Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Curup Gangsa, Simfoni Alam dari Ujung Way Kanan

31 Agustus 2025   10:18 Diperbarui: 1 September 2025   11:03 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keindahan Curup Gangsa di Way Kanan, surga tersembunyi yang selalu memikat setiap mata. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari)

Di sebuah sudut Lampung yang jauh dari riuh kota, suara gemuruh terdengar bagai tabuhan gamelan raksasa. Tirai putih setinggi hampir 50 meter menjuntai dari tebing berbatu, memecah menjadi percikan kabut yang menari di udara. Sinar matahari yang menembus celah pepohonan kadang menghadirkan pelangi mungil di antara gemericik air. 

Inilah Curup Gangsa, air terjun megah di Kecamatan Kasui, Kabupaten Way Kanan, yang keindahannya seakan meluruhkan penat setiap jiwa yang datang.

Nama yang Berasal dari Bunyi

Masyarakat setempat menyebut air terjun ini dengan nama Curup Gangsa. Kata curup dalam bahasa Lampung berarti air terjun, sementara gangsa merujuk pada suara logam gamelan tradisional. Derasnya aliran air yang jatuh menghantam batu besar di bawahnya menimbulkan dentuman keras yang mirip bunyi gamelan - berulang, bergemuruh, sekaligus menenangkan. Dari situlah nama itu lahir, diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi.

Bagi warga sekitar, Curup Gangsa bukan sekadar bentang alam. Ia adalah bagian dari identitas kultural sekaligus simbol kedekatan masyarakat dengan alam. Di tepian air terjun, sering dijumpai warga yang sekadar singgah setelah berladang, duduk tenang, dan "nguping" alunan musik alam itu.

Anak tangga menuju aliran sungai Curup Gangsa. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari)
Anak tangga menuju aliran sungai Curup Gangsa. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari)

Perjalanan Menuju Ujung Utara Lampung

Untuk mencapai Curup Gangsa, perjalanan tidak bisa disebut singkat. Dari Bandar Lampung, jarak sekitar 200 kilometer harus ditempuh. Jalan lintas Sumatera menjadi jalur utama, sebelum masuk ke wilayah Way Kanan. Dari Blambangan Umpu - ibukota kabupaten - perjalanan dilanjutkan ke Kecamatan Kasui dengan waktu tempuh sekitar dua jam.

Rute menuju Desa Kotaway, lokasi Curup Gangsa, masih didominasi jalan berbatu dan tanah merah. Saat musim hujan, jalur ini bisa menjadi licin dan menguji kesabaran pengendara. Dari area parkir sederhana, pengunjung masih harus berjalan kaki. Jalan setapak menurun, tangga alami dari tanah, serta kebun-kebun masyarakat menjadi bagian dari rute.

Meski menantang, perjalanan ini justru menghadirkan sensasi petualangan. Setiap langkah mendekatkan telinga pada bunyi gemuruh yang kian keras, tanda air terjun sedang menyambut. Saat pertama kali pandangan tertuju pada tirai air yang membentang, rasa lelah seketika sirna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun