Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika 17 Agustus Jatuh di Hari Minggu: Apakah Nasionalisme Runtuh?

4 Agustus 2025   20:35 Diperbarui: 5 Agustus 2025   12:37 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi HUT RI ke-80 dengan Tema: Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju. (Dok. Pribadi/Tupari)

Alih-alih memunculkan semangat nasionalisme, hari itu berubah menjadi momen “recovery” dari akhir pekan yang diperpanjang. Momentum emosionalnya hilang. Simbolismenya tak terasa.

Dan yang lebih menarik: hari kemerdekaan kehilangan tanggalnya sendiri. Rasanya seperti ulang tahun yang dirayakan keesokan harinya karena “tanggal aslinya kebetulan bentrok.”

3. Nasionalisme dalam Budaya Liburan

Kita harus akui bahwa sebagian masyarakat Indonesia memiliki semangat nasionalisme yang muncul “musiman”, terutama saat momen simbolik seperti 17 Agustus. Maka ketika simbol itu hilang, emosi kolektif pun ikut menguap.

Padahal 17 Agustus bukan sekadar tanggal merah. Ia adalah ritus nasional. Sebuah tonggak yang tiap tahun mengingatkan kita bahwa kemerdekaan bukan hadiah, tapi hasil perjuangan. Ketika ritus itu tidak terlihat di ruang publik, karena semua orang liburan atau rebahan makna hari kemerdekaan jadi seperti kehilangan panggung.

Lebih ironis lagi, sebagian orang justru “bersyukur” karena tidak harus ikut upacara. Mereka melihat libur ini bukan sebagai momen reflektif, tapi sebagai hari bebas. Apakah ini tanda bahwa nasionalisme mulai digeser oleh kenyamanan pribadi?

4. Tema HUT ke-80 RI 2025: Menegaskan Kembali Semangat Nasionalisme

Padahal secara nasional, pemerintah telah menetapkan tema besar HUT ke-80 Republik Indonesia tahun 2025 melalui dokumen Pedoman Identitas Visual 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia. Tema tersebut adalah:

“Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”

Tema ini membawa pesan kuat: bahwa kebersatuan dan kedaulatan adalah fondasi untuk menciptakan kesejahteraan rakyat dan mendorong Indonesia menjadi bangsa yang maju. Ia merupakan seruan kebangsaan untuk tetap solid, tidak tercerai-berai oleh perbedaan, dan bersama-sama melangkah ke masa depan yang lebih cerah.

Namun, bagaimana jika pesan sekuat ini tidak “bertemu” dengan momentum sosial yang cukup? Ketika 17 Agustus kehilangan hiruk-pikuknya, akankah tema ini tersampaikan dengan kuat? Atau hanya berhenti di baliho dan logo?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun