Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

#KabarBencanaJayapura: Mengenang Hidup di Perumnas IV

8 Januari 2022   12:14 Diperbarui: 10 Januari 2022   07:29 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perumnas IV dan Perumahan Organda yang bertetangga di Hedam | Sumber: Tangkaplayar Googlemaps.

Ketika ketinggian air mulai naik, saya harus menyelamatkan motor Suzuki A 100 milik bapak ke rumah keluarga Sitinjak. Tinggi muka air di rumah kami yang terletak di Blok D adalah sedada orang dewasa. 

Selain curah hujan yang tinggi dan lama, lereng perbukitan yang mengelilingi perumahan juga mulai terdegradasi. 

Mulai digaliratakan karena tekanan pemukiman manusia. Bahkan ada kelompok kecil warga yang menggali di beberapa titik di salah satu aliran sungai kecil sebelum bajir terjadi. Heboh saat itu karena rumor ada yang dapat emas. 

Cerita mistis yang berkembang sebagai asal-usul banjir saat itu adalah kemarahan penunggu di sekitar perbukitan. Kamarahan yang ditujukan bagi ulah manusia yang merusaknya alam sebagai ruang hidup yang sakral.   

Karena banjir ini jugalah, kompleks perumnas IV berubah landskap seperti wajan raksasa. Dengan rumah-rumah sebagai lauknya, sedang banjir adalah santannya. Yang paling parah, kompleks kami mendadak viral sebagai kawasan wisata banjir.

Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saja di perbukitan ada rombongan warga sekitar yang datang untuk menonton. Mencari tahu sebab serta mencari alasan supaya tercapai hasratmu seperti apa rasanya mengalami banjir. Untung saja saat itu Facebook atau Instagram masih dalam pencaharian dirinya.

Tapi sebenarnya riwayat keseharian di perumnas IV adalah hidup mewaspadai banjir. 


Setiap hujan yang berlangsung lebih dari 4 jam, akan selalu timbul danau dadakan. Kedalaman dan luasannya eringkali tak bisa dilewati kendaraan bermotor. Warga yang hendak keluar, entah karena harus sekolah atau bekerja, harus menggunakan jasa perahu.

Dan tahun 1999 itu adalah perjumpaan pertama saya dengan banjir yang besar. Termasuk merasakan bagaimana menjadi korban yang mengantri untuk mendapatkan sedikit beras, mi kemasan, kaleng kental manis dan merasakan seperti apa berdiam di dalam gelap, lumpur dan cemas. 

Ketika membaca kabar duka dari Jayapura, mengetahui perumnas IV disebut sebagai salah satu titik yang parah, saya terus bersedih. Tapi lebih dari itu, kita tterus ahu jika bertahun-tahun sejak banjir 22 tahun yang lalu, tidak ada yang sungguh diperbaiki dari tata ruang dan daya dukung ekologi. 

Saya berharap saudara-saudara di Jayapura selalu diberikan kekuatan dan kemudahan. Cepat pulih Jayapura!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun