Ada yang berargumen: "Ah, itu kan cuma soal keindahan kota." Nyatanya, masalah ini jauh lebih serius. Papan iklan yang menempel di pohon menciptakan wajah kota yang semrawut, penuh coretan dan warna-warni tanpa kendali. Estetika ruang publik hancur.
Lebih jauh, keberadaan iklan di pohon juga bisa menimbulkan bahaya. Spanduk yang diikat sembarangan bisa robek diterpa angin, jatuh ke jalan, dan mengganggu pengendara. Belum lagi kawat yang tertinggal di batang pohon, bisa melukai petugas kebersihan atau siapa saja yang bersentuhan dengannya.
Artinya, praktik ini bukan hanya merusak keindahan, tapi juga berpotensi mengancam keselamatan.
Simbol yang Kita Rendahkan
Pohon bukan sekadar makhluk hidup, tetapi juga simbol keseimbangan alam. Sejak dulu, pohon menjadi lambang kehidupan, kesuburan, bahkan spiritualitas di banyak budaya. Ketika batang pohon diperlakukan seperti papan reklame, sesungguhnya kita sedang merendahkan simbol kehidupan itu sendiri.
Bayangkan, betapa ironisnya manusia modern yang bangga dengan teknologi dan media digital, tapi masih bergantung pada "paku di pohon" untuk beriklan. Tidakkah itu memalukan?
Aturan Sudah Ada, Tinggal Tegas Ditegakkan
Faktanya, banyak pemerintah daerah sudah membuat peraturan yang melarang keras pemasangan iklan di pohon.
Di Pekanbaru, Perda No. 13 Tahun 2021 menegaskan bahwa pohon jalan raya bukan tempat iklan. Satpol PP bahkan rutin menertibkan spanduk yang dipasang di pohon di jalan protokol seperti Sudirman dan Arifin Achmad.
Di Kotawaringin Barat, Perda No. 16 Tahun 2014 mengancam denda hingga Rp 50 juta atau kurungan 3 bulan bagi siapa pun yang memasang spanduk di pohon.