Lebih dari itu, kehadiran pola permainan tradisional gobak sodor di halaman taman literasi memberikan dimensi baru. Gobak sodor bukan sekadar permainan fisik, melainkan juga ruang belajar tentang strategi, kerja sama, sportivitas, serta warisan budaya yang perlu dilestarikan. Dengan memasukkan permainan tradisional ke dalam ruang literasi, sekolah ingin menegaskan bahwa literasi bukan hanya soal kata-kata, melainkan juga pengalaman, interaksi, dan nilai kehidupan.
Lebih jauh lagi, kegiatan ini bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain. Bahwa dengan kreativitas dan kolaborasi, literasi bisa dihidupkan dengan cara sederhana, murah, tetapi bermakna.
Dari Cat ke Makna
Siang semakin terik, namun semangat para siswa tidak surut. Mereka tetap asyik menggoreskan kuas di permukaan caping. Beberapa hasil sudah mulai tampak indah: bunga berkelopak merah, gunung menjulang dengan latar biru, hingga pola abstrak penuh warna.
Di tengah keringat dan tawa, mereka tidak hanya melukis caping, melainkan juga melukis harapan. Harapan bahwa taman literasi yang sedang disiapkan ini kelak menjadi ruang yang menyenangkan, tempat di mana mereka bisa belajar, berkreasi, dan tumbuh bersama.
Dari caping-caping yang berwarna cerah, kita belajar satu hal: literasi bukan hanya urusan buku dan kata, tetapi juga tentang kehidupan. Ia tumbuh dari kebersamaan, dari kreativitas, dan dari tangan-tangan kecil yang berani berkreasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI