Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Nadahi Udan, Cara Sederhana Memanen Hujan dan Menabung Air

19 Agustus 2025   17:30 Diperbarui: 20 Agustus 2025   07:40 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air hujan dari talang turun melalui lubang pancuran, kemudian ditadahi dengan ember. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari)

Di tengah krisis air bersih yang kian nyata, solusi sesungguhnya jatuh dari langit: air hujan. Sering dianggap remeh, padahal bila dikelola, ia bisa menjadi tabungan berharga. Bagi saya, menabung bukan hanya soal uang, tapi juga soal menyimpan sumber daya alam. Dari sinilah lahir praktik sederhana yang saya sebut Nadahi Udan, tradisi lama yang kembali relevan untuk masa depan.

Saya menyebutnya “Nadahi Udan”.
Dalam bahasa Jawa, “nadahi” berarti menadah, sementara “udan” berarti hujan. Jadi, nadahi udan adalah menadah hujan, sebuah istilah sederhana tapi penuh makna.

Saya memilih istilah ini bukan tanpa alasan. Ingatan saya kembali pada masa kecil, ketika ibu selalu menaruh ember atau gentong besar di halaman rumah setiap kali hujan turun. Bagi beliau, air hujan adalah rezeki yang jangan sampai terbuang percuma. Dari sanalah saya belajar: menampung hujan bukan hanya tradisi lama, tetapi juga bisa menjadi jawaban sederhana bagi persoalan kekurangan air saat ini.

Bagi saya, menabung bukan selalu soal uang, tapi juga soal menyimpan sumber daya alam untuk keberlangsungan hidup. Oleh karena itu, saya memanen air hujan dan mengembalikannya ke tanah agar tidak terbuang percuma. Air hujan ini saya manfaatkan untuk menyiram tanaman saat tidak ada hujan, untuk cuci kaki, dan keperluan sehari-hari lainnya. 

Dengan cara ini, saya mendapatkan double impact: air hujan tersimpan untuk kebutuhan bersih, sekaligus menyuburkan tanah untuk kehidupan yang lebih berkelanjutan.

Memanen air hujan dan menabung air ke bumi merupakan satu siklus yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini saya membaginya ke dalam dua tahap utama:

  1. Proses Menadahi - tahap awal ketika air hujan ditampung melalui talang, wadah, atau sistem penadah sederhana.

  2. Proses Menabung - tahap lanjutan ketika air yang tertadah diarahkan kembali ke bumi melalui resapan, pohon, atau media lain sehingga tersimpan sebagai cadangan air tanah.

Proses Sederhana Menadahi Air Hujan

Air hujan yang jatuh di atap rumah saya tidak langsung saya biarkan masuk ke toren. Sebagian saya alihkan ke ember-ember sederhana. Dari situlah saya mengambil air untuk menyiram tanaman di halaman, terutama saat matahari terik dan hujan belum juga turun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun