Pendakian Gunung Rinjani masih dengan 11 personil, yaitu Kang Tege, Kang Ay, Kang Nyotz, Bang Ucok, Mbak Mira, Rian. Zaki, Wilda, Febita, Bang Togi dan aku sendiri ditambah 3 orang porter dan 1 orang guide (Bang Locker), setelah melewati bukit padabalong atau biasa disebut dengan bukit penderitaan (pada part 1 disebut bukit penyesalan) dan cuaca yang sangat tidak bersahabat silih berganti panas, angin dan hujan, tibalah kami di Pelawangan Sembalun.
Seperti biasa, yang pertama tiba adalah porter-porter Kami, diikuti Kang ay dengan kaki panjangnya dan disusul oleh mbak mira, febita dan aku. Kami pun tiba bersamaan dengan anak-anak Lombok itu, tanpa terasa Kami pun semakin akrab dengan mereka. Selagi porter-porter Kami Pak Rika, Dani dan Maulid mencari tempat yang aman untuk mendirikan tenda, Kami pun menyempatkan diri mengambil poto bersama anak-anak Lombok itu.
Setelah porter Kami menemukan tempat yang dirasakan cocok untuk mendirikan tenda, Kami berempat pun membantu untuk mendirikan tenda sambil menunggu teman-teman Kami yang masih dalam perjalanan. Menurutku tempat Kami mendirikan tenda ini cukup aman, karena di bawah pepohonan, melihat cuaca yang tidak bersahabat gerimis disertai angin, tempat kami cukup terlindung dari angin meskipun untuk melihat pemandangan tempat Kami kurang. Beberapa lama kemudian tibalah kang Tege, Rian dan Zaki, dibelakang masih ada Kang Nyotz, Wilda, Bang Ucok dan Bang Locker yang tiba tidak lama setelah Kang Tege. Tepat pukul 15.00, Kami semua sudah berkumpul di Pelawangan Sembalun, waktu masih cukup lama untuk Kami mendaki ke Puncak Gunung Rinjani yang dijadwalkan pada waktu dini hari, Kami masih bisa istirahat cukup untuk mempersiapkan stamina. Hujan gerimis dan angin yang cukup kenyang selalu tiba-tiba datanng dan tiba-tiba pula berhenti membuat Kami sering keluar masuk tenda.
Jika cuaca cerah Kami diluar tenda, ngambil poto, ngobrol, ngopi dan sebagainya. Dan jika cuaca cerah dari Pelawangan Sembalun ini terlihat dengan cantik Danau Segara Anak yang berada di kaldera Gunung Rinjani, bahkan jalur pendakian menuju Puncak Gunung Rinjani terlihat dengan jelas. Dari Pelawang Sembalun ini, suara angin seperti berteriak-teriak, dan ini pertama buat aku mendengar suara angin yang begitu kencang, dan angin yang berhembus pun cukup membuat menggigil. Ada kejadian di Pelawangan Sembalun, karena tempat nenda Kami sering dilalui oleh pendaki-pendaki lain Bang Togi dan Bang Ucok harus kehilangan sendal mereka, karena tenda mereka tepat di jalan yang merupakan jalur pendaki lewat. Untung mereka masih ada sepatu sehingga mereka tidak perlu menggunakan sepatu alam alias ceker alias kaki mereka ... ^-^.
Ketua suku Kami, Kang Tege bagai induk Kami, yangdengan cerewet selalu minta Kami untuk istirahat, mengingat jalur pendakian menuju Puncak Rinjani disertai dengan kondisi cuaca yang tidak menentu membuat Kami harus mempersiapkan stamina. Tapi pada dasarnya anak-anak bandel, Kami lebih suka ngabisin waktu dengan bernasis ria dengan poto-poto saat cuaca mulai sedikit cerah, apalagi Bang Togi mungkin hampir semua sudut di Pelawangan Sembalun dijadiin spot pengambilan potonya .... hehehehe...
Malam pun tiba, yang terdengar hanya suara angin Kami harus istirahat lebih awal, dan harus bangun pada waktu dini hari. Tepat pukul 02.00 WITA, Ketua suku Kami Kang Tege, membangunkan Kami untuk bersiap-siap, karena Kami akan melakukan pendakian menuju Puncak Gunung Rinjani. Bbrrr... udara sangat dingin, disertai angin yang tidak berhenti berhembus sepanjang waktu, dan mata pun harus dipaksakan untuk terbangun disaat enak-enaknya terlelap tidur.
Tepat pukul 03.00 WITA, masing-masing dengan jaket tebal, sarung tangan, headlamp di masing-masing kepala, sedikit perbekalan seperti air minum, Kami sudah siap untuk mendaki Puncak Gunung Rinjani. Udara pun lebih dingin dari sebelumnya, dan angin semakin kencang. Pelan-pelan dan secara beriringan dipimpin oleh Guide Kami Bang Locker, Kami mulai jalan mendaki, pasir-pasir kasar merupakan jalur yang harus Kami daki. Mendaki 1 langkah dan kaki Kami pun harus merosot 2 langkah, begitu seterusnya membuat pendakian Kami menjadi lambat. Pada saat istirahat sejenak sebelum meneruskan pendakian, headlamp yang kuletakkan di batu, jatuh ke dalam jurang, Wassalam .... mendaki dalam cuaca yang tidak bersahabat tanpa headlamp. Beruntung Bang Locker yang berada tepat di depanku, selalu mengarahkan senternya ke arah jalurku dan tidak jarang juga dia selalu menarik tanganku pada saat trek yang menurutku sulit.
Tepat pertengahan jalur pendakian menuju puncak, dimana jalur dengan sebelah kanan dan kirinya adalah Jurang, badai angin pun datang. Angin yang cukup kencang dengan dingin yang amat sangat disertai suara angin yang lumayan menakutkan selalu datang dengan tiba-tiba, Kami pun harus mencari tempat buat menyembunyikan tubuh Kami agar tidak terlalu kena angin. Batu besar tepat di tengah-tengah jalur menjadi tempat kami untuk bersembunyi dari badai angin, ternyata tidak hanya Kami, pendaki-pendaki lain pun berhenti untuk bersembunyi dari badai angin. Dan kami pun bertemu dengan anak-anak lombok lagi, mereka terlebih dahulu bersembunyi dibanding Kami. Saling berhimpit-himpitan, tidak peduli siapa dan dari mana yang terpenting Kami terhindar dari badai angin. Di balik batu, Kang Tege melihat keadaan febita yang sudah cukup menggigil dan bicaranya pun sudah tidak jelas, sedikit khawatir tapi ternyata, febita masih kuat untuk meneruskan, Kang Ay dengan sarungnya kadang meringkuk kadang jalan-jalan, aku, wilda, Kang Nyotz menutupi diri Kami dengan sleeping bag yang di bawa Kang Tege. Bang Togi, Bang Ucok, Rian, Zaki masih bersembunyi di balik Batu bersama pendaki-pendaki lain.
Badai angin ini selalu datang dan pergi dengan tiba-tiba, sehingga Kami tidak tahu kapan badai anginnya ini benar-benar berhenti. Ketika badai dirasa sudah sedikit reda (Bukan berarti benar-benar berhenti), pendaki-pendaki pun mulai melanjutkan pendakian termasuk Kami, dan tidak sedikit pula yang kembali turun tidak melanjutkan, termasuk Kang Nyotz dan Guide Kami Bang Locker mereka kembali turun. Kami yang tersisa melanjutkan pendakian menuju Puncak Rinjani, tidak jarang juga saat kami mendaki, badai angin datang kembali, sehingga lebih sering menyembunyikan hidung dan mulut kami dibalik kerah jaket yang Kami pakai. Kabut menutupi pandangan Kami, sehingga Kami tidak bisa memandang lebih dari 1 meter. Tanpa sadar ternyata aku berjalan sendiri, merinding, dan takut itu yang aku hadapi, Aku berpikir teman-teman satu tim ku sebagian sudah di depanku dan sebagian di belakangku, terus berjalan tanpa penerangan hanya angin dan kabut tebal. Aku pun mempercepat langkahku mendaki, supaya aku dapat bertemu dengan orang di depanku, ternyata di depanku seorang pendaki pria, melihat aku seorang wanita dan tanpa headlamp, akhirnya dia pun menemaniku mendaki, dengan headlampnya yang sering diarahin ke aku, aku pun mendaki menginjak bekas pijakan kakinya sehingga kami salalu beriringan. Masih sendirian tanpa teman-teman satu timku, aku dan pria tasik ini (belum sempat kenalan nama) terus mendaki cukup jauh hingga bebatuan, Kami harus bersembunyi sebentar karena dirasakan badai anginnya cukup kuat, membuat badan Kami susah digerakkan. Di Bebatuan ini, ada satu pendaki pria lagi, dia sembunyi sambil minum sesuatu yang hangat, aku dan pria tasikpun ditawarinya minum yang ternyata kopi hangat yang dibawanya memakai botol stainless sehingga kehangatannya terjaga, nama pria ini aku kenal setelah turun dari Puncak namanya Mas Jorody Hestu, dari dia juga Kami tahu kalau Puncak itu 10 menit lagi dari bebatuan ini. Semangaaaattttt .... 10 menit lagi Puncak teringgi ke 3 di Indonesia, sebentar lagi mencapai Mahkotanya Dewi Anjani, setelah berpamitan dengan Mas Jarody, aku dan Pria Tasik itu pun melanjutkan jalan yang 10 menit lagi.
Puncaaaaakkkk .... setelah berjalan sedikit mendaki, tibalah aku dan Pria tasik ini di Puncak tertinggi ke 3 di Indonesia, mencapai Mahkota Dewi Anjani. Puncak gunung masih diselimuti kabut Tebal, sehingga sangat sulit untuk melihat pemandangan sekitar. Ketika aku tiba di puncak, hanya ada 4 orang pria sedang memberi selamat satu sama lain, dan setelah aku dekati tidak ada satu pun dari mereka teman-teman satu timku. Kemana mereka ? jangan-jangan aku ditinggalin sendiri dan mereka kembali turun karena cuaca yang buruk ? (pikirku saat itu), rasanya mau nangis karena sendirian dan tidak ada yang aku kenal satu pun. Tidak berapa lama kemudian, dua orang anak lombok yang seperjalanan tiba, dan mereka membuat aku sedikit tenang dengan bilang bahwa kang Ay sebentar lagi sampai puncak, ternyata abangku itu tidak meninggalkanku sendirian, baru saja anak-anak lombok itu selesai bicara, ada suara yang memanggil namaku dan aku tahu itu suara Kang Ay. Dengan seneng aku peluk kang Ay, karena aku ternyata tidak sendirian di Puncak, ada Kang Ay dan disusul kemudian oleh Kang Tege Ketua Suku kami, Rian dan Zaki pun tidak tertinggal.
Ternyata dari 12 anggota Tim Kami (termasuk Bang Locker) hanya 5 orang yang berhasil mencapai Mahkota Dewi Anjani. Seneng , Bahagia, bangga dan takut bercampur aduk saat itu, disaat cuaca buruk untuk pendakian Kami berhasil mencapai Puncak Tertinggi ke 3 di Indonesia....(To Be Continue )
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI