***Â
Sesudah kota Serui yang tenang, kecil dan indah, membicarakan Jayapura adalah mengawetkan cinta kedua saya.Â
Jayapura adalah rumah dimana saya tumbuh, berkelompok, mengelola nakal, merenungkan patah hati dan bersiap-siap merantau untuk tahun-tahun yang panjang.Â
Termasuk menjadi striker dari kelas yang jumlah siswinya lebih banyak (pantas saja!!) hingga terlempar ke jurusan IPS sebelum lulus UMPTN kemudian menyebrangi lautan. Dengan lagu yang sampai hari ini masih diputar di kafetaria kapal.Â
Kapal bajalan ngana masih di dermaga. Lambaikan tangan kong baseka airmata..Â
Pergi ke kota pesisir yang kini juga tak pernah sepi dari rasa cemas di setiap akhir tahun. Kota yang juga rentan dihajar banjir tahunan: Manado. Â
Saya memiliki nostalgia yang sepanjang hayat akan selalu hidup di dalam lubuk hati tentang Youtefa.Â
Hidup di sekitar pasar Youtefa telah membentuk fleksibilitas saya akan kemajemukan, akan keragaman anak-anak suku di Nusantara. Menebalkan pengalaman yang sudah dibentuk oleh kota Serui.Â
Saya bahkan telah menjadi seorang Batak dalam pergaulan masa remaja ini. Saudara saya bermarga Hujatulu ini belum lama menelpon dari Kulonprogo, Yogyakarta. Dia sedang mengunjungi ibu saya, ibunya juga.
Cerita indah tentang kampung kecil yang dibentuk kelas pedagang dan keragaman etnik itu sudah tayang di Serie A di Youtefa.Â
Sedang terhadap Perumnas IV, tak banyak cerita yang tersimpan di arsip Kompasiana. Padahal bukan sedikit ingatan baik yang tumbuh dan mengabadi di sini.