Di Pekalongan, Perda No. 2 Tahun 2018 menyebut jelas bahwa reklame insidental dilarang menempel di pohon tepi jalan.
Di Kalimantan Tengah, Perda No. 5 Tahun 2021 melarang benda apa pun menempel di jalur hijau dan pohon.
Bahkan untuk urusan politik, PKPU No. 15 Tahun 2023 dengan tegas melarang pemasangan alat peraga kampanye pada tempat ibadah, rumah sakit, sekolah/gedung milik pemerintah, serta dilarang dipasang di jalan, taman, dan pepohonan karena bisa merusak lingkungan dan fasilitas umum.
Artinya, larangan ini bukan hal baru. Dasar hukumnya sudah jelas. Yang sering absen hanyalah kesadaran warga dan ketegasan penegakan aturan.
Bagaimana di Negara Maju?
Konon di banyak negara maju, penghormatan terhadap pohon jauh lebih tinggi. Di Jerman, misalnya, menempel poster atau iklan di pohon jalan umum adalah pelanggaran serius yang bisa didenda. Warga diajarkan untuk menggunakan papan pengumuman komunitas atau media digital, bukan pohon.
Di Jepang, pohon-pohon kota dijaga dengan rapi; batangnya dilapisi pelindung jika ada kegiatan publik di sekitarnya. Di Amerika Serikat, banyak kota menyediakan “tree protection zones” di trotoar dan taman, agar pohon tidak terluka oleh paku, kawat, atau reklame sementara.
Di Bhutan, pohon-pohon dilindungi secara ketat oleh peraturan lingkungan, dan menempel iklan di pohon dianggap pelanggaran serius. Warga diajarkan menggunakan papan pengumuman komunitas atau media digital, bukan pohon.
Di Malaysia, banyak kota menyediakan program “urban tree protection”, di mana pohon-pohon di jalur publik dilapisi pelindung agar tidak dirusak oleh spanduk atau kegiatan sementara.
Praktik ini menjadi contoh bagaimana masyarakat luar negeri menyeimbangkan kebutuhan informasi publik dan kelestarian pohon.