi itu disampaikan oleh siapa orangnya, bagaimana caranya berbicara, dan kepribadiannya (berbeda dengan kalau kita membaca mendapatkan informasi dari tulisan, maka kita tidak dapat langsung melihat orangnya seperti apa). Pengetahuan pun pada saat itu miliki seorang tokoh, jika ingin belajar ya datang langsung kepada tokoh tersebut (sehingga budaya penokohan sangat kuat, agar ilmu tersebut diturunkan secara temurun). Dalam menyimpan informasipun tidak ada cara lain selain dengan cara menghafal, sehingga struktur pikiran cenderung konkrit (hanya berdasarkan apa yang didengar dan dialami).

c. tanpa perantara

Tidak adanya jeda perenungan antar penerimaan informasi dengan responnya, sehingga komunikasi cenderung reaktif. Hubungan sosial pun mempengaruhi interaksi (beda interaksi dengan orang yang disukai dan dibenci). Status dalam suatu kelompok pun menjadi penentu utama dalam mengidentifikasi diri (jika kamu A dan saya B, berarti kita berbeda).

Era tradisi lisan tersebut berakhir, dan digantikan oleh era tradisi teks dengan ditemukannya aksara dan literasi. Aksara itu lebih kepada satu simbol yang mewakili suatu konsep (masih ada sedikit sisa tradisi lisan padanya). Misalnya "gambar pohon" ya berarti pohon. Sedangkan literasi tumbuh pasca alfabet Yunani yang memecah suara menjadi huruf-huruf (abstrak) yang mewakilinya untuk membentuk suatu kata. Sehingga secara psikologis, literasi ini mempengaruhi cara berfikir mereka yang logis, abstrak, analitis, objektif, kritis, sistematis, dan terstruktur. Sehingga transfer informasi dan pengetahuan termediasi oleh teks.

Funfact nya adalah, salah satu alasan filsafat itu lahir dan tumbuh pesat di Yunani karena aksaranya yang pecah dalam mewakili suara (pada tradisi lisan) sehingga memicu lahirnya pemikiran analitis (melalui penyusuanan kata, kalimat, pendefenisian konsep-konsep abstrak, dll) dan kemudian berujung pada perkembangan literasi dan ilmu pengetahuan.

Dan selanjutnya era post literasi (pasca literasi) ditandai dengan adanya internet, pada era ini terjadilah ketercampuran aspek dari tradisi lisan dan teks. Pada era ini terjadilah revolusi teks. Apa itu teks? Segala sesuatu yang bisa “dibaca” dan merepresentasikan suatu verbal content yang ditekstualisasi mealui suatu objek, baik material maupun virtual. 

Semua yang bisa dijadikan tempat tekstualisasi disebut teks: pelepah kurma, batu, tulang, daun, dll. Kemudian kenapa disebut revolusi teks? Karena adanya perubahan yang cukup mendasar (rovolusi) yang awalnya teks berada pada benda-benda yang dapat kita lihat secara nyata, namun sekarang berubah menjadi bentuk berbeda yaitu multimedia dan hiperteks.

a. revolusi teks-multimedia

Revolusi teks-multimedia ditandainya dengan adanya radio dan televisi (TV) yang menghadirkan kembali tradisi lisan secara parsial (kelisanan sekunder). Kenapa dinamakan kelisanan sekunder? Karena suara dihasilkan dari kesengajaan (alternatif selain teks) yang memang tidak utuh seperti di tradisi lisan. Sedangkan kelisanan pada masa pra-literasi dinamakan kelisanan primer karena bersifat natural karena ketiadaan alternatif (satu-satunya hidup hanya dengan lisan), sedangkan kita saat ini punya banyak opsi (teks atau lisan).

1. Radio

  • Teks hadir sebagai suara
  • Sifat-sifat suara, yang membedakannya dari teks visual, lahir kembali
  • Informasi yang tersampaikan hadir hanya dalam suara, tidak secara utuh seperti kelisanan primer
  • Informasi bersifat spontan, namun terpisah dari subjek seperti teks
  • Suara itu dipisahkan dari sumber aslinya (punya sifat kelisanan dan sifat tradisi literasi)

2. Televisi (TV)

  • TV menghadirkan lebih banyak aspek ketimbang radio, seperti visual pembicara
  • TV tetap tidak mengembalikan sepenuhnya kelisanan, karena informasi yang tersampaikan tetap berupa potongan, terbingkai dalam kerangka kecil yang terdsain (sifatnya bisa manipulatif karena settingan. Tidak seperti kelisanan primer yang spontan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun