Ruang kosong ini semestinya tumbuh sebagai arena konsolidasi wacana tanding non-partai yang digerakkan kelompok relawan.Â
Dalam wacana tanding itu, keseruan politik dihidupkan oleh kontestasi yang beradab (antipolitik SARA, antihoaks, antikampanye hitam, dsb) beserta adu kampanye program-program yang mencerdaskan undecided voters. Tentu juga dengan memegang prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam perkara sumber dan pengelolaan dana.Â
Dengan pilihan yang seperti ini, politik relawan tidak terdegradasi sebagai semata-mata perpanjangan partai politik yang menyamarkan dirinya.
Apakah ini dimungkinkan? Walaupun berat, sebenarnya bukan perkara yang mustahil.Â
Syaratnya, barangkali, adalah para penggerak kelompok relawan itu menyadari dan bersepakat bahwa mereka dibutuhkan untuk menyelamatkan mandat publik yang melekat dalam pengelolaan kekuasaan.Â
Mereka juga wajib menolak diturunkan stratanya sebagai pemandu sorak yang saling bela-serang mati-matian.
Mereka harus berangkat dengan common background bahwa politik terlalu berbahaya jika dikelola partai dan segelintir elite. Dalam kondisi yang makin monolitik seperti akhir-akhir ini, politik harus selalu menciptakan ruang bagi wacana tanding non-partai.
Karena itu, arena kontestasi mereka harus dilakoni dengan politik yang memelihara kewarasan.