Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Akuntan - Lifelong Learner

hidup sangatlah sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya | -Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Normalisasi Politik Dinasti

18 Februari 2024   11:04 Diperbarui: 18 Februari 2024   11:04 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh GR Stocks via Unsplash

Menghapus Normalisasi Politik Dinasti

Politik dinasti memang ramai terjadi, tapi apa itu menjadi alasan kita untuk menormalisasi?

Pernyataan ini sebenarnya datang dari salah satu teman yang mengatakan, "Sah-sah saja politik dinasti, toh itu sudah biasa terjadi. Sejak dulu, hingga sekarang di dunia pekerjaan."

Politik dinasti dan kuasa orang dalam, memang masih sangat kuat pengaruhnya di Indonesia. 

Terbukti dari level terendah seperti mendapat pekerjaan, pembuatan SIM, hingga mendapat jabatan strategis di DPR, Walikota, dan Wakil Presiden, membutuhkan perpanjangan tangan dinasti.

Bukan tanpa resiko, politik dinasti menimbulkan celah untuk melakukan korupsi dan nepotisme. Di kasus Presiden Soeharto dan Ratu Atut, KKN bahkan sudah terbukti terjadi.

Di sisi lain, orang layak dan kompeten semakin tersingkir untuk mendapat tempat di pemerintah. Mereka yang berupaya menjegal dinasti biasanya berakhir tak layak atau dihapus jejaknya seperti Munir.

Untuk itu butuh kerjasama dari masyarakat, pemimpin partai politik, serta pemangku kebijakan untuk membangun kembali Indonesia sebagai negara demokrasi. 

Pupuk lagi unsur pluralisme, tarik orang-orang kompeten dan biarkan mereka membangun negeri. Karena politik bukan bisnis keluarga, melainkan bisnis sebuah bangsa untuk membentuk peradaban.

"Bahaya terbesar adalah ketakutan dalam kepala kita.  Ketakutan yang disebarkan sistem yang ada kepada kita.  Ketakutan inilah rintangan terbesar dalam perjuangan." -Munir

. . .

Tutut Setyorinie,

18 Februari 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun