Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Lelaki dalam Pergi dan Kembali

25 Maret 2018   08:40 Diperbarui: 25 Maret 2018   15:29 2316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak benar-benar terpisah, Mama. 

Jauh di depan sana--jauh menurut hitungan langkahku--ayah berjalan tanpa membalikkan badan. Jelas mengabaikanku. 

"Bapak, aku mau ikut ke pasar."

"Boleh, tapi, tidak ada permintaan. Tidak ada beli mainan."

Percakapan ini terjadi sebelum mama-mama itu mencemaskanku. Aku kira anak-anak harus dibelikan mainan agar memiliki kesempatan untuk pamer kepada teman-temannya. Ini membuat anak-anak gembira. Aku tidak pernah menyadari bahwa TIDAK BELI MAINAN adalah kesepakatan. Kesepakatan sama dengan perjanjian setara yang terlarang dilanggar. 

Ayahku sedang menegakkan itu. Kepada anaknya yang berumur 3 tahun.

Mengapa anak-anak harus patuh pada kesepakatan? Mengapa orang dewasa harus tampil serius di depan anaknya sendiri? Memang tidak semua mereka begitu, tapi maksudku, tidak bisakah kegembiraan bocah dirayakan toh masa seperti ini tidak terjadi sepanjang hidupnya? 

Aku berlari kecil dan berharap melampaui jarak ayah. Peristiwa yang tidak pernah terjadi sampai bocah 8 bulan berjuang menjangkau angin di depan mataku.

Aku menemukan aku terperangkap di satu mata
sedang menatap diri sendiri yang menatap entah apa.
 

Waktu pecah berserak. Tidak bergerak,
aku bertahan dan beranjak: Aku jadi jeda.*)

Bocah 8 bulan telah menciptakan pusaran yang menyedot ingatan dari masa yang tadi sulit ku kenang. Kenangan yang menambatkan dirinya, menolak longsor oleh pasang surut waktu dan peristiwa-peristiwa. Kenangan tentang bagaimana laki-laki menciptakan dirinya sebelum mati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun