Membaca ulang buku ini membuat saya sadar, buku lama bisa memberi makna baru seiring perjalanan hidup kita. Buku tidak berubah, tapi diri kita yang berubah, sehingga tafsir dan refleksinya semakin dalam.
Dan inilah yang semestinya juga terjadi pada pejabat. Membaca buku bukan sekadar menambah pengetahuan, tetapi juga sarana bercermin, merendahkan hati, dan mengasah kebijakan.
Penutup
Mungkin benar, pejabat memang darurat baca. Karena tanpa literasi, sulit berharap lahirnya kebijakan publik yang berkualitas. Siapa tahu, dari buku-buku kepemimpinan yang nyaris terlupakan, para pejabat justru menemukan kompas untuk memimpin dengan bijak.
Nah, bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Kalau boleh memilih, buku apa yang paling wajib dibaca pejabat kita? Apakah tentang leadership biar tidak asal gaya, tentang public speaking biar tidak asal bunyi, atau tentang kebijakan publik biar tidak asal ide?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI