Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Juventus Rasa Obat Kuat!

9 Oktober 2022   06:44 Diperbarui: 24 Oktober 2022   16:37 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Juventus, Max Allegri | Football Italia

Terjaga pukul 2 dinihari. Kemudian menyalakan gawai, membuka aplikasi vidio. Demi kamu, the one and only: La Vecchia Signora!

Dinihari seperti ini, di sebuah teluk yang menghadap selat Sagawin yang memisahkan pulau Salawati dan pulau Batanta di Kepulauan Raja Ampat, saya berharap pancaran sinyal 4G bisa lebih stabil.

Tujuannya hanya untuk melihat siaran langsung Milan versus Juventus. Juventus bisa apa di hadapan Milan yang sedang asik-asiknya sesudah dua kemenangan penting tapi tidak usah dibesar-besarkan itu.

Di dalam layar kecil, terlihat wasit baru saja keluar dari ruang ganti. Babak kedua akan dimulai.Juventus sedang tertinggal 0:1. Syukurlah, prediksi saya benar adanya. 

Saya memang tidak lagi memiliki keyakinan Vlahovic, dkk bakalan menang melawan Milan yang sedang stabil-stabilnya bersama Pioli. 

Pasalnya adalah proyek Allegri memang tengah berada di dalam krisis, sebagaimana telah dikemukakan dengan kemuakan yang cukup di Enough is Enough, Allegri! Sebab itu juga, dua kemenangan melawan Bologna dan Maccabi tidak menjelaskan apa-apa. 

Selain bahwa memang berada di level yang tidak pantas untuk meladeni Juventus. Dua kemenangan ini lebih mirip seperti rehat sejenak dari talkshow televisi yang buruk dengan iklan yang penuh muslihat dan bujuk rayu.

Lihat saja subuh barusan. Sepanjang babak kedua, Juventus tidak membuat ancaman apa-apa. Kita memang tidak lagi melihat operan segi delapan yang menjijikan itu tapi itu tidak sama dengan kembalinya kreativitas. 

Bonucci atau Bremer sudah memainkan bola ke tengah lapangan, dijemput Vlahovic atau Milik. Sama halnya Locatelli yang mengalirkan bola di ruang tengah pertahanan Milan yang kosong. 

Tapi berhentinya "operan segi delapan" tidak lantas membawa Juventus ke kapasitas bisa membalikan keadaan.

Salah satu yang tampak, dan itu tidak butuh mata kesal seorang Roy Keane untuk menganalisisnya, jarak antar lini sering terlalu jauh. Jarak yang renggang seperti serombongan pasangan kekasih yang merencanakan piknik lalu tiba-tiba bertengkar. 

Lebih parah lagi, pasukan Juventus sering mudah patah di hadapan tembok pertahanan Milan yang gagal bermain dominan. Ini dari segi taktik, barangkali. 

Sementara dari segi mentalitas, kita hanya disuguhi para pemain yang berlari kesana-kesini tanpa gairah. Kita tidak merasakan energi dari hasrat yang lapar untuk menang, yang sepanjang sisa pertandingan menekan dengan pressing tanpa lelah. 

Tidak, tidak ada lagi. Juventus yang garang. Subuh barusan adalah episode lanjutan dari narasi mengenaskan belaka.

Juventus yang lemah hasrat ini membuat mereka tidak akan pernah tidak meyakinkan. Tidak terlalu penting jika hasrat yang lapar itu meredup sejak Ronaldo--yang kini seperti seorang kaisar di tengah dunia yang bergerak menjungkirkan kuasa langit--bergabung dan menjadi poros yang mesti dilayani. 

Pokok soalnya adalah: 

Tim dalam deraan krisis serupa milik Allegri ini hanya akan berkubang dengan irama surutnya sendiri. Menyalahkan dan bertengkar dengan bayangan sendiri. Ujung-ujungnya, bertahan sebagai mid-table tim. Hiih! 

