Pengalaman pandemi Covid-19 adalah contoh nyata. Ketika distribusi pangan terganggu, keluarga yang menanam sayur di rumah tetap bisa makan segar setiap hari. Bahkan ada yang menjadikan hasil panen pekarangan sebagai sumber tambahan pendapatan.
Bayam mengajarkan bahwa ketahanan pangan nasional sejatinya dimulai dari dapur rumah tangga. Pemerintah bisa bicara soal cadangan beras nasional atau impor gandum, tetapi di tingkat keluarga, sebatang bayam yang dipetik dari pekarangan adalah bentuk kedaulatan yang nyata.
Selain dikonsumsi segar, bayam juga membuka peluang inovasi pangan. Di banyak daerah, muncul usaha rumahan kreatif seperti keripik bayam, bayam crispy, hingga mi bayam. Produk olahan ini tidak hanya memperpanjang daya simpan, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomi sayuran sederhana.Â
Bayam yang ditanam di pekarangan bukan lagi sekadar menu sayur bening, melainkan bisa diolah menjadi produk bernilai jual yang masuk ke pasar lokal maupun digital.
Inovasi-inovasi kecil inilah yang memperlihatkan bahwa kemandirian pangan keluarga bisa berkembang menjadi kemandirian ekonomi. Dari daun hijau yang tumbuh di tanah sempit, lahir peluang usaha yang bisa menambah pendapatan rumah tangga.
Tantangan dan Harapan
Tentu, gerakan ini tidak tanpa tantangan. Lahan di perkotaan semakin sempit, gaya hidup serba cepat membuat sebagian orang enggan merawat tanaman, dan minimnya edukasi membuat bercocok tanam dianggap merepotkan.
Namun, tantangan ini bisa diatasi. Teknologi hidroponik, vertical garden, hingga self-watering pot adalah inovasi yang bisa menjawab keterbatasan ruang dan waktu. Di sisi lain, kebijakan pemerintah daerah seharusnya lebih memberi insentif pada urban farming, misalnya dengan distribusi bibit gratis, lomba pekarangan hijau, atau pengurangan retribusi bagi warga yang aktif berkebun.
Harapannya sederhana: bayam tidak lagi dipandang remeh. Ia harus dilihat sebagai bagian dari strategi besar menghadapi krisis pangan global.
Penutup