Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pohon Tak Bersalah Dipasung Iklan

24 Agustus 2025   14:31 Diperbarui: 25 Agustus 2025   15:08 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang berargumen: "Ah, itu kan cuma soal keindahan kota." Nyatanya, masalah ini jauh lebih serius. Papan iklan yang menempel di pohon menciptakan wajah kota yang semrawut, penuh coretan dan warna-warni tanpa kendali. Estetika ruang publik hancur.

Lebih jauh, keberadaan iklan di pohon juga bisa menimbulkan bahaya. Spanduk yang diikat sembarangan bisa robek diterpa angin, jatuh ke jalan, dan mengganggu pengendara. Belum lagi kawat yang tertinggal di batang pohon, bisa melukai petugas kebersihan atau siapa saja yang bersentuhan dengannya.

Artinya, praktik ini bukan hanya merusak keindahan, tapi juga berpotensi mengancam keselamatan.

Pohon tidak diciptakan untuk jadi media iklan, melainkan paru-paru kota. (Sumber: Dok.Pribadi/Tupari) 
Pohon tidak diciptakan untuk jadi media iklan, melainkan paru-paru kota. (Sumber: Dok.Pribadi/Tupari) 

Simbol yang Kita Rendahkan

Pohon bukan sekadar makhluk hidup, tetapi juga simbol keseimbangan alam. Sejak dulu, pohon menjadi lambang kehidupan, kesuburan, bahkan spiritualitas di banyak budaya. Ketika batang pohon diperlakukan seperti papan reklame, sesungguhnya kita sedang merendahkan simbol kehidupan itu sendiri.

Bayangkan, betapa ironisnya manusia modern yang bangga dengan teknologi dan media digital, tapi masih bergantung pada "paku di pohon" untuk beriklan. Tidakkah itu memalukan?

Aturan Sudah Ada, Tinggal Tegas Ditegakkan

Faktanya, banyak pemerintah daerah sudah membuat peraturan yang melarang keras pemasangan iklan di pohon.

Di Pekanbaru, Perda No. 13 Tahun 2021 menegaskan bahwa pohon jalan raya bukan tempat iklan. Satpol PP bahkan rutin menertibkan spanduk yang dipasang di pohon di jalan protokol seperti Sudirman dan Arifin Achmad.

Di Kotawaringin Barat, Perda No. 16 Tahun 2014 mengancam denda hingga Rp 50 juta atau kurungan 3 bulan bagi siapa pun yang memasang spanduk di pohon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun