Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

One in a Million Moment: Saat Tulisan Sederhana Membawa Kejutan Besar

27 September 2025   16:42 Diperbarui: 27 September 2025   16:42 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paket hadiah dari Kompasiana datang. Maknanya besar: tulisan sederhana pun bisa berbuah manis. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari)

Hari ini (27/09) saya senang sekali, hadiah dari Kompasiana akhirnya datang. Sebuah paket sederhana berisi Flazz Card Kompasiana Vintage Edition dan voucher belanja Gramedia. Sebelumnya, ucapan selamat dan kode voucer Premium Kompasiana yang sudah dikirim via email. Tapi bagi saya, nilainya jauh lebih dari sekadar hadiah. Ia menjadi pengingat akan sebuah perjalanan menulis yang membawa kejutan besar, sebuah one in a million moment yang tak pernah saya sangka.

Hadiah itu seperti simbol kecil dari proses panjang yang ternyata berbuah manis. Ia bukan sekadar benda yang bisa dipakai, melainkan tanda bahwa setiap tulisan, sekecil apa pun, bisa menemukan jalannya sendiri. Dari situlah saya kemudian teringat kembali pada momen berharga itu.

Pernahkah Anda mengalami sebuah momen yang begitu langka, sampai-sampai terasa seperti mustahil bisa terulang kembali? Momen yang membuat berkata dalam hati, "rasanya hoki setahun keburu habis di hari ini". Saya mengalaminya, dan hingga sekarang masih terasa hangat ketika saya mengenangnya.

Awalnya, semua berjalan begitu sederhana. Saya tidak sedang membidik lomba, tidak pula menargetkan prestasi. Seperti biasa, saya hanya menulis tentang hal-hal kecil yang dekat dengan keseharian. Kali itu, saya memilih menuliskan tentang kebiasaan di rumah: menadah hujan. Saya beri judul Nadahi Udan, Cara Sederhana Memanen Hujan dan Menabung Air.

Tulisan itu tidak lahir dari niat mengejar hadiah. Ia lahir dari pengalaman sehari-hari yang begitu akrab, lalu saya jadikan refleksi kecil. Bagi sebagian orang, mungkin terdengar remeh-temeh. Namun bagi saya, menulis selalu punya makna lebih: ia adalah cara berbagi, cara sederhana untuk menyuarakan apa yang saya alami dan saya yakini. Saya pikir, tulisan itu akan jadi catatan ringan belaka.

Tapi siapa sangka, dari kesederhanaan itu justru hadir kejutan besar.

Ketika Tulisan Biasa Jadi Luar Biasa

Setelah tiga bulan aktif di Kompasiana, ini adalah kali pertama saya ikut event. Jujur saja, saya masih banyak belajar tentang dinamika di platform ini. Maka, ketika tulisan saya diumumkan sebagai salah satu pemenang, rasanya sungguh di luar dugaan.

Saya merasa seakan semesta ikut mendukung. Seperti mendapat hadiah yang tidak pernah saya rencanakan. Bahagianya luar biasa, sampai saya sendiri bingung harus mengekspresikan dengan cara apa. Mungkin benar, kadang hal-hal sederhana yang kita lakukan dengan tulus bisa membawa hasil yang mengejutkan.

Yang membuat momen ini semakin berkesan, topiknya sangat relevan dengan keberlanjutan: panen air hujan.

Beberapa waktu lalu, menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Kompasiana menghadirkan program Topik Pilihan Kolaborasi dengan menggandeng Kompasianer Kak Eliza Bhakti, seorang profesional di bidang sumber daya air untuk mengajak kita menulis gagasan tentang pengelolaan air. Dan ternyata, tulisan sederhana saya menemukan jalannya sendiri di tengah konteks besar ini.

Hadiah Kompasiana tiba! Bukan sekadar voucher & kartu Flazz, tapi simbol perjalanan menulis penuh kejutan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Hadiah Kompasiana tiba! Bukan sekadar voucher & kartu Flazz, tapi simbol perjalanan menulis penuh kejutan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Momen yang Terjadi Begitu Tidak Sengaja

Lucunya, saya mengetahui kabar kemenangan itu pun dengan cara yang sama sekali tidak saya rencanakan. Waktu itu saya membuka laman Kompasiana seperti biasa, dan mendapati ada headline pengumuman pemenang. Rasa penasaran membuat saya menonton videonya di Instagram.

Deg-degan? Jelas. Tapi saya tidak pernah menduga akan menemukan nama saya di sana. Dan ketika benar-benar muncul - waaahhh, rasanya seperti tidak percaya. Saking tidak percayanya, saya sampai memutar ulang video itu beberapa kali, hanya untuk memastikan. Dan ya, ternyata benar: nama saya ada di antara lima artikel terpilih.

Bahagia? Tentu saja. Saya segera membagikan kabar itu di grup keluarga, lalu menuliskannya di status WhatsApp. Tak lama, ucapan selamat pun berdatangan dari berbagai arah.

Namun sekali lagi, saya tekankan, saya tidak membagikan kabar itu untuk pamer. Begitu juga dengan tulisan ini. Justru sebaliknya, saya ingin menunjukkan pada rekan-rekan saya bahwa menulis di Kompasiana bisa membawa kebahagiaan dan kejutan. Saya berharap mereka yang sudah mulai tertarik menulis bisa semakin semangat.

Julukan-Julukan yang Menggelitik

Dari momen itu, muncul pula hal-hal unik yang membuat saya tersenyum. Beberapa rekan memberi saya julukan: ada yang menyebut saya "Bapak Kompasiana," "Guru Wartawan," ada juga yang bilang "Suhu Saya." Mendengarnya tentu terasa lucu sekaligus menyenangkan.

Saya tidak merasa lebih dari mereka. Hanya saja, mungkin karena saya lebih dulu menjejakkan kaki di Kompasiana, lalu mereka ikut bergabung setelah melihat pengalaman saya. Jadi, ketika momen kemenangan itu datang, mereka merasa punya alasan baru untuk memberi semangat dengan cara khas mereka.

Julukan-julukan itu pada akhirnya menjadi candaan hangat yang justru membuat perjalanan menulis ini terasa lebih berwarna.

Refleksi dari Sebuah Momen

Bagi saya, inilah inti dari sebuah one in a million moment. Mungkin terdengar remeh bagi orang lain - hanya sekadar menulis tentang menadah hujan. Namun, ketika dilakukan dengan tulus dan dari hati, ternyata bisa membuka jalan yang tidak terduga.

Sesederhana itu sebuah momen bisa menjadi mengejutkan. Sama seperti tulisan ini, saya tidak menuliskannya untuk membuktikan apa-apa, apalagi menyombongkan diri. Saya menuliskannya sebagai refleksi bahwa kadang hal kecil bisa menghadirkan kebahagiaan, memberi inspirasi, bahkan menjadi pintu menuju kesempatan yang lebih luas.

Menulis, bagi saya, adalah perjalanan memberi makna. Bukan soal hadiah, bukan pula soal pujian. Tapi lebih pada bagaimana setiap kata yang kita tulis bisa berdampak, entah untuk diri sendiri atau untuk orang lain yang membacanya.

Jadi, kalau ada yang bertanya apa one in a million moment saya, jawabannya adalah ketika tulisan sederhana tentang memanen hujan tiba-tiba menjadi jalan menuju kebahagiaan yang tak saya duga.

Lakukan dengan tulus, lakukan dari hati - karena siapa tahu, di situlah letak momen langka yang akan kita kenang seumur hidup. Ya, sesederhana itu, Thanks.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun