“Libur nasional kok numpang di libur mingguan?”
“Untung Senin-nya dikasih libur pengganti.”
“Tapi rasanya tetap beda, ya…”
Obrolan ringan seperti ini ramai terdengar jelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 pada tahun 2025. Pasalnya, tanggal 17 Agustus tahun ini jatuh pada hari Minggu, yang notabene sudah jadi hari libur. Pemerintah memang memberikan libur pengganti di hari Senin, 18 Agustus 2025, tapi tetap saja, banyak orang merasa kurang greget. Seolah-olah, semangat nasionalisme jadi kena “pending” hanya gara-gara kalender.
Pembicaraan ini sepertinya remeh-temeh. Namun, apakah ini sekadar soal tanggal, atau ada yang lebih dalam dari itu? Mari kita telusuri sisi psikologis, budaya, dan bahkan ironi dari libur nasional yang tertimpa libur mingguan. Ulasanya agak panjang jadi mohon untuk tetap setia membaca.
1. Psikologi Kolektif: Rasa “Kehilangan” Libur Nasional
Secara psikologis, manusia itu menyukai ritual dan perayaan. Ketika sebuah hari besar nasional seperti 17 Agustus berimpit dengan hari libur rutin seperti Minggu, muncul perasaan kehilangan, meskipun secara teknis kita tetap libur. Tapi rasanya seperti ada yang beda, momennya seperti jadi kurang mengena.
Fenomena ini disebut psikologis antisipatif: kita sudah membayangkan momen tertentu akan terasa istimewa, namun kenyataannya tidak seperti yang dibayangkan. Hasilnya: kecewa. Bukan karena tak ada libur, tapi karena kehilangan “pengalaman emosional” yang biasa menyertai perayaan hari kemerdekaan.
Bayangkan ini: biasanya hari Senin penuh upacara, lomba-lomba, dan suasana patriotik di sekolah atau kantor. Tapi tahun ini? Hari Minggu yang biasanya diisi aktivitas pribadi atau ibadah, tiba-tiba menjadi “tempat parkir” Hari Kemerdekaan, sunyi, dan sepi.
2. Libur Pengganti: Solusi atau Sekadar Kompensasi?
Pemerintah mencoba memberi solusi: 18 Agustus (hari Senin) dijadikan libur pengganti. Tapi pertanyaannya: apakah semangat 17 Agustus bisa dipindahkan begitu saja ke tanggal 18?
Tidak semua orang merasa begitu.
Bagi sebagian masyarakat, 18 Agustus justru terasa seperti hari kejepit rasa patriotik. Tidak ada upacara, tidak ada lomba, tidak ada pidato kenegaraan. Hanya... hari kosong di awal pekan.