Setiap kekalahan akan memproduksi percakapan memuakan tentang perkara-perkara motivasional. Seperti semua yang menggunakan jersey Hitam-Putih ini harusnya menyadari tanggungjawab yang melekat kepadanya, ayo kembali ke jalur juara! 

Atau menyebut alasan-alasan yang basi seperti cedera pemain, lawan yang solid dan bermain dengan baik, atau wasit yang tidak adil menilai VAR. Semua ini tidak ada gunanya karena memang sistem bernama Allegri yang konservatif itu sudah tidak layak dipakai lagi.

Tidak ada jaminan ketika Di Maria, Chiesa dan Pogba bermain bersama lantas secara organisasi Juventus akan lebih solid, taktis, efektif dan penuh daya juang. Lebih dari itu, kita tidak akan melihat proyek Juventus Baru dengan ambisi yang lebih besar sebagaimana digadang-gadang selama ini.

Oleh sebab itu, semua alasan di atas tampak sebagai omong kosong berulang petinggi klub. Pengulangan yang hanya  mungkin terjadi karena memilih opsi melarikan diri dari solusi radikal: ALLEGRI MEMANG HARUS DIGANTI!

Opsi melarikan diri dari jiwa-jiwa yang ketakutan melihat masa depan berikut resiko, instabilitas dan harga yang harus dibayarnya. 

Karena itu lebih memilih stabilitas yang membosankan sejauh tidak karam dan tetap bisa makan. Lensa konservatisme memang menjijikan, tapi yang lebih bikin gila lagi adalah kita diajak untuk terus percaya bahwa mereka memiliki solusi.

Masalahnya, dalam harapan akan segera menyudahi proyek Juventus ala Allegri, jadwal bulan Oktober sepertinya masih jauh dari terciptanya kondisi senjakala yang lebih total. 

Sesudah kekalahan 2 gol tanpa balas ini, Leo Bonucci, dkk akan kembali meladeni Maccabi. Wakil Israel ini nasibnya selalu berada di bawah level Juventus. 

Lantas sesudahnya, melakoni laga Derby Della Mole di markas Torino pada 15 Oktober. Torino berada di berangkat 10, dua strip di bawah Juventus. 

Sesudah kelelahan derbi, mereka akan bertandang ke Benfica yang sudah terbukti mampu bermain lebih baik di pertemuan pertama. Benfica bisa menjadi pendulum takdir yang menyudahi mimpi bermain di liga Champions. 

Terakhir, menutup Oktober dengan dua laga. Memainkan laga tandang melawan Empoli. Empoli (peringkat 15) yang selalu menyulitkan. Puncaknya di 29 Oktober, bermain tandang ke markas tim spesialis pejuang-menolak-degradasi, Lecce (peringkat 13).  

Karena itu, kita tunggu saja dengan segala kekesalan ketimbang memelihara rasa penasaran yang menanti karena adakah yang berbeda manakala Chiesa bermain, Pogba bergabung, dan Di Maria kembali dari hukuman? 

Saya sendiri tidak percaya sistem Allegri bakal melahirkan dirinya yang baru.

Tim ini bukan saja secara teknis (berulang kali) membosankan, miskin kreativitas. Namun juga yang lebih parah lagi tidak memiliki hasrat bertarung habis-habisan di lapangan. Itu bisa terlihat dari mata awam (dan sedikit sok tahu) seperti saya.  

Leo Bonucci, dkk mungkin sudah kehilangan kepercayaan pada cara Allegri tapi tak cukup nyali membuat mosi tidak percaya dan menciptakan kegaduhan, hehehe. Jangan-jangan mereka telah menjadi bagian dari konservatisme itu sendiri.

Melampaui semua konsekuensi dari "krisis Allegriball" ini, saya tetap akan menunggu kabar dari terbitnya fajar baru. Walau kini, tim yang kini berada di peringkat 8 dan berselisih 7 poin dengan pemuncak telah mejadi "Juventus Rasa Obat Kuat".

Ambisi petinggi klubnya menggebu-menggebu, tapi pilihan metodenya absurd!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun