Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

[9Th Kompasiana] Kenangan dan Pergulatan Subjek

15 November 2017   09:05 Diperbarui: 15 November 2017   09:49 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompasiana.com

Tulisan-tulisan saya di periodisasi ketiga adalah persilangan dari warisan Tanah Papua dan Celebes yang mengalami benturan dengan faktualitas Bumi Borneo. Tahun 2015, khususnya, ketika api menyala dimana-mana dan asap menjadi Bencana Nasional, saya produktif menulis di kanal fiksi Kompasiana dan kanal Humaniora (boleh kamu baca di Surat Buat Bang Aldy: Kami Masih Dikepung Asap). Ini adalah tilikan kenangan paling anyar: pergumulan peristiwa harian.

Yang saya maksudkan adalah arsip-arsip kenangan yang terentang dari waktu dan ruang berbeda itu menyimpan sistem makna yang membantu dalam memahami peristiwa ter-update. Mulai dari perkara gaduh politik hingga gosip artis yang menggelitik. Dari skandal kekuasaan yang tengik hingga usaha mengeritik kekinian dengan puitik. Ahaai. 

Akan tetapi tidak lantas berarti kehadiran Kompasiana hanyalah sebatas wadah yang menampung persilangan kenangan saya. Saya lebih suka menyebut Kompasiana telah berjasa menyediakan dirinya sebagai perpustakaan digital yang menyimpan karya-karya banyak manusia. Ini arti penting hubungan kenangan dengan Kompasiana. 

Selanjutnya, saya tiba pada fase kedua hubungan. Daftar kenangan atau sistem makna yang telah mengarsip dalam teks tertulis ternyata tidak semata bekerja sebagai daftar yang mengabadikan sikap, pikiran dan tanggapan saya terhadap perisitiwa tertentu.

Tumpukan teks atau perpustakaan digital ala Kompasiana telah menjadi gazebo bagi permenungan diri. Ini semacam fungsi positif kenangan dimana ketika menjadi teks, ia membantu penulisnya melakukan perjalanan pikiran yang trans-ruang dan waktu. Secara praktis, ini terjadi ketika saya membaca ulang tulisan-tulisan sendiri, melihat kembali gugusan ide dan suasana batin serta konteks faktualnya, dan menemukan seperti apa saya di sana. Mungkin saya terlalu emosional atau justru dingin berjarak dengan peristiwa dimana saat bersamaan, kebanyakan orang justru gaduh. 

Maksud saya adalah kenangan-kenangan tercatat yang terhimpun dalam Kompasiana bermutasi menjadi teman dialog yang senyap. Dengan begitu, arti Beyond Blogging bisa sama berarti pengalaman menulis yang memaksa saya berada dalam ketegangan terus menjadi, menjadi terus-menerus sebagai individu, warga bangsa  dan warga digitalisme. Saya membaca kembali perjalanan diri dan pencapaian yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan. Termasuk kemungkinan-kemungkinan yang tidak atau belum tergarap.

Dengan maksud lain, saya terselamatkan dari sikap-sikap reaksioner khas sumbu pendek yang kini ngetrend sebagai hasil perselingkuhan industri hoax dan kecepatan.

Pernyataan ini mungkin terbaca terlalu berlebihan. Satu-satunya cara untuk membuktikan adalah buka lapakmu lalu baca kembali tulisan-tulisanmu sendiri dari awal. Maka segera kau akan dibawa pada semesta ingatan: pada saat tulisan itu disajikan, kau sedang dalam suasana apa, sedang merasakan apa, dan bagaimana itu semua dituliskan. Kau mungkin akan berpikir, seharusnya tidak begitu. Semestinya seperti ini. Dan kau menjadi tahu, betapa begitu dungu atau terlalu mendahului dari pikiran zaman itu. Uhu uhu.

Sehingga, sementara bisa dikata, pada akhirnya semua yang pernah ada atau dilahirkan kedalam peristiwa menulis akan jadi kenangan. Pada dunia yang tidak berakar dalam tatap muka (online)--saya belum pernah hadir di ajang-ajang offline-- himpunan kenangan dimaksud akan menjadi kekayaan maknawi yang selalu boleh diakses. 

Kompasiana adalah pintu bagi akses tersebut. Bekerja layaknya mesin untuk perjalanan lintas ruang dan waktu subjektif.

Tentu saja, apa yang selalu subjektif dari kenangan tidak melulu mengenai bercermin di depan tulisan sendiri. Di Kompasiana, kau boleh bercemin pada banyak tulisan. Termasuk, belajar untuk melihat bagaimana sebuah kenangan dimutasikan kedalam teks yang mengabstraksikannya ke sistem makna tertentu, boleh berupa cerpen atau puisi. Atau berupa catatan-catatan humaniora dan politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun