Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Akuntan - Lifelong Learner

hidup sangatlah sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya | -Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Abadi, Sapardi

21 Juli 2020   13:04 Diperbarui: 21 Juli 2020   15:04 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: gramedia.com

Entah sudah berapa kali saya menemukan puisi ini tersebar di berbagai lini media, baik itu di media sosial, pentas seni hingga ke undangan pernikahan. Ibarat masakan, puisi ini memiliki cita rasa yang pas. Tidak terlalu menggebu-gebu, tapi tidak juga hambar. 

Puisi Aku Ingin juga secara tidak langsung telah menggambarkan sosok Sapardi yang memiliki jiwa romantis. Hanya saja, keromantisan Sapardi berada di level yang berbeda. 

Ya, jika selama ini kita mengenal romantis dengan kalimat sayang, bisikan rindu atau ucapan selamat tidur yang manisnya kelewatan, tapi tidak bagi Sapardi. 

Sastrawan kelahiran 20 Maret 1940 ini justru menjelaskan bahwa hal paling romantis yang dapat dilakukan seseorang, justru timbul dari sesuatu yang sederhana. Mencintai dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api. Mencintai seperti isyarat yang disampaikan awan kepada hujan. Maka wanita mana yang tak jatuh hati ketika diucapkan seperti ini.

Selain di puisi Aku Ingin, keromantisan Sapardi juga terlukis dalam salah satu bait pada puisi Dalam Doaku.

Aku mencintaimu. Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu. (Sapardi Djoko Damono, 1989)

Bagi sebagian orang, mendoakan keselamatan mungkin tampak sebagai sesuatu yang sepele. Tapi lihat bagaimana Sapardi menyulam kata itu dalam bait puisi. Sesuatu yang sepele, sesuatu yang amat sederhana, menjelma menjadi kalimat ciamik nan romantis. Walau puisi ini bukan diciptakan Eyang untuk saya, tapi saya turut meleleh ketika membacanya. 

Jadi tidak salah bukan, jika saya mengatakan Eyang Sapardi adalah sosok romantis pada level yang berbedalevel luar biasa!

Tabah adalah kunci kehidupan

Selain romantis, Sapardi juga menjelaskan tentang pentingnya memiliki sikap tabah dalam menjalani kehidupan. Hal ini tertera pada puisinya yang pada beberapa waktu lalu diangkat ke layar lebar, ya Hujan Bulan Juni.

Tak ada yang lebih tabah 
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya 
kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak 
dari hujan bulan Juni
dihapuskannya jejak-jejak kakinya 
yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif 
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucap 
diserap akar pohon bunga itu (Sapardi Djoko Damono, 1989)

Hujan Bulan Juni bagi saya adalah pelajaran hidup tentang alangkah baiknya memiliki sifat tabah, arif dan bijak. Hal ini bisa mencakup banyak hal, seperti menahan rindu kepada seseorang, menyembunyikan kata, serta menghapus segala bentuk prasangka dan keragu-raguan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun