Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bayam di Pekarangan: Jalan Sunyi Ketahanan Pangan Warga Kota

4 September 2025   18:18 Diperbarui: 4 September 2025   18:18 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hijau sederhana di tanah sempit, tapi memberi arti besar bagi dapur keluarga. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Di tengah naik-turunnya harga pangan, sering kali warga kota hanya bisa pasrah pada rak-rak supermarket yang kosong atau harga sayur di pasar yang melambung. Namun, sebatang bayam yang tumbuh luar di pekarangan kecil bisa memberi pesan lain: ketahanan pangan tidak selalu dimulai dari lahan luas dan mesin besar, tetapi bisa lahir dari tanah sempit di belakang rumah.

Bayam, sayuran yang sering dianggap "murahan", menyimpan simbol kemandirian. Ia cepat tumbuh, mudah dirawat, dan bergizi tinggi. Justru karena kesederhanaannya, bayam bisa menjadi jawaban atas keresahan banyak keluarga kota yang semakin tergantung pada rantai pasokan panjang dan rapuh.

Bayam, sayuran murah yang menyimpan filosofi ketangguhan warga kota. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Bayam, sayuran murah yang menyimpan filosofi ketangguhan warga kota. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Krisis Pangan Kota

Organisasi Pangan Dunia (FAO) sudah lama mengingatkan bahwa kerentanan pangan bukan hanya terjadi di pedesaan, tetapi juga di perkotaan. Di Indonesia, inflasi pangan kerap menjadi penyumbang utama kenaikan harga kebutuhan pokok. Riset Bank Indonesia menunjukkan, komoditas pangan menyumbang lebih dari 70 persen inflasi inti.

Ironisnya, kota sebagai pusat ekonomi justru paling rapuh menghadapi gejolak pangan. Pasokan sayur dari sentra pertanian harus melewati jalur distribusi panjang: dari desa ke tengkulak, pedagang besar, hingga pasar kota. Sedikit saja rantai itu terganggu karena cuaca, transportasi, atau spekulasi harga, konsumen di kota langsung merasakan dampaknya.

Di titik inilah bayam di pekarangan rumah menghadirkan makna. Bayam bukan sekadar sayuran hijau, ia adalah simbol "jalur pendek" yang menghubungkan tanah dengan piring, tanpa perantara panjang yang rentan.

Pada Maret 2025, inflasi pangan (komoditas volatile food) secara tahunan tercatat hanya sebesar 0,37 %, lebih rendah dibandingkan April yang mencapai sekitar 0,64 %. Ini menunjukkan bahwa tekanan harga pangan sejak musim Ramadan-Idulfitri mulai mereda.

Namun, pengaruh pada inflasi bulanan tetap terasa signifikan - kelompok pangan bergejolak mengalami inflasi sebesar 1,96 % (mtm), dipicu oleh lonjakan harga bawang merah, cabai rawit, dan daging ayam. Konteks ini memperkuat urgensi warga menanam sayur sendiri, termasuk bayam, sebagai mitigasi terhadap volatilitas harga yang tak terduga.

Bayam: Filosofi dari Tumbuhan Sederhana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun